Yesus versi Dayak : Seniman Dayak Menggambar Yesus pada 1981 Namun Kurang Dimengerti
Ketika dewasa, Yesus menjadi pengkhotbah di Tanah Judea. Dia kritis terhadap korupsi dan kemunafikan. Dia sering bikin geram pemuka Yahudi.
Penulis: Stefanus Akim | Editor: Try Juliansyah
Ketika pulang dari Singkawang menuju Bengkayang, Kubal mengatakan,
“Saya tidak sangka ada orang yang datang menghargai saya.”
Dia berpendapat karya seninya kurang dimengerti masyarakat Kalimantan Barat. Warga Katolik tetap suka “Bunda Maria” digambarkan dengan wajah Eropa, pakai baju panjang, kulit warna putih.
Karakter Yesus juga disukai dengan wajah Eropa, rambut pirang, hidung mancung, kulit putih. Pokoknya, bila didatangi berbagai Gua Maria atau gereja Katolik, karakter-karakter yang ditampilkan, dari lukisan sampai patung, semua bercorak Eropa.
Bila ada upaya sedikit lebih, Yesus digambarkan dengan pakaian Timur Tengah. Bukan Yesus dengan kulit tembaga, hidung mungil, dan gelang tangan.
Kubal kecewa. Dia memutuskan kerja lebih buat mencari uang, apalagi sesudah menikah, daripada menjadi seniman. Dia sempat tinggal di Jakarta selama 15 tahun.
“Jadi seniman perlu waktu buat berpikir. Tapi tidak dihargai.”
Dia hanya bikin ornamen Dayak, ornamen klenteng. Dia baru saja selesai membuat ornamen sebuah klenteng di Pemangkat, Sambas.
Kini Kubal sudah berumur 65 tahun. Sudah 42 tahun berlalu sejak dia bikin karya-karya di Nyarumkop dan Singkawang. Anatomi yang dibuatnya pada 1981 sedikit beda dengan berbagai garis yang saya lihat pada karya-karyanya belakangan di rumah Ketiat. Garis-garis lebih minimal pada karya-karya sekarang. Kubal makin matang. Saya bayangkan betapa kuatnya bila Kubal sekarang bikin karya dengan tema inkulturasi dan toleransi.
Menurut Human Development Report 2004: Cultural Liberty in Today’s Diverse World, yang penulisannya dikepalai ekonom Amartya Sen dari India, ada tiga prinsip penting dalam menjalankan kehidupan negara-bangsa: (1) menghormati keragaman; (2) mengenal identitas jamak; (3) membangun ikatan dengan komunitas lokal.
Laporan tersebut menekankan perlunya menghormati keragaman dan membangun bangsa yang lebih terbuka dengan negara bikin kebijakan, yang secara tersurat, menerima perbedaan budaya maupun agama. Namanya, kebijakan multikultural. Identitas bukanlah zero sum game. Orang Dayak, yang merangkul kekristenan, tak harus kehilangan kedayakannya.
Asumsinya, jika seseorang memiliki lebih dari satu identitas, orang tersebut memiliki lebih sedikit identitas lainnya. Identitas, entah bagaimana dibayangkan, seperti kotak dengan ukuran tetap. Padahal orang bisa memiliki beberapa identitas sekaligus.
Negara Indonesia belum terbiasa dengan identitas jamak dan kebijakan multikultural. Ada berbagai macam aturan, yang dibuat sejak kemerdekaan 1945, membuat identitas tunggal saja.
Di Bengkayang, Laurensius Kubal, sudah berusaha memperkenalkan Yesus dan Dayak, dalam lukisan dan relief. Yesus bisa bertambah dengan Dayak. Dan Dayak bisa bertambah dengan Yesus.
Di rumahnya di Ketiat, Kubal tanya apa yang bisa dibikin lagi buat kembali jadi seniman, “Sudah jadi tukang saya ini.”
Gelorakan Semangat Merah Putih, Polres Sanggau dan Pemkab Bagikan Bendera Jelang HUT ke-80 RI |
![]() |
---|
AKBP Harris Batara Bagikan Bendera Merah Putih jelang Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80 |
![]() |
---|
Ria Notsan Sebut MTQ Bukan Hanya Tentang Juara, Tapi Syiar dan Persaudaraan |
![]() |
---|
Apel Siaga Karhutla di Sekadau Hilir, AKP Burhan Tegaskan Sinergi sebagai Kunci Pencegahan |
![]() |
---|
Ketua FKUB Kota Singkawang Baharuddin Meninggal Dunia, Wali Kota Sampaikan Duka Mendalam |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.