Yesus versi Dayak : Seniman Dayak Menggambar Yesus pada 1981 Namun Kurang Dimengerti

Ketika dewasa, Yesus menjadi pengkhotbah di Tanah Judea. Dia kritis terhadap korupsi dan kemunafikan. Dia sering bikin geram pemuka Yahudi.

Penulis: Stefanus Akim | Editor: Try Juliansyah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/Istimewa
Laurensius Kubal mengunjungi kapel Wisma Emaus dimana dia melukis Dayak versi Yesus pada 1981. Kubal menggambarkan Maria dan Yoseph dengan pakaian Dayak. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Pada 1981, seorang seniman umur 23 tahun, diminta Pastor Bertus Visschedijk dari Nyarumkop, melukis sebuah kapel di Wisma Emaus. Visschedijk ikut membangun wisma tersebut.

Dia memberi kebebasan kepada si pelukis muda buat menggambarkan suasana kekristenan, termasuk kelahiran bayi Yesus di sebuah kandang, sekitar 2,000 tahun lalu di kota Betlehem, menurut kitab-kitab Kristen.

Saat itu, Yudaisme adalah agama dominan di Tanah Judea, tempat banyak orang Yahudi tinggal, termasuk orang tua Yesus. Ia dikuasai Romawi, kerajaan internasional terbesar waktu itu, dengan ibukota provinsi Yerusalem.

Ketika dewasa, Yesus menjadi pengkhotbah di Tanah Judea. Dia kritis terhadap korupsi dan kemunafikan. Dia sering bikin geram pemuka Yahudi. Buntutnya, dia dilaporkan beberapa ulama Yahudi melakukan “penodaan agama” di Yerusalem.

Gubernur Pontius Pilatus memutuskan hukuman mati. Yesus dipaksa memikul salib ke sebuah bukit, melalui serangkaian jalan Via Dolorosa, dan disalibkan di bukit Golgota.

Baca juga: Tingginya Angka Pernikahan Dini di Kalbar, Sutarmidji : Akibat Pergaulan Bebas

Di Biara Provedentia, Singkawang, Laurensius Kubal mengamati 14 relief yang dibuatnya pada 1981 buat menggambarkan Via Dolorosa di Yerusalem. Dia menggambarkan Yesus disalib tapi pakai busana Dayak.
Di Biara Provedentia, Singkawang, Laurensius Kubal mengamati 14 relief yang dibuatnya pada 1981 buat menggambarkan Via Dolorosa di Yerusalem. Dia menggambarkan Yesus disalib tapi pakai busana Dayak. (TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/Istimewa)

Di Nyarumkop, Laurensius Kubal, si pelukis muda, etnik Dayak Ahe, diminta menggambarkan Yesus.

“Saya makan, tidur, kerja, semuanya disitu.”

“Lima hari seminggu. Sabtu dan Minggu, saya pulang.”

“Pakai cat cap Kuda Terbang. Itu cat biasa saja. Ada delapan warna dasar. Saya campur sendiri.”

Lima panel tersebut selesai digambar pada April 1981. Ada tanda tangan “Laurensius Kubal” pada lukisan terbesar.

“Dibayar Rp 1 juta sama Pastor Bertus.”

Bila nilai tukar rupiah terhadap dollar pada 1981 sama dengan Rp 625. Laurensius Kubal menerima USD1,600. Nilainya sekarang sekitar Rp 23 juta. Jumlah yang lumayan buat pekerjaan tiga minggu.

Maria digambarkan menggendong bayi Yesus, putranya, dengan kostum Dayak dari Kapuas Hulu. Maria pakai baju hitam dan merah. Yoseph, bapaknya Yesus, pakai rompi merah serta menganyam rotan buat takin.

“Ini Bunda Maria versi Dayak. Tuhan Yesus lahir, bayi versi Dayak juga. Ini Santo Yoseph tukang kayu. Tapi versi Dayak, yang menganyam takin, untuk pengamin. Dari rotan kan?” kata Kubal.

Pada lukisan terbesar, Laurensius menggambarkan belasan orang termasuk orang Dayak, Madura (baju dan celana hitam), Jawa (pakai blankon), Melayu (baju kuning, ikat kepala kuning), Papua (kulit hitam, rambut keriting) dan sebagainya diperlakukan setara di hadapan Yesus.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved