AlPeKaJe Minta Pemerintah dan Publik Beri Tempat Kelompok Rentan
Wakil Ketua AlPeKaje, Laili Khainur, menekankan pentingnya upaya Pengarus Utamaan Gender (PUG) dalam proses pembangunan.
Penulis: Stefanus Akim | Editor: Try Juliansyah
“AlPeKaJe menyatakan kegeraman atas situasi ini, karena kelompok rentan seperti perempuan dan anak masih belum mendapatkan rasa aman dan keadilan ketika menjadi korban,” tegas Herkulana Ersinta.
Di Kalimantan Barat sendiri, tahun lalu publik heboh dengan kasus kekerasan seksual terhadap anak dengan terduga pelaku yang merupakan public figur.
Kemudian kasus kekerasan hingga menyebabkan anak meninggal dunia, yang terduga pelaku merupakan orangtua angkat.
Pemberitaan lainnya juga mengisahkan, para pelaku sering muncul dari kalangan orang dekat korban sendiri.
“Kondisi ini semakin menegaskan posisi korban sebagai pihak yang sangat rentan dan tidak berdaya. Diperlukan tindak penegakan hukum yang tegas dan memahami masalah, agar ke depannya bisa lebih tetangani dengan baik,” harap Herkulana Ersinta.
Beberapa pemberitaan terkait "Kekerasan Berbasis Gender, Potret Gelap Indonesia", menerangkan masih banyak perkara kekerasan seksual diselesaikan di luar proses peradilan. Pihak aparat penegak hukum juga kerap memfasilitasi “damai” dan menghentikan penyidikan dengan alasan keadilan restoratif karena telah diselesaikan secara kekeluargaan.
Meski sebenarnya, Indonesia memiliki sejumlah produk hukum untuk perlindungan perempuan dari berbagai kekerasan.
Mulai dari UU Penghapusan KDRT, Tindak Pidana Perdagangan Orang, hingga UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang diundangkan tahun 2022 lalu.
Bahwasannya implementasi UU tersebut masih menghadapi berbagai hambatan, terutama lemahnya perspektif aparat penegak hukum.
Hingga kini para perempuan korban kekerasan mengalami hambatan dalam mengakses keadilan. Kasus KDRT, terutama kekerasan terhadap istri, masih menempati rangking tertinggi.
UU TPKS yang dinilai sangat progresif, belum bisa jadi "senjata pamungkas" dalam mencegah dan menangani kasus-kasus TPKS.
Pemahaman masyarakat dan penegak hukum, tetap menjadi hambatan terbesar dalam implementasi UU TPKS.
Di tingkat masyarakat, kurangnya sosialisasi mengenai produk hukum ini pun menjadi tantangan tersendiri.
Organisasi, lembaga, dan komunitas perempuan, hendaknya menjadikan sosialisasi produk hukum ini sebagai bagian dari program yang massif dan terarah.
"Dengan demikian, ke depannya, akan semakin banyak kelompok rentan, terutama perempuan dan anak, yang mendapatkan pengetahuan bagaimana mereka mendapatkan perlindungan," kata Herkulana Ersinta.
| Ibu Kubur Bayinya Hidup-hidup di Banyuwangi 2025, Polisi Dalami Motifnya | 
				      										 
												      	 | 
				    
|---|
| Ketua Baznas Kalbar Ajak Umat Salurkan Zakat dan Sedekah Lewat Masjid Sekitar | 
				      										 
												      	 | 
				    
|---|
| UPGRI Pontianak Jadi Pelopor Penggerak Literasi Digital di Kalbar | 
				      										 
												      	 | 
				    
|---|
| Tenggelamnya Kapal Kayu, Dishub Kubu Raya Tekankan Pentingnya Keselamatan Penumpang | 
				      										 
												      	 | 
				    
|---|
| Dua Tahun Vakum, Pengusaha Tahu di Sukadana Kembali Bangkit Berkat Program MBG | 
				      										 
												      	 | 
				    
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pontianak/foto/bank/originals/AlPeKaJe-070324-LANTOKS.jpg)
												      	
												      	
												      	
												      	
												      	
				
			
											
											
											
											
											
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.