Panik Teriakan Bom

Terungkap! Pengakuan Frantinus Narigi Penumpang Lion Air Soal Sebut Bom di Bandara Supadio

Frantinus Narigi mengakui memang menyebut bom saat berada dalam pesawat Lion Air JT 687 tujuan Pontianak-Jakarta, Senin (28/5/2018) malam.

Editor: Nasaruddin
KOLASE/TRIBUNPONTIANAK.CO.ID
Para penumpang meloncat dari sayap Lion Air, di Bandara Internasional Supadio Pontianak dan sosok penumpang yang teriak bom diinterogasi polisi. 

Theo bercerita Frantinus memiliki orangtua yang bekerja sebagai mantri desa.

Ia satu-satunya anak di keluarganya yang bisa bersekolah tinggi hingga jenjang sarjana di Universitas Tanjung Pura, Pontianak.

"Di keluarga ada 12 orang bersaudara, Frantinus saja yang sekolahnya sampai S1," kata Theo.

Ditetapkan sebagai tersangka karena candaan bom atau bomb joke, pria asal Wamena, Papua ini menangis saat hendak masuk ke tahanan.

Mediasi Tim Pengacara

Anggota DPR RI Daerah Pemilihan (Dapil) Kalimantan Barat (Kalbar), Erma Suryani Ranik, menyediakan tim pengacara bagi Frantinus Nirigi yang ditetapkan penyidik Polresta Pontianak sebagai tersangka dugaan pelanggaran Undang-undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan.

Frantinus Nirigi dijerat dengan pasal 437 ayat 2 dengan ancaman hukuman pidana 8 tahun penjara. Frantinus diduga menyebarkan informasi palsu berupa bomb joke kala berada di atas kabin pesawat Lion Air JT687 STD 18.50Lt dengan nomor Reg: PK-LOJ rute Pontianak-Jakarta.

"Apakah dia bersalah atau ndak, itu biar nanti yang putuskan pengadilan," kata Wakil Ketua Komisi III DPR RI ini kepada Tribun.

Erma mengimbau agar siapapun masyarakat untuk mengambil hikmah dari peristiwa ini. Keselamatan penerbangan merupakan tugas bersama menjaganya. Jangan dianggap enteng, apalagi dijadikan bahan bercanda.

"Perlu juga ada peningkatan kapasitas awak penerbangan agar tangkas membedakan mana ancaman beneran mana bercanda agar tak menimbulkan kepanikkan," ucapnya.

Tim kuasa hukum terdiri dari Pembina yaitu Erma Suryani Ranik SH, Marcelina Lin SH, Rencana Suryadi SH dan Theo Kristoporus Kamayo SH.

"Kami masih berusaha untuk mediasi dengan berbagai pihak terkait," kata Theo Kristoporus Kamayo.

Pihaknya ingin ini menjadi pelajaran berbagai pihak.

Bahwa jangan bercanda berlebihan, apalagi di areal Bandara.

Sudah ada beberapa kasus kejadian serupa di Indonesia ini, dan bisa diselesaikan dengan mediasi.

Ia berharap Frantinus Narigi bisa cepat menyelesaikan kasus ini dan dia bisa berkumpul dengan keluarganya, apalagi dia ingin melamar pekerjaan di Papua.

"Harapannya kasus ini bisa diselesaikan mediasi, kami mohon doa dan dukungan dari masyarakat," harapnya.

Baca: Netizen Sebut Pramugari Salah Dengar Soal Bom di Bandara Supadio, Ini Pernyataan Resmi Lion Air

Baca: Efektivitas Ekstrak Daun Salam Obat Penurun Kadar Asam Urat

Baca: Osis SMKN 1 Pontianak Sukses Galang Agenda Sarat Kreativitas, Uda Apresiasi Siswanya

Kesulitan Bahasa Indonesia

Terkait dugaan jika pramugari Lion Air salah dengar perkataan Frantinus yang berlogat Papua sehingga memunculkan kepanikan Kapolda Kalbar Irjen Pol Didi Haryono menuturkan pihaknya akan melakukan pendalaman.

Saat ini kata dia belum akan ada penambahan tersangka. "Tidak ada penambahan tersangka, masih satu," ujar Kapolda Kalimantan Barat.

Kapolda kembali menegaskan pelaku bomb joke atau candaan bom di pesawat Lion Air di bandara Internasional Supadio, Pontianak Frantinus Nirigi sudah ditetapkan menjadi tersangka.

"Betul sudah tersangka," kata Kapolda Kalimantan Barat Irjen Pol Didi Haryono.

Kapolda menjelaskan saat ini Frantinus sudah ditahan di Mapolresta Pontianak untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Frantinus sebelumnya menyebarkan informasi palsu berupa bomb joke kala berada di atas kabin pesawat Lion Air. JT687. STD 18.50Lt dengan nomor Reg : PK-LOJ rute Pontianak-Jakarta. 

Frantinus merupakan penumpang resmi Lion Air pemegang kode booking TSHYUD.

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura, Erdi Abidin, menceritakan sisi lain Frantinus Narigi.

Frantinus dinilainya anak yang baik serta santun selama mengikuti perkuliahan di kampus biru tersebut.

Ketika proses belajar mengajar, Narigi memang agak kesulitan berbahasa Indonesia, sebagai dosennya yang care, maka setiap kali jam pelajaran yang diampunya selalu meminta Narigi untuk tampil di depan berbicara.

"Oleh karena itu, saat mata kuliah yang diambilnya dan diampu oleh saya, saudara Narigi ini selalu datang. Kalau tak datang ia dicari. Setiap dia datang saya suruh ngomong, supaya melatih vokalnya, karena intonasi Papua yang cepat. Kemudian saat bicara seakan mulutnya penuh, itu fenomena yang memang tak bisa dihindari dari saudara kita itu," ucap Erdi Abidin.

Dengan suaranya yang sangat kecil, saat bicara, kalau tidak terlalu konsen bisa salah arti dan salah tanggap.

"Kedua kita melihat dari case atau kasus yang ada. Case ini menurut saya sama sekali tidak logis atau tidak masuk akal. Hal yang tak tak masuk logika adalah dari orang-orang Lion Air dalam hal ini adalah pramugarinya," katanya.

"Semestinya dengan sistem pelacakan dan keamanan yang dibangun di Bandara itu apalagi sekelas internasional tidak mungkin bisa membawa bom. Sekecil apapun logam atau yang membahayakan itu tidak bisa masuk di Bandara apalagi dalam pesawat," tegasnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved