YLBH Sinar Keadilan Sambas Nyatakan Total Pembabatan Mangrove Sebubus

"KLHK, BRGM, dan KKP turun langsung ke Sebubus untuk melakukan pengawasan dan penegakan hukum tanpa tebang pilih," ucapnya.

Penulis: Imam Maksum | Editor: Try Juliansyah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/Istimewa
PEMBABATAN LIAR - Lanskap hutan manggrove Desa Sebubus Kecamatan Paloh yang telah mengalami pembabatan liar. Masyarakat Desa Sebubus resah terhadap aktivitas tersebut dan meminta penghentian total pembabatan hutan manggrove, Rabu 1 Oktober 2025. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SAMBAS – Perlawanan terhadap aktivitas liar pembalakan liar hutan manggrove terus dilakukan untuk melindungi ekosistem hutan manggrove di Desa Sebubus, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, Rabu 1 Oktober 2025.

Salah satunya pernyataan tegas Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Sinar Keadilan Sambas menolak pembabatan hutan manggrove yang masih terjadi di Desa Sebubus.

"YLBH Sinar Keadilan Sambas menyatakan penolakan 100 persen terhadap aktivitas pembabatan hutan mangrove di Desa Sebubus, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas," kata Azman, pendiri sekaligus mediator YLBH Sinar Keadilan Sambas.

Azman mengungkapkan, aktivitas pembabatan manggrove ilegal yang dilaporkan masyarakat telah berlangsung sejak Maret 2025 itu diperkirakan merusak lebih dari 300 hektar ekosistem mangrove.

Azman menegaskan bahwa perusakan mangrove sama saja dengan merampas hak hidup masyarakat pesisir.

“Mangrove adalah benteng hidup yang melindungi masyarakat Sebubus dari abrasi, sekaligus sumber nafkah utama nelayan. Membabat mangrove berarti membunuh masa depan generasi Sebubus. Kami menyatakan sikap tegas hentikan segera pembabatan ini," ujar Azman.

Dia menjelaskan, YLBH Sinar Keadilan Sambas menekankan pentingnya klarifikasi apakah areal pembabatan berada dalam kawasan hutan lindung, kawasan konservasi pesisir, atau kawasan lindung mangrove sebagaimana diatur dalam SK Penetapan Kawasan Hutan maupun RTRW Kabupaten Sambas.

"Jika terbukti, maka aktivitas tersebut melanggar hukum secara terang benderang, di antaranya UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 50 ayat (3) huruf e, setiap orang dilarang menebang pohon dalam kawasan hutan dengan tidak sah," ungkapnya.

Selain itu, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH, Pasal 69 ayat (1) huruf h berbunyi setiap orang dilarang melakukan perusakan terhadap mangrove di kawasan pesisir.

Baca juga: Pemkab Sambas Komitmen Lindungi Hutan Mangrove dari Pembalakan

"Lalu UU Nomor 27 Tahun 2007 junto UU No. 1 Tahun 2014 tentang PWP3K, Pasal 35 huruf e berbunyi, setiap orang dilarang melakukan penebangan mangrove di kawasan konservasi dan kawasan lindung," katanya.

Azman menegaskan, hal ini bukan lagi sekadar persoalan izin atau administrasi. Jika lokasi Sebubus masuk kawasan hutan atau kawasan lindung pesisir, maka pembabatan tersebut adalah tindak pidana lingkungan hidup yang harus diproses hukum tanpa kompromi.

Lebih lanjut, dia mengatakan, dalam pernyataan sikap ini, YLBH Sinar Keadilan Sambas mendesak DPRD Sambas segera membentuk Panitia Khusus (Pansus Mangrove Sebubus) serta mengeluarkan rekomendasi penghentian total (moratorium) atas seluruh kegiatan pembabatan.

Selain itu, pihaknya meminta Pemerintah Daerah Sambas menetapkan status Darurat Perlindungan Mangrove Sebubus, menghentikan semua aktivitas lapangan, dan segera mengajukan program rehabilitasi kepada BRGM/KLHK.

"YLBH juga menuntut BPN dan GTRA Sambas melakukan inventarisasi status tanah mangrove Sebubus agar masuk dalam skema Reforma Agraria berbasis pesisir," katanya.

"KLHK, BRGM, dan KKP turun langsung ke Sebubus untuk melakukan pengawasan dan penegakan hukum tanpa tebang pilih," ucapnya.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved