Pengusaha Hiburan Kalbar Keberatan Pajak Hiburan 40 Persen, Pemkot Berlakukan Mulai Januari 2024
Sungguh sangat memprihatinkan kalau pajak hiburan dikenakan 40 hingga 70 persen.
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Kenaikan pajak berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), membuat sejumlah pengusaha hiburan di Kalbar keberatan.
Dalam UU HKPD ini Pajak Barang Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, naik menjadi minimal 40 persen dan maksimal 75 persen.
Aturan baru ini berbeda dengan UU sebelumnya yang hanya menerapkan batas maksimal pajak sebesar 35 persen. Sejumlah pemerintah daerah di Kalbar pun telah membuat perda sesuai UU HKPD dan menetapkan kenaikan pajak hiburan sebesar 40 persen.
General Manager Hotel Garuda Pontianak, Patris Firtadjaja, menolak kebijakan kenaikan pajak hiburan hingga 40 persen.
• GM Hotel Garuda Tolak Kenaikan Pajak Hiburan, Dampak Pengunjung Imperium KTV Mulai Sepi
Ia mengaku dampak dari kenaikan tersebut kunjungan pelanggan Imperium KTV atau Karaoke Imperium saat ini menurun.
"Sungguh sangat memprihatinkan kalau pajak hiburan dikenakan 40 hingga 70 persen. Akan mematikan usaha hiburan secara perlahan dan menimbulkan dampak negatif pada pekerjaan dan karyawan. Secara umum kami menolak kebijakan kenaikan sampai 40 persen," ujar Patris kepada Tribun, Rabu 17 Januari 2024.
Saat ini kata Patris pihaknya membayar pajak dengan sebesar 30 persen. Angka tersebut ia nilai sudah tinggi, terlebih adanya kenaikan hingga 40 persen.
"Kena pajak 30 persen sudah tinggi. Malah ditambah sampai 40 persen. Pengusaha tempat hiburan gulung tikar, nyungsep," ujar Patris.
Pemberlakuan pajak 40 persen kata dia juga berdampak pada angka pengangguran yang akan bertambah karena terkena pemutusan hubungan kerja atau PHK atau pengurangan karyawan hiburan. Pada awalnya kata dia pajak hiburan diberlakukan 10 hingga 15 persen lalu mengalami kenaikan 20 persen.
"Itu masih oke tapi terakhir 30 persen, kok sekarang jadi 40 persen. Kalau mau hitung-hitungan ayo. Ini benar-benar mematikan tempat usaha. Kami memiliki sekitar 40-an karyawan pekerja malam atau sektor informal yang tidak membutuhkan keahlian. Namanya hiburan, jangan negatif dulu," ujarnya.
Bahkan ia menilai pemerintah tidak konsisten dimana awalnya spa termasuk jenis pajak yang ditarif. Namun direvisi kembali oleh menteri sehingga tidak termasuk jenis yang dikenakan pajak hiburan.
"Kita hanya mempertanyakan apa tidak ada cara lain, kontribusi kita besar bahkan kita mendapat nominasi sebagai wajib pajak yang patuh dan memberikan kontribusi besar. Jangan hanya hiburan semata yang lain sumber lainnya banyak seperti mobil mewah, pemerintah harus mempertimbangkan kita menunggu judicial review," ujarnya.
Sementara itu satu di antara pengusaha karaoke di Kota Singkawang mengatakan dalam aturan perda yang lama pun, sebenarnya sudah cukup memberatkan pengusaha. Padahal saat itu pajaknya hanya 25 persen, atau naik 15 persen dibanding aturan perda yang baru.
"Sangat keberangkatan, besar 40 persen persen itu, kemaren 25 persen saja sudah cukup berat," ucap pengusaha yang enggan disebutkan namanya, saat ditemui Tribun Pontianak di Kota Singkawang, Kalimantan Barat, Rabu 17 Januari 2024.
Ia mengatakan, aturan perda yang baru itu adalah Perda Kota Singkawang Nomor 4 tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Gubernur Kalbar Ria Norsan Imbau Massa Aksi Jaga Kondusifitas dan Sampaikan Aspirasi dengan Damai |
![]() |
---|
Situasi Terkini Aksi Damai di Sekitar Bundaran Digulis Untan Pontianak |
![]() |
---|
Unjuk Rasa Sempat Berlanjut di Bundaran Digulis Jumat Malam |
![]() |
---|
Aksi Damai Berlanjut ke Bundaran Digulis |
![]() |
---|
PT Mitra Andalan Sejahtera Bantah Tuduhan FMCI |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.