GM Hotel Garuda Tolak Kenaikan Pajak Hiburan, Dampak Pengunjung Imperium KTV Mulai Sepi

Saat ini kata Patris pihaknya membayar pajak dengan sebesar 30 persen. Angka tersebut ia nilai sudah tinggi, terlebih adanya kenaikan hingga 40 persen

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/FILE
General Manager Hotel Garuda Pontianak, Patris Firtadjaja. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - General Manager Hotel Garuda Pontianak, Patris Firtadjaja menolak kebijakan kenaikan pajak hiburan hingga 40 persen.

Ia mengaku dampak dari kenaikan tersebut kunjungan pelanggan Imperium KTV atau Karaoke Imperium saat ini menurun.

"Sungguh sangat memprihatinkan kalau pajak hiburan dikenakan 40 - 70 persen. Akan mematikan usaha hiburan secara perlahan dan menimbulkan dampak negative pada pekerjaan dan karyawan. Secara umum kami menolak kebijakan kenaikan sampai 40 persen," ujar Patris kepada Tribunpontianak.co.id pada Rabu 17 Juli 2024.

Saat ini kata Patris pihaknya membayar pajak dengan sebesar 30 persen. Angka tersebut ia nilai sudah tinggi, terlebih adanya kenaikan hingga 40 persen.

Tak Semua Pajak Hiburan Naik, Pajak Panti Pijat dan Bioskop Resmi Turun Jadi 10 Persen

"Kena pajak 30 persen sudah tinggi. Malah ditambah sampai 40 persen. Pengusaha tempat hiburan gulung tikar, nyungsep," ujar Patris.

Pemberlakuan pajak 40 persen kata dia juga berdampak pada angka pengangguran yang akan bertambah karena terkena pemutusan hubungan kerja atau PHK atau pengurangan karyawan hiburan. Pada awalnya kata dia pajak hiburan diberlakukan 10 hingga 15 persen lalu mengalami kenaikan 20 persen.

"Itu masih oke tapi terakhir 30 persen, kok sekarang jadi 40 persen. Kalau mau hitung-hitungan ayo. Ini benar-benar mematikan tempat usaha. Kami memiliki sekitar 40-an karyawan pekerja malam atau sektor informal yang tidak membutuhkan keahlian. Namanya hiburan, jangan negatif dulu," ujarnya.

Bahkan ia menilai pemerintah tidak konsisten dimana awalnya SPA termasuk jenis pajak yang ditarif. Namun direvisi kembali oleh menteri sehingga tidak termasuk jenis yang dikenakan pajak hiburan.

"Kita hanya mempertanyakan apa tidak ada cara lain, kontribusi kita besar bahkan kita mendapat nominasi sebagai wajib pajak yang patuh dan memberikan kontribusi besar. Jangan hanya hiburan semata yang lain sumber lainnya banyak seperti mobil mewah pemerintah harus mempertimbangkan kita menunggu yudicial review," ujarnya. (*)

Ikuti Terus Berita Lainnya di Sini

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved