Adventorial
Marjiyah: Bakat Menjadi Bidan Sudah Tertanam Sejak Kecil
Keinginan Marjiyah menjadi bidan tak lepas dari pengalaman masa kecilnya ketika berumur 7 tahun.
Marjiyah: Bakat Menjadi Bidan Sudah Tertanam Sejak Kecil
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Keinginan Marjiyah menjadi bidan tak lepas dari pengalaman masa kecilnya ketika berumur 7 tahun.
Kala itu ditahun 1981, ibunya hendak melahirkan adiknya. Namun tak ada bidan di sekitar rumahnya, bahkan untuk memanggil dukun beranak pun jaraknya cukup jauh.
Ayahnya lalu pergi mencari pertolongan, sementara ia menemani ibunya hingga persalinan terjadi.
Selang beberapa tahun, tepatnya tahun 1985 hal serupa kembali terjadi. Ibunya hendak melahirkan adiknya. Berbekal pengalaman sebelumnya, ia membantu proses persalinan, sementara sang ayah mencari bantuan.
Baca: Wabup Effendi Harap Orangtua Tak Mudah Laporkan Guru ke Polisi
Baca: UBSI Pontianak Hibah Aplikasi Inventory Pada PT Delta Oriental Kapuas
Baca: Jokowi Akui Pertemuan dengan Bos Freeport Seperti Diungkap Sudirman Said, Ketemu Konglomerat Biasa
Baca: Jokowi Akui Pertemuan dengan Bos Freeport Seperti Diungkap Sudirman Said, Ketemu Konglomerat Biasa
Sejak saat itulah ia bertekad untuk menjadi bidan dan menolong orang. Setelah tamat SMP, Marjiyah kecil mengenyam pendidikan di Sekolah Kesehatan (SPK) dan lulus ditahun 1995.
Lalu Marjiyah melanjutkan program D1 dan berhasil lulus. Selesai D1, ia menjadi Pegawai Tidak Tetap (PTT) selama tiga tahun di Desa Mangunan, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, dan melanjutkan studinya mengambil D3 di Poltekkes Surakarta.
Setelah lulus, ia menuju ke Pontianak mengikuti suaminya yang bertugas sebagai anggota TNI. Tahun 2002, ia sempat bekerja di Klinik Sungai Durian, Kubu Raya selama kurang lebih 8 bulan.
Selama menjadi bidan, banyak pengalaman yang sudah ia lalui dalam menangani pasien-pasiennya.
“Saya sangat senang membantu pasien-pasien saya, sudah seperti keluarga sendiri. Mereka pun menganggap saya sudah seperti keluarga, kalau ada acara-acara keluarga biasanya saya diundang dan dikirimin makanan kalau saya berhalangan hadir. Karena ketika mereka datang berkonsultasi, saya selalu menjadi pendengar yang baik dan komunikatif layaknya keluarga sendiri, sehingga mereka menjadi nyaman,” cerita Marjiyah.
Pernah suatu hari ketika subuh, Marjiyah dihubungi salah satu pasiennya yang hendak melahirkan, karena pasien tersebut sedang sendirian dirumahnya dan tidak ada yg menolong. Marjiyah langsung sigap mendatangi ke rumah pasiennya itu dan ternyata pasiennya sudah kesakitan.
“Saya mengira dia baru mulai sakitnya, ternyata sakitnya sudah kuat, saya langsung membawanya ke Polindes dengan menggunakan motor, lalu dijalan air ketubannya pecah dan tidak membawa kain. Akhirnya begitu sampai di Polindes, saya menolong persalinannya sendiri dan tidak ada satu pun keluarga yg mendampingi dan membantu. Saya bungkus bayinya dengan kain selimut seadanya, ketika selesai barulah keluarganya datang. Alhamdulillah ibu dan bayinya selamat,” kenang Murjiyah.
Baca: Kecamatan Meranti Gelar Musrenbang, Ini Yang Disampaikan Kapolsek
Baca: Dosen UBSI Pontianak Beri Pelatihan Penggunaan Sisfo Berbasis Epstein Framework
Baca: Dosen UBSI Kenalkan Sisfo Administrasi Keuangan Pada CV Dimas Mitra Kreasi Pontianak
Pengalaman lainnya yang pernah ia alami adalah ketika Marjiyah pernah dikejar preman hingga hendak dipukul saat membantu persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bengkayang pada tahun 2000-an.
Pagi itu ada seorang pasien yang hendak melahirkan, namun janin dalam posisi melintang sehingga tak bisa dilakukan persalinan secara normal.