Link-Ar Borneo Nilai Gubernur Telah Tunjukan Komitmen Pada Tata Kelola Hutan dan Lahan
Link-AR Borneo sebagai lembaga advokasi dan riset yang bekerja pada sektor lingkungan dan sumber daya alam sangat menyambut baik adanya INPRES
Penulis: Try Juliansyah | Editor: Dhita Mutiasari
Laporan Wartawan Tribunpontianak , Try Juliansyah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Direktur Link-Ar Borneo, Agus Sutomo menilai tata kelola perkebunan sawit khususnya di Kalimantan Barat perlu mendapatkan perhatian khusus oleh pemerintahan baik di tingkat provinsi maupun kabupaten. Hal ini dikarenakan sektor perkebunan kelapa sawit ini adalah salah satu sektor eksploitasi berbasis hutan dan lahan yang paling banyak dan luas sebarannya.
"Terdapat 411 izin usaha perkebunan kelapa sawit dengan luas sekitar lima juta hektar yang tersebar di 13 kabupaten dan kota Provinsi Kalimantan Barat. Sejumlah temuan Link-AR Borneo mulai dari tumbang tindih perkebunan sawit dengan kawasan hutan, kemitraan/plasma yang tidak jelas bagi hasilnya, serta tidak transparannya perusahaan terhadap petani plasma, perkebunan rakyat yang terancam tidak teridentifikasi dan dianggap ilegal serta buruh kebun sawit yang tidak mendapatkan hak-hak normatifnya," ujarnya, Selasa (25/12/2018).
Baca: Link-Ar Borneo Sambut Baik Inpres Moratorium Penundaan Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit
Baca: Bawaslu Kalbar Imbau Perayaan Natal Tak Dijadikan Sarana Kampanye
Link-AR Borneo sebagai lembaga advokasi dan riset yang bekerja pada sektor lingkungan dan sumber daya alam sangat menyambut baik adanya INPRES tentang Moratorium perkebunan sawit dan juga mendukung penuh komitmen Pemerintah Kalimantan Barat untuk menjalankan moratorium perkebunan sawit. Jika menurutnya benar-benar ingin melakukan perbaikan tata kelola hutan dan lahan di sektor perkebunan sawit.
"Namun INPRES Moratorium Sawit ini tidak serta merta diterima tanpa dikaji kembali, karena salah satu poin penting dalam moratorium sawit yang berisikan 12 instruksi itu, memerintahkan instansi Negara di pusat dan daerah untuk mengevaluasi kembali izin pelepasan kawasan hutan dan menunda pembukaan lahan baru untuk komoditas yang berhasil menyumbang ekspor CPO (Crude Palm Oil) sebesar USD 22,97 miliar pada 2017," katanya.
Maka ia berharap pemerintah daerah sebagai pemberi izin perkebunan kelapa sawit dapat menjalankan INPRES Moratorium sawit ini di tingkat daerah.
"Nah apakah kepala Daerah mau melaksanakan INPRES ini dengan tidak menerbitkan izin prinsip, izin lokasi dan izin usaha perkebunan dalam kurun waktu 3 tahun?. Kalimantan Barat saat ini menjadi wilayah terbesar dalam perluasan sektor eksploitasi berbasis hutan dan lahan khususnya di sektor perkebunan sawit akan menjadi lahan basah bari para pengusaha dengan mendekatkan diri dengan pemerintah, sehingga ini dapat menjadi pintu masuk korupsi," ungkapnya.
Oleh karena itu pernyataan Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji menurutnya merupakan awal pemerintah daerah berkomitmen untuk melakukan perbaikan tata kelola hutan dan lahan serta komitmen Gubernur untuk menyisir para pelaku kejahatan lingkungan.
"Hal ini harus segera disambut baik oleh kepala daerah kabupaten dan kota Provinsi Kalimantan Barat. Bagi perusahaan-perusahaan sawit yang melakukan pelanggaran seperti membuka kebun sawit di dalam kawasan hutan, membuka kebun sawit di tanah gambut, dan tidak memperhatikan hak-hak buruh kebun sawit, tidak hanya sekedar dievaluasi dan diberikan saksi administrasi, namun juga harus mendapatkan hukum pidana tegas," tutupnya.