Kisah Warga Sebubus Pejuang Manggrove, Aliyul : Pencaharian Kami Terancam

Anggota DPRD Kabupaten Sambas dengan masyarakat Desa Sebubus, seorang wanita duduk dibangku belakang.

Penulis: Imam Maksum | Editor: Try Juliansyah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/Imam Maksum
HUTAN MANGROVE - Aliyul (33) ibu rumah tangga, warga Dusun Setingga Asin, Desa Sebubus, Kecamatan Paloh, ditemui di kantor DPRD Sambas, Selasa 30 September 2025. Aliyul bilang masyarakat desanya terancam penghasilan dari hasil laut ekosistem manggrove lantaran pembalakan hutan manggrove masih oleh oknum tak bertanggung jawab. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SAMBAS - Warga Desa Sebubus, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, terancam kehilangan penghidupan menyusul aktivitas pembalakan hutan mangrove desa, Selasa 30 September 2025.

Lebih dari 300 hektar hutan mangrove di Desa Sebubus ditebang dan dialihfungsikan demi kepentingan tertentu. Warga kian resah dan meminta aktivitas pembukaan hutan manggrove segera dihentikan.

Di tengah suasana rapat dengar pendapat (RDP) anggota DPRD Kabupaten Sambas dengan masyarakat Desa Sebubus, seorang wanita duduk dibangku belakang.

Dia adalah Aliyul (33) warga Dusun Setingga Asin, Desa Sebubus. Bersama anak laki-lakinya yang masih balita, Aliyul duduk sambil mendengar proses jalannya RDP.

"Kami sangat resah terhadap aktivitas pembabatan hutan mangrove di Desa Sebubus, aktivitas itu terus terjadi, pengadilan masyarakat disana terancam," kata Aliyul.

Aliyul menjelaskan, hutan manggrove Desa Sebubus yang dibabat terletak cukup jauh dari pemukiman warga namun mayoritas warga mencari rezeki di kawasan hutan manggrove sana.

"Letaknya cukup jauh dari rumah, sekitar 1 jam perjalanan menggunakan perahu, tetapi di sanalah masyarakat mencari hasil laut, mencari nafkah," katanya.

Akses menuju ke hutan manggrove hanya dapat dilalui lewat transportasi air. Sampai saat ini tak ada akses menggunakan kendaraan roda dua maupun empat menuju ke sana.

Baca juga: Datangi DPRD Sambas, Warga Sebubus Lantang Tolak Pembabatan Mangrove

Aliyul mengatakan, masyarakat sadar pentingnya menjaga ekosistem manggrove dan melestarikan habitat yang ada di bawahnya.

Aliyul bilang, masyarakat Sebubus sudah lama hidup dari hasil kayu manggrove yang diambil sesuai keperluan. Selain itu kekayaan hasil biota bawah lautnya tempat warga mencari kerang, kepiting, dan tengkuyung.

"Perlu dilindungi karena manggrove untuk masyarakat mencari makan, hasil kayunya bisa digunakan, lalu juga bisa tempat mancing," ujarnya.

Dia menuturkan kalau pembabatan hutan manggrove dibiarkan masyarakat terancam kehilangan mata pencaharian dari hasil ekosistem manggrove.

"Kalau dibabat semuanya hutan manggrove bagaimana lagi masyarakat mau mencari makan," katanya.

Dia menyebutkan, warga Desa Sebubus terbiasa menerima kunjungan keluarga dan tamu sehingga menu andalan yang disajikan masakan hasil biota bawah laut ekosistem manggrove.

"Biasanya warga dari luar Paloh juga berkunjung meminta masakan kepiting, tengkuyung, kerang kepah, jika semua sudah dibabat jadi mencarinya di mana lagi selain di sana," katanya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved