Musisi Pontianak Tanggapi Aturan Kewajiban Membayar Royalti atas Pemutaran Lagu di Ruang Publik

Menanggapi hal ini, Taufan menekankan bahwa pendistribusian royalti harus jelas dan transparan.

Penulis: Anggita Putri | Editor: Try Juliansyah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/Anggita Putri
ISU ROYALTI - Manjakani. Vokalis Manjakani, Muhammad Taufan, mengatakan aturan atau kewajiban membayar royalti sangat membantu band-band kecil atau musisi lokal di daerah. Dan dirinya pun setuju atas aturan tersebut. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Musisi Lokal dari Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), Manjakani, turut menyoroti terkait aturan atau kewajiban membayar royalti atas pemutaran lagu di ruang publik.

Atas aturan ini, Vokalis Manjakani, Muhammad Taufan, mengatakan aturan ini sangat membantu band-band kecil atau musisi lokal di daerah. Dan dirinya pun setuju atas aturan tersebut.

“Aku sangat mendukung keputusan ini. Ini tentu sangat membantu teman-teman musisi, apalagi band lokal seperti di Kalbar ini, pasti mereka akan terbantu,” ujar Taufan.

Sebelumnya, Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menyebutkan wacana pembagian royalti dari program tersebut. Selain didistribusikan kepada musisi, setidaknya 20 persen dari total royalti akan dialokasikan untuk biaya operasional LMKN.

Menanggapi hal ini, Taufan menekankan bahwa pendistribusian royalti harus jelas dan transparan.

Ia sepakat sebagian dana diberikan untuk operasional LMKN, namun menegaskan pentingnya sosialisasi yang merata dan mekanisme distribusi yang terbuka.

“Aku sangat mendukung keputusan ini, tapi sosialisasinya harus jelas, distribusi royaltinya juga harus transparan. Harapannya ini bisa berjalan dengan baik dan tidak ada yang bermain-main, karena kita bicara uang yang sangat besar,” jelasnya.

Taufan mengingatkan bahwa jika program ini tidak dijalankan dengan baik, maka berpotensi menjadi ladang basah untuk penyelewengan dana. 

Baca juga: Hotel Neo Gajah Mada Pontianak Bayar Royalti Musik Sejak 2019, GM Eksan: Sosialisasi Masih Minim

“Ini bakal jadi ladang basah untuk korupsi kalau implementasinya tidak transparan dan tidak jelas. Harapannya mereka bisa menjalankan ini dengan baik dan transparan,” ucapnya.

Hingga kini, kata Taufan, dinas terkait belum melakukan sosialisasi terkait aturan tersebut.

Ia berharap sosialisasi dapat menjangkau seluruh pemilik usaha, seperti kafe dan hotel, agar memahami kewajiban ini.

“Mudah-mudahan ketika sosialisasi terus berjalan, pihak kafe dan hotel bisa mengerti dengan kondisi ini. Karena memang dari dulu hak cipta, hak royalti, dan hak moral sudah diberlakukan, sudah tertulis di Undang-Undang, dan kita baru mau menerapkannya,” tegasnya.

Terkait mekanisme perhitungan royalti, diketahui tarif untuk pemutaran musik di kafe akan dihitung per kursi atau meja, mulai dari Rp60 ribu hingga Rp150 ribu.

Ia menilai penerapan aturan ini akan rumit dari sisi pemantauan, mengingat LMKN berencana melakukan pengawasan secara door to door.

“Menurutku ini bakal rumit kalau pemantauannya door to door, tapi belum tahu juga detail sosialisasinya seperti apa. Besok sepertinya dinas bakal sosialisasi,” ujarnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved