BPS Mencatat Angka Kemiskinan di Kalbar Turun Jadi 6,16 Persen

Ia menjelaskan, sumber data angka kemiskinan berasal dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2025 yang dilakukan dengan

Penulis: Peggy Dania | Editor: Rivaldi Ade Musliadi
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/PEGGY DANIA
WAWANCARA - Kepala BPS Kalbar, Muhammad Saichudin saat diwawancarai mengenai jumlah penduduk miskin yang ada Kalbar, Senin 28 Juli 2025. Menurutnya, jumlah penduduk di Kalbar tahun ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka kemiskinan di Provinsi Kalimantan Barat mengalami penurunan. Per Maret 2025, tingkat kemiskinan Kalbar berada di angka 6,16 persen, menurun dibandingkan periode September 2024 yang tercatat 6,25 persen. 

Jumlah penduduk miskin pada Maret 2025 sebesar 330,95 ribu orang menurun 3,04 ribu orang terhadap september 2024. 

Menurut Kepala BPS Kalbar, Muhammad Saichudin, untuk jumlah kemiskinan yang di Kalbar ini dirilis pada hari Jumat 25 Juli 2025.

“Kemarin hari Jumat, tanggal 25, kita rilis angka kemiskinan baik nasional maupun provinsi nasional oleh BPS RI, untuk provinsi oleh BPS Kalimantan Barat,” ujarnya saat diwawancarai, Senin 28 Juli 2025.

Ia menjelaskan, sumber data angka kemiskinan berasal dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2025 yang dilakukan dengan menanyai langsung rumah tangga terpilih.

BPS Catat Angka Kemiskinan di Kalbar Turun, Gubernur: Investor Masuk, Daya Beli Naik

“Dari data-data yang kita tanyakan di Survei Sosial Ekonomi Nasional itu, kita bisa menghitung berapa pengeluaran rata-rata penduduk. Nah, dari pengeluaran kita konversikan ke garis kemiskinan 2.100 kilokalori untuk makanan, ditambah kebutuhan minimum non-makanan. Itulah diperoleh garis kemiskinan berdasarkan kebutuhan dasar minimum penduduk,” terangnya.

Survei dilakukan terhadap sekitar 8.000 rumah tangga di Kalbar. Setiap rumah tangga ditanya mengenai konsumsi harian mereka lalu disetarakan dengan kebutuhan dasar.

“Yang Maret kemarin itu 8.000 rumah tangga, itu ditanyakan berapa konsumsinya. Kemudian dari konsumsi-konsumsi yang ada itu disetarakan dengan kebutuhan minimum tadi, 2.100 kilokalori, sehingga ketemu garis kemiskinan. Nah, orang yang di bawah garis kemiskinan itu yang dikatakan penduduk miskin,” ujarnya.

Untuk indikator kemiskinan, Saichudin menyebut didekati dari sisi pengeluaran.

“Indikator kemiskinannya adalah didekati dengan pengeluaran. Jadi pengeluaran penduduk, tadi kan saya bilangnya 2.100 kilokalori untuk makanan dan kebutuhan minimum non-makanan. Sehingga dari angka itu dihitung ketemu rupiahnya, yaitu Rp622.882 per kapita per bulan,” jelasnya.

Adapun jenis pengeluaran yang ditanyakan cukup beragam mulai dari kebutuhan pokok makanan hingga keperluan non-makanan.

“Antara lain kebutuhan untuk beras berapa, untuk rokok, daging ayam, telur ayam, terus ikan-ikan tongkol, tuna atau calang, itu kebutuhan makanan. Kemudian gula pasir. Untuk non-makanan itu misalnya perumahan berapa pengeluaran selama sebulan. Untuk bensin, maksudnya untuk Pertamax, Dexlite, atau solar, Pertalite, itu berapa rata-rata sebulan. Kemudian untuk listrik, untuk pendidikan, dan keperluan rumah tangga lainnya, itu ditanyakan ke seluruh sampel itu,” tutupnya. (*)

- Baca Berita Terbaru Lainnya di GOOGLE NEWS
- Dapatkan Berita Viral Via Saluran WhatsApp

!!!Membaca Bagi Pikiran Seperti Olahraga Bagi Tubuh!!!

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved