Hari Anak Nasional 2025, 128 Anak di Kalbar Jadi Korban Kekerasan dan Mayoritas Kasus Seksual

Tahun ini, peringatan mengusung tema “Anak Hebat, Indonesia Kuat Menuju Indonesia Emas 2045.”

Penulis: Anggita Putri | Editor: Jamadin
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/Istimewa
BERI KETERANGAN - Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Provinsi Kalimantan Barat Herkulana Mekarryani menjelaskan terkait kasus yang melibatkan anak. Menurut dia, anak-anak harus merasa aman baik di rumah maupun di sekolah. Itulah yang terus kami perjuangkan, 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK – Hari Anak Nasional yang diperingati setiap tanggal 23 Juli menjadi momentum penting untuk merefleksikan kondisi perlindungan anak di Indonesia, termasuk di Kalimantan Barat.

Tahun ini, peringatan mengusung tema “Anak Hebat, Indonesia Kuat Menuju Indonesia Emas 2045.”

Namun di balik semangat tersebut, masih terselip persoalan serius yang dihadapi anak-anak, yakni tingginya angka kekerasan. 

Berdasarkan data dari Aplikasi Simfoni PPA, sepanjang Januari hingga Juni 2025, tercatat sebanyak 128 anak menjadi korban kekerasan di Kalimantan Barat, yang tersebar di 14 kabupaten/kota.

Dari jumlah tersebut, kekerasan seksual menjadi yang paling dominan, dengan 94 kasus atau sekitar 73 persen dari total.

Disusul kekerasan fisik 11 kasus, kekerasan psikis 2 kasus, eksploitasi anak 5 kasus dan perdagangan anak atau trafficking 2 kasus. Tidak ditemukan laporan kasus penelantaran anak dalam periode ini.

Kabupaten dengan jumlah kasus tertinggi adalah Sambas (23 kasus), diikuti Ketapang dan Bengkayang (masing-masing 16 kasus), Kubu Raya (15 kasus), serta Mempawah (12 kasus). Sementara Kayong Utara dan Melawi tercatat nol kasus.

Dilihat dari usia korban, anak usia 13–17 tahun paling rentan, yakni mencapai 91 korban, disusul usia 6–12 tahun sebanyak 30 anak, dan usia di bawah 6 tahun sebanyak 24 anak.

 

Baca juga: Hari Anak Nasional 2025, Rita Hastarita Tekankan Pentingnya Lingkungan Sekolah yang Aman

 

Yang mengkhawatirkan, lokasi kejadian terbanyak justru berada di lingkungan rumah tangga, sebanyak 68 kasus, disusul lingkungan sekolah (43 kasus), tempat umum (14 kasus), dan tempat kerja (2 kasus). Sementara di lembaga pendidikan nonformal tidak tercatat adanya kasus.

Kondisi ini menandakan bahwa anak masih sangat rentan mengalami kekerasan di lingkungan terdekat, baik di rumah maupun sekolah. 

Pemerhati anak dan berbagai lembaga diharapkan meningkatkan peran dalam pencegahan serta pendampingan terhadap anak-anak yang menjadi korban.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Provinsi Kalbar, Herkulana Mekarryani, menegaskan pihaknya telah mengintensifkan langkah-langkah pencegahan dan penanganan secara komprehensif.

“Pendekatan kami tidak hanya kuratif, tetapi juga preventif. Anak-anak harus merasa aman baik di rumah maupun di sekolah. Itulah yang terus kami perjuangkan,” ujar Herkulana.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved