Berita Viral

Guru Mundur Massal dari Sekolah Swasta Elite di Bekasi, Dipaksa Kerja di Luar Jobdesk

Alih-alih fokus mengajar, mereka mengaku kerap ditugaskan sebagai asisten rumah tangga hingga kurir pribadi oleh pihak yayasan.

Wartakotalive.com/ Rendy Rutama
GURU SEKOLAH MUNDUR - Seluruh guru di sekolah swasta mewah atau sekolah elite yang diduga bodong di Jalan Baru Perjuangan, RT 04 RW 11, Marga Mulya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi melakukan resign atau berhenti kerja massal. Alih-alih fokus mengajar, mereka mengaku kerap ditugaskan sebagai asisten rumah tangga hingga kurir pribadi oleh pihak yayasan. 

Sekolah Tiba-tiba Tutup, Bagaimana Reaksi Wali Murid?

Menurut Nurhaliza, dirinya diminta membawa anaknya untuk mengikuti ujian susulan pada Senin (16/6/2025) karena sebelumnya sempat sakit. 

Namun, sesampainya di sekolah, gerbang sudah digembok. “Saya kecewa karena tidak ada informasi apa pun, padahal anak saya sudah siap ujian,” ucapnya.

Nurhaliza juga merasa tertipu dengan janji fasilitas konseling dari psikolog yang tak pernah terwujud. 

Padahal, fasilitas tersebut masuk dalam biaya paket pendidikan senilai Rp5,5 juta. “Saya sudah bayar, tapi sampai sekolah tutup tidak pernah ada konseling psikologis,” katanya.

Tak hanya itu, ia juga menyebut masih ada uang pangkal senilai Rp7,3 juta yang telah dibayarkan dan belum dikembalikan. 

“Saya harap pihak sekolah bertanggung jawab,” tegasnya.

Bagaimana Nasib Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah Ini?

Kekecewaan mendalam juga disampaikan Benny Sugeng Waluyo (42), orang tua dari anak berkebutuhan khusus (ABK) yang juga bersekolah di lembaga tersebut. 

Ia mengaku tertarik menyekolahkan anaknya karena dijanjikan program inklusi lengkap dengan psikolog dan pendamping khusus.

Namun, janji itu tidak terpenuhi. “Selama anak kami sekolah di sini, realisasi itu tidak ada. 

Tidak ada pendamping di kelas, padahal kami sudah bayar tambahan Rp1 juta per tiga bulan,” ungkap Sugeng.

Sudah Bayar, Tapi Fasilitas Tak Ada?

Sugeng menilai ketidakhadiran pendamping sebagai bentuk pengingkaran terhadap hak anak berkebutuhan khusus. 

“Seharusnya ada dua orang di kelas, guru dan pendamping. Kenyataannya, hanya satu guru tanpa pendamping,” jelasnya.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved