Film Pendek Nuansa Idul Fitri Garapan Pemuda Sambas Karya Komunitas Genah Creator Production
“Film lentera rindu hari raya adalah flim pertama saya, dimana sebelumnya saya belum pernah terlibat langsung dalam proses syuting film,” ujar Wiwin m
Laporan Wartawati Tribun Pontianak, Peggy Dania
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SAMBAS - Komunitas Genah Creator Production (GCP) kembali merilis karya terbaru mereka bertajuk Lentera Rindu Hari Raya sebuah film pendek berdurasi 30 menit yang mengangkat nuansa lebaran dan budaya lokal masyarakat Sambas.
Film ini menjadi istimewa karena melibatkan aktor-aktor daerah salah satunya Wiwin, aktris asal Desa Sabaran, Kecamatan Jawai Selatan.
Wiwin memerankan tokoh “Uwan Ani” seorang nenek yang merawat cucunya, Tengku, karena orang tuanya merantau ke luar negeri.
“Film lentera rindu hari raya adalah flim pertama saya, dimana sebelumnya saya belum pernah terlibat langsung dalam proses syuting film,” ujar Wiwin melalui pesan WhatsApp, Jumat 11 April 2025.
Ia mengaku harus ekstra dalam mendalami karakter yang sangat berbeda dari dirinya sehari-hari. Meski demikian, ia merasa bangga bisa ambil bagian dalam film yang tidak hanya menyoroti suasana lebaran tapi juga isu sosial yang dekat dengan masyarakat Sambas.
• FAKTA Baru Pembunuhan Wanita Paruh Baya di Pemangkat Sambas, Identitas Pelaku Tidak Terduga
“Adegan paling berkesan itu waktu saya terima telepon dari ayah Tengku, yang bilang tidak bisa pulang kampung. Sampai sekarang masih terngiang-ngiang adegan itu,” kata Wiwin.
Menurut Wiwin, cerita ini sangat relevan dengan kondisi di kampung halamannya di mana banyak orang tua harus membesarkan cucu karena anak-anak mereka bekerja di Malaysia dan jarang pulang.
Sutradara film Lentera Rindu Hari Raya, Kim Ma Yong atau akrab disapa Ma Yong, menjelaskan bahwa ide cerita datang dari kerinduan akan momen sederhana saat lebaran serta realita di masyarakat yang kerap ia lihat dan dengar langsung.
“Saya pernah dengar cerita dari teman, dari keluarga dan melihat sendiri anak-anak yang dibesarkan oleh kakek dan neneknya. Dari situ muncul keinginan untuk menangkap rasa rindu yang mungkin banyak dirasakan perantau,” kata Ma Yong.
Ma Yong tidak hanya menjadi sutradara tetapi juga penulis kameramen dan editor dalam proyek ini.
Ia menyebut proses produksi dimulai sejak akhir 2024 dengan penulisan naskah dan riset lokasi.
Syuting berlangsung selama dua bulan dengan total 18 hari pengambilan gambar di beberapa titik seperti Taman Wisata Bahari Jawai Selatan, Pemangkat, dan PLBN Aruk.
“Proses syuting banyak tantangannya, terutama karena cuaca hujan dan keterbatasan biaya. Bahkan sempat merusak mental tim,” ujar Ma Yong.
Dalam proses pemilihan pemain Ma Yong lebih memilih pendekatan personal ketimbang formal seperti casting.
6 Peristiwa Terpopuler Kalbar! Kronologi Oknum TNI Pukul Ojol di Pontianak, Marak DBD di Singkawang |
![]() |
---|
4 Bahasa Paling Banyak Digunakan di Ketapang Lengkap dengan Ciri Khas dan Fungsinya di Masyarakat |
![]() |
---|
Bidhumas Polda Kalbar Gelar Silaturahmi Bersama Peserta UKW, Perkuat Sinergi Polri dan Pers |
![]() |
---|
Kapolres Ketapang Hadiri Tabligh Akbar Peringatan Maulid Nabi di Pondok Pesantren Hidayaturrahman |
![]() |
---|
Personel Polres Kayong Utara Lakukan Pengamanan Grasstrack Hari Kedua di Pantai Pulau Datok |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.