Berita Viral
RESMI Berubah Daftar Barang dan Jasa Terdampak Kenaikan PPN 12 Persen Per 1 Januari 2025
Resmi berubah daftar barang dan jasa terdampak kenaikan PPN 12 persen per 1 Januari 2025 selengkapnya cek disini.
4. Kenaikan PPN tak menambah pendapatan pajak
Bhima menambahkan, kenaikan PPN 12 persen tidak akan berkontribusi banyak terhadap penerimaan pajak.
"Hal itu terjadi karena efek pelemahan konsumsi masyarakat, omset pelaku usaha akan mempengaruhi penerimaan pajak lain, seperti PPh badan, PPh 21, dan bea cukai,” ungkapnya
5. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga negatif
Sementara itu, Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda dampak kenaikan tarif PPN per 2025 justru akan membuat pertumbuhan konsumsi rumah tangga menjadi negatif.
"Ketika tarif PPN di angka 10 persen, pertumbuhan konsumsi rumah tangga berada di angka 5 persen-an. Setelah tarif meningkat menjadi 11 persen terjadi perlambatan dari 4,9 persen (2022) menjadi 4,8 persen (2023). Diprediksi tahun 2024 semakin melambat,” kata Huda, masih dari sumber yang sama.
Secara penerimaan negara, Huda melanjutkan, kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen juga tidak akan memberikan kontribusi yang signifikan.
Namun, dampak psikologisnya terhadap daya beli masyarakat dan dunia usaha justru berpotensi lebih besar.
Data pertumbuhan pengeluaran konsumen untuk Fast-Moving Consumer Goods (FMCG) yang hanya naik 1,1 persen.
Hal ini menunjukkan daya beli masyarakat masih lemah.
Terakhir, Huda menyampaikan, kenaikan tarif PPN 12 persen hanya akan memperburuk situasi, terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah yang sudah kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kenaikan PPN 12 persen tak sebanding dengan UMP 2025
Menurut Bhima, kenaikan PPN menjadi 12 persen tidak sepadan dengan kenaikan upah minimum provinsi atau UMP 2025 yang sudah diumumkan seluruh gubernur di Indonesia pada Kamis 11 Desember 2024.
"Tidak sebanding. Dampak kenaikan PPN 12 persen lebih besar ke pelemahan daya beli dibanding stimulus ekonomi yang sifatnya parsial dan temporer," terangnya.
Bahkan, Bhima menilai, kebijakan insentif pajak yang diberikan pemerintah di tengah kenaikan tarif PPN tahun depan juga hanya berorientasi untuk jangka pendek dan tidak menawarkan kebaruan karena hanya mengulang insentif yang sudah ada.
"PPN perumahan DTP, PPN kendaraan listrik dan PPh final UMKM 0,5 persen sudah ada sebelumnya. Bentuk bantuan juga bersifat temporer seperti diskon listrik dan bantuan beras 10 kg yang hanya berlaku 2 bulan," kata dia.
Sebaliknya, efek negatif kenaikan tarif PPN 12 persen berdampak jangka panjang.
Di samping itu, pemberian insentif PPN DTP 3 persen persen untuk kendaraan Hybrid justru semakin membuat kontradiksi berupa keberpihakan pemerintah terhadap kelompok masyarakat menengah ke atas.
• RESMI Aturan Baru PPN 12 Persen Terbit Pekan Depan, Ini Bocoran Tarif Lengkap Produk Barang dan Jasa
Sebaliknya, kelas menengah diminta membeli mobil Hybrid di saat ekonomi melambat.
"Harga mobil Hybrid pastinya mahal, dan ini cuma membuat konsumen mobil listrik EV yang notabene kelompok menengah atas beralih ke mobil Hybrid yang pakai BBM. Bagaimana bisa ini disebut keberpihakan pajak?” kata Bhima.
- Baca Berita Terbaru Lainnya di GOOGLE NEWS
- Dapatkan Berita Viral Via Saluran WhatsApp
!!!Membaca Bagi Pikiran Seperti Olahraga Bagi Tubuh!!!
DAFTAR Kasus Keracunan Makan Bergizi Gratis di Sejumlah Daerah Indonesia Hingga Bangun Tenda Darurat |
![]() |
---|
DIBUKA Lowongan Kerja BPJS Kesehatan Terbaru 2025 Lengkap Syarat dan Wilayah Penempatan |
![]() |
---|
Resmi Berlaku Skema Baru SPBU Swasta Mulai Jual BBM Pertamina Per 1 Oktober 2025 |
![]() |
---|
RESMI Gaji ASN Naik Mulai Oktober 2025 Lengkap Nominal Semua Golongan PNS TNI Polri dan Pensiunan |
![]() |
---|
Solusi BBM Langka di SPBU Swasta, Pemerintah Tawar Pasokan dari Kilang Minyak Pertamina |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.