Warga Singkawang Jadi Korban TPPO ke Myanmar, Diminta 10 Ribu Dollar untuk Memulangkan Korban

Selama di bekerja ia mengungkapkan bahwa suaminya jarang menghubungi keluarga, lantaran tidak mendapatkan akses dan dilarang oleh perusahaan.

Penulis: Ferryanto | Editor: Try Juliansyah
ISTIMEWA
ilustrasi Tindak Pidana Perdagangan Orang 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Seorang warga Kota Singkawang bernama TA diduga menjadi korban sindikat perdagangan orang dan kini dipekerjaan di Myanmar secara paksa.

TA diduga dipaksa oleh perusahaan penipuan online di Myanmar untuk bekerja sebagai pelaku Scaming Online, dengan perlakuan tidak manusiawi.

Ketika ditemui awak media kamis,  26 September 2024, SV istri korban mengungkapkan bahwa semula suaminya berangkat ke Thailand pada akhir April 2023 lalu.

Saat itu, TA berangkat ke Thailand atas tawaran teman lamanya di Kota Singkawang bernama AH, dimana ia dijanjikan oleh temannya akan mendapat gaji hingga 8 juta per bulan.

Karena tawaran gaji yang tinggi itu, dan ia juga mengenal AH dengan baik karena pernah menjadi rekan kerja, TA lantas mengundurkan diri dari pekerjaannya di Kota Singkawang dan berangkat ke Thailand, setelah sebelumnya membuat paspor pelancong.

Baca juga: Ciptakan Kamtibmas Kondusif di Kota Singkawang, Petugas Sampaikan Imbauan Pilkada Damai kepada Warga

Taslim berangkat ke Thailand pertama melalui jalur darat, dari Singkawang menuju Aruk Sambas.

Lalu, masuk wilayah Malaysia, dari Bandara Kuching, ia lalu terbang ke Kuala Lumpur, dari Kuala Lumpur lantas Korban melanjutkan penerbangan ke Bangkok.

Semula, TA diberikan biaya untuk keberangkatan ke Thailand, dan seluruh biaya ditanggung oleh temannya bernama Ahong.

Namun, setibanya di Thailand, TA lantas diminta mengganti seluruh biaya yang telah dikeluarkan.

Setelah itu, TA diarahkan untuk pergi ke daerah perbatasan Thailand untuk bekerja menjadi Scammer Online.

"Disana ternyata dipekerjaan jadi Scaming Online, itu ketahuan keluarga saat dia (Taslim) tanggal 3 Mei 2023," ungkap Selviana.

Setiap harinya, Taslim harus mendapatkan Korban hingga 100 orang, bila tidak memenuhi target, maka ia akan mendapat hukuman mulai di pukul, hingga di sertrum .

Selama di bekerja ia mengungkapkan bahwa suaminya jarang menghubungi keluarga, lantaran tidak mendapatkan akses dan dilarang oleh perusahaan.

"Dia tidak dikasi handphone, aksesnya juga terbatas, tidak boleh keluar," ujarnya.

Hingga saat ini keluarga masih belum mendapatkan kabar terkini terkait kondisi Taslim, karena pihak keluarga terakhir mendapat kabar dari Taslim beberapa bulan lalu.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved