Soal Pendangkalan Muara di Sungai Kapuas, Ini Saran Pengusaha Pelayaran
Dampak dari pendangkalan, kapal ukuran beser seperti Kapal Pelni sering kandas saat akan masuk ke Pelabuhan Dwikora, Kota Pontianak.
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Pendangkalan terjadi di kawasan muara Sungai Kapuas yang merupakan pintu masuk alur pelayaran. Sejumlah pelaku usaha pelayaran mengemukakan selayaknya alur pelayaran kawasan muara Sungai Kapuas dilakukan pengerukan setiap tahun.
Dampak dari pendangkalan, kapal ukuran beser seperti Kapal Pelni sering kandas saat akan masuk ke Pelabuhan Dwikora, Kota Pontianak. Hal lainnya, daya tampung sungai terhadap air berkurang, sehingga memicu banjir saat hujan.
Menurut Sekjen Indonesia Dredging and Reclamation Association, red (IDRA), yang juga Direktur PT Soga Teknik Utama, Bambang Sulistiyo menyampaikan kawasan muara Sungai Kapuas merupakan wilayah yang sangat cepat mengalami pendangkalan. Hal ini diakibatkan sedimentasi. Untuk mengatasinya maka ada baiknya dilakukan pengerukan setiap tahun.
Banyaknya material tanah yang terbawa arus karena berbagai faktor membuat pendangkalan di kawasan muara Kapuas lebih cepat terjadi.
Menurut Bambang Sulistiyo, alur pelayaran ideal di Sungai Kapuas mulai dari muara hingga ke pelabuhan Pontianak memiliki kedalaman 6 meter dengan lebar 80 meter.
"Mengingat ukuran-ukuran kapal yang masuk, misal kapal-kapal Pelni, idealnya kedalaman di pelabuhan dan alur pelayaran pelabuhan Pontianak minimal 6 meter LLWS dan lebar alur minimal 80 meter," terangnya.
• Pengamat Sebut Penyebab Banjir Tidak Pernah Tunggal, Pendangkalan Sungai Hanya Salah Satunya
Bambang menceritakan bahwa pihaknya pernah mengerjakan proyek pengerukan alur pelayaran di Sungai Kapuas pada tahun 2019.
Pihaknya melakukan pengerukan alur pelayaran mulai kawasan Pelabuhan Dwikora hingga buoy 9 atau Jungkat yang merupakan ujung alur pelayaran Pelabuhan Dwikora Pontianak.
Saat itu, Bambang Sulistiyo mengerjakan pengerukan untuk kedalaman 4,5 meter dengan lebar 60 meter. Untuk pengerukan tersebut dihitung dari saat sungai mengalami titik surut terendah LLWS atau lowes low water spring.
Proses pengerukan sungai dikatakannya memiliki beberapa metode. Di antaranya metode grab dredger dan TSHD (trailing suction hopper dredger, red), dan khusus Sungai Kapuas yang memiliki dasar lumpur digunakan metode grab dredger.
Dengan menggunakan kapal yang memiliki sejenis craine dengan bagian depan memiliki alat pengeruk, lumpur dari dasar sungai diangkat.
"Kalau dasar nya tanah lempung, tidak bisa menggunakan metode penyedotan, bisanya menggunakan metode grab dreger," ujarnya.
Selama 4 bulan mengerjakan proses pengerukan, ia menyampaikan banyaknya material tanah yang terbawa arus membuat proses pengerukan terkendala.
"Kendalanya adalah sedimentasi yang tinggi di Sungai Kapuas. Jadi bila metodenya tidak tepat, akan lebih lama proses pengerukan, juga traffic kapal di pelabuhan pontianak," ujarnya.
• Sungai Kapuas Cepat Dangkal Karena Sedimentasi, Sekjen IDRA Paparkan Pengalaman Pengerukan
Tambang Ilegal
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.