Alasan MK Tolak Legalkan Nikah Beda Agama Lengkap dengan Landasan Hukum
pilihan untuk memeluk agama dan kepercayaannya tetap menjadi hak masing-masing orang untuk memilih
Berlakunya ketentuan pasal 2 ayat (1) bukan berarti menghambat ataupun menghalangi kebebasan setiap orang untuk memilih agama dan kepercayaannya. Kaidah pengaturan norma Pasal 2 ayat (1) adalah perihal perkawinan yang sah menurut agama dan kepercayaan, bukan mengenai memilih agama dan kepercayaan.
Pilihan untuk memeluk agama dan kepercayaannya tetaplah menjadi hak masing-masing orang untuk memilih, menganut dan menyakininya sebagaimana dijamin oleh Pasal 29 ayat (2) UUD 1945.
Pasal 34 UU 23/2006 menegaskan setiap warga negara yang telah melangsungkan perkawinan yang sah menurut peraturan perundang-undangan berhak mencatatkan perkawinannya pada kantor catatan sipil bagi pasangan non Islam dan KUA bagi pasangan beragama Islam.
Jaminan pencatatan perkawinan bagi setiap warga negara juga dapat dilakukan terhadap perkawinan yang ditetapkan oleh peradilan. Meskipun dalam penjelasannya dijelaskan perkawinan yang ditetapkan pengadilan adalah perkawinan yang dilakukan antar umat yang berbeda agama, menurut Mahkamah bukan berarti negara mengakui perkawinan beda agama.
Karena negara atau organisasi dalam hal ini mengikuti penafsiran yang telah dilakukan oleh lembaga atau organisasi keagamaan yang memiliki otoritas mengeluarkan penafsiran. Dalam hal terjadi perbedaan penafsiran maka lembaga atau organisasi keagamaan dari individu tersebut yang berwenang menyelesaikannya.
Sebagai peristiwa kependudukan, kepentingan negara in casu pemerintah adalah mencatat sebagaimana mestinya perubahan status kependudukan seseorang sehingga mendapatkan perlindungan, pengakuan, status pribadi dan status hukum atas setiap peristiwa kependudukan tersebut termasuk dalam hal ini pencatatan perkawinan yang dilakukan melalui penetapan oleh pengadilan.
Mahkamah menilai ketentuan tersebut harus dipahami sebagai pengaturan di bidang administratif kependudukan oleh negara karena perihal keabsahan perkawinan adalah tetap harus merujuk pada norma Pasal 2 ayat (1) UU 1/1974 yaitu perkawinan yang sah adalah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya.
Pengaturan pelaksanaan pencatatan perkawinan di atas menunjukkan tidak ada persoalan konstitusionalitas Pasal 2 ayat (2) UU 1/1974 bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan.
Justru sebaliknya dengan adanya pengaturan pencatatan perkawinan bagi setiap warga negara yang melangsungkan perkawinan secara sah menunjukkan bahwa negara berperan dan berfungsi memberikan jaminan perlindungan, pemajuan, penegakkan dan pemenuhan hak asasi manusia yang merupakan tangungjawab negara dan harus dilakukan dengan prinsip peraturan perundang-undangan sebagaimana dijamin dalam Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD 1945.
Perubahan UU Perkawinan
Dua Hakim Konstitusi yaitu Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Hakim konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh memiliki alasan yang berbeda putusan perkara pengujian UU Perkawinan ini. Menurut Suhartoyo, dalam konteks penegakan UU Perkawinan, fenomena perkawinan beda agama tersebut di atas seolah-olah terjadi karena “kurang atensinya” negara yang tidak mengakui dan menganggap “tidak sah secara agama” terhadap perkawinan beda agama karena legalisasi perkawinan menurut hukum sipil hanyalah berupa pencatatan administrasi.
Oleh karena itu, adanya bentuk ketidakpastian hukum demikian seyogyanya negara hadir untuk menyelesaikan permasalahan terkait melalui adanya pembangunan atau perubahan UU Perkawinan yang pada saat diterbitkannya pada tahun 1974 tentu kondisi sosial dan dinamika kehidupan masyarakat belum sekompleks saat ini.
Terlebih pada perubahan UU Perkawinan dalam UU Nomor 16 Tahun 2019 hanyalah mengubah norma mengenai batas usia kawin sebagaimana implikasi dari putusan MK Nomor 22/PUU-XV/2017.
Dengan demikian, sambung Suhartoyo, perkawinan beda agama negara perlu mempertimbangkan agar kiranya pada masa yang akan datang jika akan dilakukan revisi terhadap UU Perkawinan dimaksud, memberikan atensi penyelesaian secara komprehensif baik secara jalan keluar atas keabsahan dari hukum agama/kepercayaannya, maupun dalam hal mengakomodir akibat hukum pencatatnnya.
Adapun substansi perubahan dimaksud tentu dengan menyesuaikan dinamika sosial dan hal-hal lain terkait yang terjadi dalam kehidupan masyarakat dengan tentunya menyeimbangkan kebebasan beragama di satu sisi dan mengakomodir fenomena perkawinan beda agama dan tata cara pencatatannya secara bijak pada satu sisi yang lain.
Sebab, sejatinya saat ini terjadi secara faktual akibat hukum perkawinan beda agama adalah sekedar pengakuan oleh negara secara administrasi saja.
“Saya berpendapat lebih tepat bagi Mahkamah untuk mengembalikan kepada pembentuk UU yang memiliki kewenangan untuk melakukan perubahan UU Perkawinan tersebut jika memang akan dilakukan perubahan. Sehingga permasalahan perkawinan beda agama dapat terselesaikan dari akar masalahnya (root cause), tidak hanya selesai dalam ranah pencatatan administrasi tetapi juga diperoleh jalan tengah yang bijak dengan tetap mengedepankan pemenuhan hak-hak warga negara untuk mempunyai kebebasan memeluk agama dan kepercayaannya dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya masing-masing,” kata Suhartoyo.
Sementara Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menegaskan, lembaga yang tepat mengatur ini adalah lembaga pembentuk undang-undang yaitu DPR dan Presiden/Pemerintah.
“Kedua lembaga tersebut memili perangkat dan sumber daya yang lebih banyak daripada lembaga peradilan seperti MK terutama perangkat dan sumber daya dalam menyerap berbagai aspirasi masyarakat begitu juga kemampuan dalam melakukan riset yang mendalam dengan melibatkan berbagai macam dispiln keilmuan dalam menyiapkan naskah akademik. (*)
Cek Berita dan Artikel Mudah Diakses di Google News
Film Keadilan The Verdict Tayang 2025, Kolaborasi Korea-Indonesia yang Mengguncang |
![]() |
---|
Siswa SMK Koma 3 Hari Akibat Lemparan Helm Polisi, Polda Banten Janji Transparan 2025 |
![]() |
---|
Erin Taulany Pertahankan Rumah Tangga, Curiga Gugatan Cerai Bukan Keinginan Andre Taulany |
![]() |
---|
Yakin Nikah 2025, Film Romantis Penuh Dilema Cinta dan Tawa |
![]() |
---|
VIRAL Nampan Besi MBG Mengandung Minyak Babi Simak Bantahan Istana dan Tanggapan Menteri Agama RI |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.