Kisah Sekda Harisson Merantau ke Kalbar Tahun 1994, Pilih Naik Kapal Karena Tak Punya Uang
dr Harisson adalah anak sulung dari lima bersaudara yang berasal dari Palembang, Sumtera Selatan.
Penulis: Anggita Putri | Editor: Jamadin
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - dr Harisson Azroi pada Jumat 14 Januari 2022 diambil sumpah dan dilantik menjadi Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama atau Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Kalbar oleh Gubernur Sutarmidji di Ruang Balai Petitih Kantor Gubernur Kalbar.
Seperti diketahui nama Harisson satu diantara tiga nama yang telah lolos seleksi calon Sekda Provinsi Kalbar. Adapun dua nama lainnya yakni Syarif Kamaruzzaman dan Ignatius IK.
Harisson sendiri diketahui sejak 2020 awal memang konsen menangani pandemi Covid-19 di Kalimantan Barat.
Hari terakhir menjabat sebagai Kadiskes Provinsi Kalbar, Harisson sempat berbagi kisah tentang bagaimana Perjalanan karirnya sejak memutuskan merantau ke Kalbar.
dr Harisson adalah anak sulung dari lima bersaudara yang berasal dari Palembang, Sumtera Selatan.
• Stok Vaksin di Kalbar 845.472 Dosis. Harisson : Booster Lansia Usia 60 Tahun ke Atas Sudah Dimulai
Riwayat pendidikan Harisson yakni merupakan alumnus SMA Xaverius 1 Palembang lulus pada 1985.
Kemudian melanjutkan studi di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya dan lulus pada 1992, dan menyelesaikan S2 Kedokteran di Universitas UGM pada tahun 2006.
Sejak lulus S1 Kedokteran tahun 1992. Kemudian kerja di Klinik rumah sakit Tanggerang.
Saat itu, ia bertemu dengan teman yang merupakan pengusaha kelapa sawit dan diminta untuk menjadi dokter di kebunnya di Meliau Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalbar.
Ia pun menerima tawaran tersebut dan memutuskan berangkat merantau ke Kalbar sejak tahun 1994.
Alasannya menerima tawaran tersebut, karena pada waktu itu tidak ada dokter pada perusahan tersebut.
“Saya ke Kalimantan Barat saat itu menggunakan kapal karena tidak memiliki uang yang cukup,”ujar Harisson saat ditemyi di Ruang Kerjanya di hari terakhir menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar, Kamis 13 Januari 2022.
Setelah bekerja selama dua tahun di perusahaan tersebut, ia pun melamar sebagai PTT. Sebab dikatakannya dulu seorang dokter itu harus melaksanakan wajib kerja sarjana.
“Jadi saya melamar PTT pada 1995 dan saat itu ditempatkan di Puskesmas Teluk Batang. Waktu itu karena dokter masih sedikit jadi wilayah kerja puskesmas tersebut yakni Kecamatan Teluk Melano, Kecamatan Simpang Hilir dan Kecamatan Seponti,”jelasnya.
Kemudian setelah 3 tahun PTT, Harisson menjadi dokter teladan dua tingkat Provinsi Kalbar, dan urutan Teladan nomor satu saat itu Handanu yakni Kadiskes Kota Pontianak.
“Kemudian dokter teladan saat itu dijadikan pegawai negeri pada 1998. Pak Handanu saat itu sudah pegawai negeri, saya masih PTT. Karena Pak Handanu sudah pegawai negeri nilainya tinggi jadi saya teladan dua,” jelasnya.
Saat menjadi pegawai negeri tempat tugas pertamanya yakni di Kabupaten Kapuas Hulu pada tahun 1998.
"Saya masuk ke Kapuas Hulu pada 1998 ditempatkan di Rumah Sakit dr. A. Diponegoro Putusibau selama dua tahun hingga 2000,” ungkapnya.
Kemudian sejak 2000 hingga 2001, Harisson bertugas di Puskesmas Bunut Hilir Kapuas Hulu.
Dari 2001 hingga 2003 dipindahkan ke puskemas Semitau. Dari puskemas Semitau 2003 hingga 2006 menjadi dokter di Puskesmas Kedamin.
“Lalu di tahun 2006 hingga 2010 saya diangkat menjadi Direktur RSUD A. Diponegoro Kapuas Hulu. Lalu pada 2010 hingga 2019 saya menjabat sebagai Kadiskes Kapuas Hulu. Lanjut di 2019 hingga sekarang saya Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar,” ujarnya.
• Dinas Kesehatan Kalbar Distribusikan Handsanitizer dan Vitamin ke Sekolah
Harisson menceritakan waktu dulu saat berdinas di Puskesmas Kedamin Kapuas Hulu yang mana wilayah kerjanya mencapai Tanjung Rokan yang merupakan daerah perhuluan dan harus melewati arung jeram untuk sampai ditempat tugas .
“Jika kita pergi pagi jam 6. Maka akan sampai ke daerah tersebut pada jam 4 sore. Tetapi itu kalau tidak singgah. Namun saya singgah disepanjang jalan untuk memberikan pelayanan kesehatan,”ujarny.
Harisson menanamkan didalam dirinya menjadi seorang dokter untuk terus melayani masyarakat dan jangan pernah salah perhitungan.
“Dulu untuk sampai tempat tugas saya menggunakan perahu panjang untuk mengarungi arung jeram, tidak bisa menggunakan fiber. Jadi kita harus membawa peralatan sendiri seperti kompor dan lainnya,” ungkapnya.
Dikatakannya sempat waktu dulu tengah mengarungi sungai untuk sampai ke tempat tugas tapi salah perhitungan waktu bersama stafnya saat itu yang mengatakan masih bisa dilanjutkan perjalanan ke Tanjung Rokan.
“Kami saat itu dari desa beringin. Lalu staf saya bilang masih bisa lanjut ke Tanjung Rokan, tidak tahunya hujan dan gelap lalu mesin mati. Itu ditengah sungai walaupun dangkal akan tetapi arusnya deras karena daerah perhuluan. Terpaksa kita turun dari perahu mencari tempat langkau (Pondok kecil),” ujarnya.
Pilihan saat itu yakni memutuskan untuk menginap di langkau tersebut dengan kondisi yang banyak nyamuk dan yang paling ditakutkan adalah binatang.
Tak hanya itu saja, sempat menjadi dokter terbang ke Ketapang saat itu dengan transportasi menuju ketapang naik pesawat baling-baling bersama pilot ke daerah Beginci.
“Pada pesawat tersebut membawa obat-obatan, bahan makanan dan lainya. Dari situ kita dilepas disuruh memberikan pelayanan di situ. Malah setelah itu pesawat tersebut tidak menjemput,” jelasnya.
Lalu ia mencari daerah adat dan ada gereja, rumah warga yang pada kondisi saat itu alat komunikasi yang ada hanya ada radio untuk berkomunikasi, namun tidak tau ternyata itu frekuensi yang digunakan oleh pilot untuk berkomunikasi.
“Saya meminta tolong tidak tahunya itu frekuensi pilot untuk berkomunikasi. Jadi mereka marah dan bilang jangan di ganggu, sementara kita ingin memberi tahu agar bisa dijemput. Akhirnya mereka memberi tahu pesawat misi untuk bisa menjemput akan tetapi mereka meminta untuk frekuensi mereka tidak diganggu,”jelasnya.
Akhirnya saat itu pilihan didepan mata adalah pulang jalan kaki dan melanjutkan perjalanan dan meminta pertolongan penduduk sekitar dimana pada akhirnya sampai di Ketapang.
“Itu untuk pelayanan kesehatan di Beginci. Kita apa boleh buat terima saja jalan kaki dan membawa barang-barang bertemu penduduk kita meminta tolong. Bayangkan saja dulu susah untuk berkomunikasi, dan transportasi tidak bagus akan tetapi kita harus tetap memberikan pelayanan kepada masyarakat,” ungkapnya.
Pada saat bertugas di RSUD Putusibau tahun 2003 disamping ia harus menjalankan profesinya sebagai dokter Puskesmas Kedamin, Harisson juga sebagai dokter di RSUD A. Diponegoro.
“Dokter spesialisnya juga kadang ada dan kadang tidak pada saat tidak ada, maka kita yang menghandelnya. Saya juga diajarkan cara ketika ada ibu- ibu yang melahirkan di kampung, tetapi tidak berhasil atau partus macet maka di kirim ke RSUD A. Diponegoro sebagai rumah sakit kabupaten,”ujarnya.
Lalu dokter akan memutuskan harus mendapatkan tindakan lebih lanjut. Jika masih aman dan bayi tidak menunjukkan tanda bahaya serta masa partusnya masih lama. Maka bisa di rujuk lagi ke Sintang.
“Akan tetapi pernah ada yang datang saat itu sudah dalam keadaan benar-benar mau melahirkan akan tetapi macet. Bayinya gawat. Maka tidak ada jalan lain kita harus melakukan pertolongan persalinan. Jadi saya sebagai dokter umum melakukan tindakan operasi persalinan,”ujarnya.
Jadi setelah itu, saat ia menjadi Kadiskes Kapuas Hulu. Lalu ada kunjungan ke kecamatan dan ada ibu-ibu yang menghampirinya membawa anak yang masih SD.
“Dia bilang Pak Harisson masih ingat dengan saya atau tidak, jadi saya tidak kenal. Ibu itu bilang anak ini yang ditolong bapak waktu melahirkan anak saya, bapak yang mengoperasi saya, anak ini sekarang sudah kelas 1 SD,”ungkapnya.
Sebagai bentuk untuk mengenang sosok dokter yang menyelamatkannya saat melakukan persalinan. Anak dari ibu tersebut diberi nama Harisson.
“Saya senang tadinya jika kita tidak melakukan langkah cepat untuk pertolongan terhadap ibu dan anaknya kemungkinan paling buruk adalah bisa meninggal. Lalu sekarang ibunya sudah sehat dan anaknya sudah sekolah,”jelasnya.
Saat ini menjadi mahasiswa, Harisson juga aktif di kampus dan bahkan menjadi aktivis kampus.
Ia pernah tergabung menjadi pengurus HMI komisariat FK Universitas Sriwijaya pada 1987. Lalu pada 1989 sampai 1990 menjadi Ketua Senat Mahasiswa FK Unsri.
Setelah itu tahun 1990 sampai 1991 menjabat sebagai Ketua Senat Universitas Sriwiyaja. Kemudian ia juga tergabung sebagai pengurus Lembaga Kesehatan Islam HMI Cabang Palembang.
“Selama berkarir ini saya juga pernah menjabat sebagai IDI Kapuas Hulu, PMI, pengurus MABM Kapuas Hulu, Pengurus muhammadiyah Kapuas Hulu. Sekarang saya juga anggota Dewan Pembina Yarsi,”ujarnya.
Harisson suami dari Kadisporapar Kalbar Windy Prihastari, memiliki prinsip dalam bekerja yakni jelas dan tuntas.
Dikatakannya dalam bekerja itu harus ikhlas dan tuntas, jika diberikan atasan tugas walaupun ragu karena tugas tersebut susah untuk dikerjakan jangan langsung menyerah, kerjakan dulu.
“Sebab sesuatu yang tidak mungkin bisa menjadi mungkin jika sudah dikerjakan dulu. Dimana ada niat disitu ada jalan. Jadi kalau diberikan pimpinan tugas kalau kita ragu dan kita pikir ini akan susah untuk dilaksanakan, jangan kita bilang pimpinan ini susah di laksanakan. Akan tetapi kerjakan dulu maka pasti akan ada jalan,”ungkapnya.
Sebab prinsipnya sesuatu yang tidak mungkin akan menjadi mungkin. Jika seseorang itu memiliki niat dan jalan.albar defenitif.
[Update Berita seputar Kota Pontianak]