Bareskrim Polri Temukan 5 Fakta Terkait Kasus Dugaan Pemerkosaan Tiga Anak Kandung di Luwu Timur
Dalam surat tersebut, ibu dari ketiga korban melaporkan adanya dugaan tindak pidana, yaitu perbuatan cabul.
Namun pada Selasa 12 Oktober 2021, kesepakatan yang dibuat dibatalkan oleh ibu korban dan pengacaranya dengan alasan takut ketiga anaknya mengalami trauma.
Sementara itu, tim kuasa hukum tiga anak yang diduga jadi korban pelecehan seksual ayah kandung di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, meminta Mabes Polri mengambil alih kasus tersebut.
Penyidikan langsung oleh Mabes Polri atau setidaknya supervisi bertujuan untuk memastikan tidak ada lagi kesalahan prosedur dalam penanganan kasus yang menghebohkan publik itu.
Hal itu diungkapkan dalam siaran pers Tim Kuasa Hukum Korban, Selasa 12 Oktober 2021.
“Kami meminta proses pidana kasus ini diambil alih oleh Mabes Polri atau setidaknya oleh Polda Sulawesi Selatan dengan supervisi Mabes Polri untuk memastikan tidak ada lagi kesalahan prosedur dalam prosesnya,” kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar Muhammad Haedir.
Menurut Haedir yang mewakili tim advokasi, pembukaan kembali penyelidikan kasus tersebut dimungkinkan berdasarkan Ketentuan Perkapolri No. 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana.
Dia menyebut Mabes Polri dapat menindaklanjuti perkara pemerkosaan tiga anak di Luwu Timur tersebut melalui Gelar Perkara Khusus.
“Dalam Pasal 33 ayat (1) Perkap ini disebutkan Gelar Perkara Khusus dilakukan dalam rangka merespons Pengaduan dari Pihak yang berperkara dan/atau penasehat hukumnya atau menindaklanjuti perkara yang menjadi perhatian masyarakat,” tuturnya.
Selain itu, dalam Peraturan Kapolri 6 Tahun 2019 juga disebutkan bahwa gelar perkara adalah kegiatan penyampaian penjelasan tentang proses penyelidikan dan penyidikan oleh penyidik kepada peserta gelar dan dilanjutkan diskusi kelompok untuk mendapat tanggapan, masukan dan koreksi guna menghasilkan rekomendasi untuk menentukan tindak lanjut proses penyelidikan dan penyidikan.
Berdasarkan hal itu, maka tim advokasi meminta agar ada gelar perkara khusus dengan melibatkan sejumlah pihak.
Haedir menyebut, pihak yang harus diundang dalam gelar perkara adalah para ahli dan perwakilan berbagai lembaga yang peduli terhadap perlindungan perempuan dan anak.
“Hal ini guna mendapatkan masukan berbagai pihak sehingga menghasilkan rekomendasi untuk mengoreksi proses penyelidikan yang telah dilakukan sebelumnya, serta dapat ditindaklanjuti dalam proses penyelidikan/penyidikan selanjutnya,” katanya.
Kuasa Hukum menilai pihak kepolisian Luwu Timur tidak memiliki perspektif perlindungan korban dalam menangani kasus kekerasan seksual anak.
Hal itu misalnya dilakukan Polres Luwu Timur dengan beberapa kali mendatangi langsung rumah korban sehingga para tetangga, kerabat akhirnya mengetahui kasus tersebut.
Padahal, kata Haedir, identitas korban dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak benar-benar harus menjadi perhatian dan harus dilindungi oleh penegak hukum.