Bersembunyi Dari Allah

Hakikat muraaqabatullah adalah secara continue seorang hamba merasakan dan meyakini pengawasan dari Allah Ta’ala terhadap semua keadaannya

Penulis: Muhammad Luthfi | Editor: Try Juliansyah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/Istimewa
Penulis adalah Staf Pengelola Anggaran Belanja Pegawai IAIN Pontianak, Muhamad Rahimi. (Istimewa) 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SAMBAS - Innallaha kaana ‘alaikum raqiiba, (Sesungguhnya Allah Maha Mengawasi kamu sekalian,- QS An-Nisaa’:1). Wakaanallahu ‘alaa kullisyai-in raqiiba, (Dan adalah Allah Maha Mengawasi segala sesuatu,- QS al-Ahzaab:52).

Imam Ibnu Katsir dalam Kitab "tafsir Ibnu Katsir” (1/hal.596) ketika menafsirkan ayat di atas, beliau menjelaskan bahwa makna ar-raqiib adalah zat yang maha mengawasi semua perbuatan dan keadaan manusia.

Sedangkan Syaikh Abdurrahman as-Sa’di berkata: “ar-Raqiib adalah zat yang maha memperhatikan dan mengawasi semua hamba-nya ketika mereka bergerak dan beraktifitas maupun ketika mereka diam, mengetahui apa yang mereka sembunyikan maupun yang mereka tampakkan, dan mengawasi semua keadaan mereka”.

Di tempat lain dan dalam kitab yang sama Kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 90) beliau berkata: “ar-raqiib adalah zat yang maha mengawasi semua urusan makhluk-Nya, maha mengetahui kesudahannya, dan maha mengatur semua urusan tersebut dengan sesempurna-sempurna aturan dan sebaik-sebaik ketentuan,".

Baca juga: Puasa Mengajarkan Hidup Sederhana

Seseorang yang meyakini asma Allah ini adalah senantiasa merasakan muraaqabatullah (pengawasan dari Allah Ta’ala) dalam semua keadaan, dan timbulnya rasa malu yang sesungguhnya di hadapan-Nya, yang ini semua akan mendorong seorang hamba untuk selalu dalam ketaatan kepada-Nya dan menjauhi semua perbuatan maksiat, di manapun dia berada.

Muraaqabatullah adalah kedudukan yang sangat tinggi dan agung dalam Islam, sekaligus termasuk tahapan utama untuk menempuh perjalanan menuju perjumpaan dengan Allah di akhirat kelak.

Hakikat muraaqabatullah adalah secara continue seorang hamba merasakan dan meyakini pengawasan dari Allah Ta’ala terhadap semua keadaannya lahir dan batin, maka dia merasakan pengawasan-nya ketika berhadapan dengan perintah-nya, untuk kemudian dia melaksanakannya dengan sebaik-baiknya.

Dan ketika berhadapan dengan larangan-nya, untuk kemudian dia berusaha keras menjauhinya dan menghindarinya. Jika kita perhatikan dengan seksama ayat-ayat al-Qur’an yang menerangkan luasnya ilmu Allah Ta’ala, tidak ada sesuatu pun yang luput dari pengetahuan dan pengawasan-nya, baik yang tampak di mata manusia maupun tersembunyi.

"Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahi apa yang ada dalam hatimu, maka takutlah kepada-Nya” (QS al-Baqarah:235). “Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridhai. Dan adalah Allah Maha Meliputi ilmu-Nya terhadap apa yang mereka kerjakan” (QS an-Nisaa’:108).

“Dia mengetahui pandangan mata yang khianat dan apa yang disembunyikan dalam hati” (QS al-Mu’min:19).

Dan masih banyak ayat-ayat lain yang semakna dengan ayat-ayat tersebut, merenungkan dan menghayati semua itu akan membangkitkan dalam diri seorang hamba muraaqabatullah dalam semua perbuatan dan keadaannya.

Karena muraaqabatullah adalah termasuk buah yang manis dari keyakinan seorang hamba bahwa Allah Ta’ala maha mengawasi dan memperhatikan dirinya, maha mendengarkan apa yang diucapkan lisannya, serta maha mengetahui semua perbuatannya setiap waktu, setiap tarikan nafas, bahkan setiap kedipan matanya.

Menurut Syekh Abdul Qadir Jailani, muraqabah dapat dilakukan dalam empat aspek: Pertama, mengetahui dan mengenal Allah; kedua, mengetahui adanya musuh seperti iblis dan setan; ketiga, mengetahui kapasitas jiwa diri sendiri dan waspada kepada diri sendiri; kemudian yang keempat mengetahui perbuatan apa yang bisa dilakukan untuk Allah.

Sedangkan Imam Al-Ghazali merekomendasikan empat praktik meditasi yang bisa dilakukan sehari-hari atau al-watha’if al-arba’ah, seperti memohon kepada Allah (doa), selalu mengingat Allah (zikir), membaca Al-Qur’an (qira’at) dan melakukan renungan yang mendalam (fikr).

Keempat hal tersebut dilakukan secara sadar dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah. Muraqabah tak hanya memberikan pengalaman spiritual yang luar biasa, tetapi juga bisa membuat pikiran kita terbiasa sadar dan bisa mempertimbangkan masalah-malasah dalam kehidupan sehari-hari. Pikiran juga akan lebih fokus dan seimbang sehingga risiko cemas dan stres akan berkurang.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved