UMK Ketapang Tertinggi se-Kalbar, Disnakertrans Minta Perusahaan Wajib Terapkan
Hasilnya disepakati sama dengan UMK Ketapang tahun 2020 yakni Rp 2.860.323.
Penulis: Nur Imam Satria | Editor: Hamdan Darsani
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, KETAPANG - Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) telah menetapkan Upah Mininum Kabupaten (UMK) Ketapang tahun 2021 sebesar Rp 2.860.323.
Besaran yang sudah disepakati sejumlah pihak itu pun menjadi UMK tertinggi di 14 Kabupaten/Kota se-Kalbar.
Kepala Bidang Tenaga Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Ketapang Agusmadi mengatakan penetapan UMK dilakukan melalui proses pembahasan yang melibatkan para pihak.
Hasilnya disepakati sama dengan UMK Ketapang tahun 2020 yakni Rp 2.860.323.
Baca juga: Tingkatkan Sinergisitas, Sat Binmas Polres Sambangi Kantor Perhubungan dan Kantor PLN Ketapang
"Untuk UMK Ketapang tahun 2021 yang sudah ditetapkan pak Gubernur masih menjadi yang tertinggi di Kalbar," kata Agusmadi, Senin 22 Februari 2021.
Agusmadi menambahkan untuk UMK tahun 2021 tidak mengalami kenaikan. Hal itu dikarenakan dengan beberapa pertimbangan, diantaranya karena pandemi Covid-19 yang belum berakhir.
"Pandemi Covid-19 berimbas kepada perekonomian di seluruh Indonesia, termasuk di Ketapang yang masih terpuruk. Perusahaan menjadi salah satu pihak yang ikut terdampak pandemi tersebut," ujarnya.
Selain membahas dan menetapkan UMK, dewan pengupahan bersama serikat buruh dan perusahaan di Ketapang juga menetapkan Upah Minimum Sektor Kebun (UMSK). Untuk UMSK sendiri, Besarannya lebih tinggi dibanding UMK.
"Upah Minimum Sektor Kebun sebesar Rp 2.888.000. Ini berlaku sejak 1 Januari 2021 dan harus diterapkan oleh seluruh perusahaan yang ada di Ketapang," tegasnya.
Agusmadi melanjutkan, hingga saat ini pihaknya masih belum menerima pengaduan dari masyarakat, khususnya pekerja terkait adanya perusahaan yang tidak menerapkan UMK.
"Kalaupun terjadi pelanggaran dan pelaporan terkait UMK ini, maka akan masuk dalam perselisihan hak pekerja. Intinya perusahaan wajib membayarkan upah pekerja sesuai dengan nominal yang telah ditetapkan," jelasnya.
Lebih lanjut ia menegaskan, jika ada perusahaan melanggar, maka akan dikenakan sanksi berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Maka hal tersebut masuk ke ranah perselisihan hak.
"Terlebih dahulu diselesaikan secara bipartit atau perundingan antara pekerja atau serikat pekerja buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial," paparnya.
Namun, apabila tidak ditemukan kesepakatan di bipartit ini, akan diselesaikan dengan mediasi yang akan ditengahi oleh hubungan industrial.
Di sana akan disampaikan saran dan pendapat, termasuk rekomendasi dari mediator. Para pihak juga mempunyai hak mengikuti atau tidak mengikuti saran dari mediator.
"Apabila tidak ditemukan kesepakatan setelah diberikan rekomendasi, para pihak bisa mengajukan sengketa ke Pengadian Hubungan Industrial atau PHI di Pontianak," pungkasnya. (*)