Ketapang Terbanyak Titik Api, Sutarmidji Sesalkan Bupati Martin Tak Hadiri Rapat Evaluasi Karhutla
Ia berharap evaluasi ini akan membuat satu hal komplit untuk penanganan karhutla.
Penulis: Anggita Putri | Editor: Maudy Asri Gita Utami
PONTIANAK - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Kalimantan Barat menggelar Rapat Evaluasi penangan Karhutla di Provinsi Kalbar tahun 2019 yang diselenggarakan di Balai Petitih Kantor Gubernur, Senin (2/12/2019).
Pada Evaluasi Karhutla ini Gubernur Kalbar Sutarmidji menyayangkan Bupati Ketapang yang tak hadir langsung.
Mengingat ketapang juara 1 titik api di Kalbar sampai hari ini.
"Daerah lain 0, di Ketapang bisa ada 48 titik api. Saya sengaja tayangkan grafik titik api Kalbar di data analytic room supaya masyarakat bisa tahu daerah mana yang paling banyak titik api. Sementara Kubu Raya, Sintang, Melawi ini juara 2," tegasnya.
• Daniel Johan Akan Dorong Pembentukan Pansus Karhutla
Ia berharap evaluasi ini akan membuat satu hal komplit untuk penanganan karhutla.
Serta ke depan ada perbaikan, dan dalam hal ini suara masyarakat adat juga diperlukan.
"Kita berharap mereka ikut serta mengedukasi masyarakat. Kemudian mencari solusi yang terbaik."
"Tidak untuk mencari siapa yang salah, tapi mari bersama-sama kita cegah. Kalau saya sederhananya itu saja," ujarnya.
Ia menyayangkan yang tak hadir dalam evaluasi karhutla kali ini.
Padahal yang memberi izin kebun adalah bupati, yang beri izin penggunaan hutan itu kementerian KLHK, yang beri izin konsesi tambang itu kementerian ESDM.
Ia mengatakan ketika terjadi hal-hal yang membahayakan daerah, yang menjadi masalah daerah karena izin yang mereka keluarkan ini, mereka sembunyi, tapi yang dimarah itu Gubernur, Pangdam, Kapolda, Danrem dan sebagainya.
"Padahal kita tak ada beri izin, malahan kita yang tangani masalahnya. Ketika disuruh cabut setelah terjadi kebakaran di lahan tersebut, tapi tidak juga mau dicabut."
"Kenapa tak mau dicabut, apa masalahnya? Kalau saya, pasti saya cabut, kalau kita tak ada masalah sama mereka kenapa takut, mereka salah ya kita cabut ," ujarnya.
Lalu ada juga perusahaan yang terindikasi menjadikan oknum-oknum masyarakat sebagai kontraktor mereka.
Misalnya, dia selesaikan lahan dengan masyarakat dan siap bayar tapi dalam kondisi siap tanam.