1.512 Satgas Edukasi Warga, Sasar 100 Desa Rawan Karhutla
Kehadiran Satgas dan Satgab di tengah masyarakat ia harapkan tidak menjadi “hantu” bagi petani.
Ia menyatakan bahwa pihaknya memproyeksikan bahwa pasukan gabungan yang disebar tersebuut akan bersama masyarakat selama empat bulan kedepan, namun hal ini dapat berubah sesuai dengan situasi.
Bila situasi sudah mulai membaik dan tidak ada karhutla maka pasukan dapat ditarik, namun dapat pula diperpanjang bilamana kondisi memburuk.
"Kita memproyeksikan 4 bulan kedepan, namun kembali kepada situasi, kalau situasinya sudah bagus mungkin tidak sampai 4 bulan,Tapi kalau situasi memungkinkan lebih lama lagi kita perpanjang,"katanya.
Terkait dana yang diberikan secara simbolis tersebut, ia menjelaskannya bahwa dana tersebut diperuntukkan bagi para petugas gabungan yang ada di lapangan serta bagi penduduk yang rumahnya ditinggali petugas. Namun fokusnya untuk dana pencegahan karhutla, bukan dana pemadaman karhutla. Setiap personel akan didukung uang makan Rp 45 ribu, uang lelah Rp 100 ribu. Totalnya Rp 145 ribu per orang.
“Pada pelaksanaannya Rp 45 ribu ini akan diserahkan kepada pemilik rumah yang mereka tempati. Jadi mereka akan masak bersama-sama, makan bersama - sama. Jadi ada kebersamaan, sembari sosialisasi, sambil meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya.
Jangan Hantui Petani
Sejak tahun 2014, pemerintah sudah konsen pada musibah Karhutla saat kemarau dan Bantingsor (Banjir, Puting Beliung, dan Tanah Longsor) saat musim penghujan.
Di Kalbar sendiri ada dua jenis fenomena alam yang telah ditetapkan sebagai bentuk bencana daerah melalui Perda No 6 tahun 1998 tentang Pencegahan dan Penaggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan.
Tak cukup dengan itu, Peraturan Gubernur pun telah banyak dikeluarkan untuk menaggulangi kebakaran hutan dan lahan. Di antaranya adalah No 403/BPBD/2016 tentang Pembentukan Komando Siaga Darurat Penanganan Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Kalimantan Barat, juga ada Keputusan Gubernur Kalimantan Barat No. 402/BPBD/2016 tentang Penetapan Status Siaga Darurat Penanganan Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2016.
Makna dari perda dan pergub tersebut adalah semua komponen mesti siaga dan harus siap menghadapi dua kekuatan alam ekstrem ini.
Ketika bencana Bantingsor di musim penghujan, tidak terlalu berdampak luas pada kehidupan masyarakat dan hanya bersifat lokalitas. Tetapi ketika musim kemarau dengan adanya bencana kebakaran hutan dan lahan, maka dampak kabut asap menjadi meluas dan bahkan hingga ke luar negeri.
Dana pemerintah pun banyak mengucur untuk menangani bencana kebakaran hutan dan lahan pada beberapa provinsi di antaranya Riau, Kalbar, Kalteng.
Dalam catatan BNPB, setidaknya terdapat 15 dari 34 provinsi di Indonesia adalah provinsi penyumbang kabut asap ketika musim kemarau tiba. Ke 15 provinsi itu adalah NAD, Sumut, Sumbar, Riau, Kepri, Babel, Jambi, Sumsel, Bengkulu, Lampung, Kalbar, Kalsel, Kaltim, Kaltara dan Kalteng. Dari 15 provinsi itu, baru tiga provinsi yang memiliki perda larangan membakar, yakni Riau, Kalbar dan Kalteng.
Jadi, Pemrov Kalbar sudah sangat maju dan telah mengantisipasi bencana itu yang akan terjadi setiap tahun sehingga membuat Perda dan Pergub terkait kebakaran hutan dan lahan.
Kebakaran yang telah terjadi pada lahan hutan, pertanian dan perkebunan membutuhkan biaya pengendalian yang tidak kecil.