Kisah Pilu Buruh Wanita di Perusahaan Sawit, Melahirkan di Kebun Hingga Tanpa BPJS
Temuan lain dari data yang mereka kumpulkan di lapangan, adalah keberadaan buruh wanita yang mengalami kanker payudara
Penulis: Try Juliansyah | Editor: Dhita Mutiasari
"Kendati diselesaikan justru rasa keadilan tidak terjawab, pemerintah malah berpihak ke perusahaan dengan asumsi perusahaan telah membuka lapangan pekerjaan dan infrastruktur. Masih banyak persoalan yang tidak terjawab dan pemerintahan yang justru diam," katanya
Menurutnya jika ini terus dibiarkan maka iklim investasi bisa jadi tidak baik dengan adanya tuduhan dari dunia internasional terkait perusahaan sawit di indonesia.
"Harusnya melalui BUMN yang bergerak dibidang perkebunan sawit bisa memberikan contoh dalam pengelolaan konflik baik itu konflik agraria maupun dengan buruh di perusahaan swait tersebut. Sehingga bisa menjawab tuduhan dunia internasional yang mengatakan perkebunperusahaanitu tidak berkelanjutan dan deforestasi, nah BUMN seharusnya bisa menjawab itu tidak benar," katanya.
Peran pemerintah daerah diakuinya memang telah ada namun masih belum optimal.
"Pemerintah telah berusaha dengan ada tim yang di bentuk tim tp3kk dan ada tim 5K di Sanggau untuk menyelesaikan konflik tapi belum optimal," lanjutnya.
Kemudian ia juga menilai pemerintah pusat belum secara serius untuk menyikapi konflik di perushaan sawit ini. Kendati telah mengeluarkan regulasi namun masih dinilai olehnya jalan di tempat.
"Saya melihat pemerintah pusat hanya mampu melahirkan regulasi yang hanya berjalan ditempat dalam penyelesaian konflik agraria. Presiden belum mengeluarkan moratorium yang harusnya menjadi pintu perbaikan dan tata kelola yang lebih baik," katanya.
Satu diantara regulasi yang dikeluarkan pemerintah Indonesia untuk menjaga kualitas sawit Indonesia di dunia internasional juga masih hanya sebatas kepentingan ekonomi. Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) hanya sebuah regulasi yang pada akhirnya tidak dapat menyelesaikan konflik khusunya di daerah.
"ISPO kemudian hanya bersifat mandatori, nah contohnya yang konflik di hulu, perusahaan merupakan anggota RSPO yang melanggar HAM malah mendapat penghargaan, ini menjadi aneh ketika ada UUD yang mengatur tapi tidak berjalan dengan baik," katanya.
Kemudian terkait persoalan dan konflik buruh dengan perusahaan, ia menilai presiden hanya mampu berotrika belaka.
"Bagaimana soal buruh, selain berotrika belaka, presiden keras mengatakan selesaikan konflik ini. Namun bagaimana dengan pejabat di bawahnya, apakah menyikapi dengan baik, atau hanya dianggap angin lalu karena ada kepentingan politik dan lainnya," tutupnya.