Divonis Hakim 1,4 Tahun, JPU: Semestinya Hamka Ditahan
Pasalnya, kata JPU, banyak ditemukan kasus bahwa terpidana tidak berada lagi di Kota Pontianak, atau tidak berada lagi di domisili semula.
Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Didit Widodo
Wartawan Tribun Pontianak, Prabowo
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, TRIBUN - Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri (JPU Kejari) Pontianak, Juliantoro SH mengatakan pihaknya akan lakukan pertimbangan terkait putusan hukuman bagi terdakwa Hamka Siregar yang dianggap masih jauh dari tuntutan JPU.
"JPU masih akan pikir-pikir, karena putusan ini jauh di bawah tuntutan jaksa. Jaksa menuntut dua tahun dan denda Rp 50 juta. Sementara itu, sesuai yang kita dengar bahwa majelis hakim memutuskan satu tahun empat bulan (1,4 tahun) dan denda Rp 50 juta," ungkapnya usai sidang tipikor Mantan Rektor IAIN Pontianak, Hamka Siregar di Pengadilan Negeri Pontianak, Senin (26/03/2018).
Baca: Divonis Hakim Tipikor 1,4 Tahun, Mantan Rektor IAIN Pontianak Tertunduk Lesu
Dalam sidang putusan ini, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Haryanta SH MH, menjatuhkan vonis satu tahun empat bulan (1,4 tahun) penjara plus denda Rp 50 juta kepada Hamka Siregar.

JPU Juliantoro menambahkan amar putusan ini akan dilaporkan olehnya ke Pimpinan Kejari Pontianak. Apakah kemungkinan menyetujui untuk melakukan upaya hukum atau menerima putusan majelis hakim tersebut.
"Kalau pengacara banding atau terdakwa banding, maka JPU akan banding. Itu sudah SPO dan protap-nya," terangnya.
Baca: Pengacara Mantan Rektor STAIN Pontianak Pelajari Putusan 1,4 Tahun
Kasipidsus Kejari Pontianak ini menyayangkan amar putusan Majelis Hakim yang sama sekali tidak menanggapi permintaan JPU untuk melakukan penahanan terhadap terdakwa Hamka Siregar.
"Permintaan JPU untuk penahanan terdakwa, tidak diakomodir oleh majelis hakim. Seperti yang kita dengar, tidak ada satupun amar putusan majelis hakim yang menyatakan supaya terdakwa langsung dilakukan penahanan," katanya.
Terkait hal ini, pihaknya akan melaporkan kepada pimpinan. Juliantoro menambahkan seringkali saat proses persidangan, lazimnya ditahap penyidikan atau tuntutan seorang terdakwa ditahan atau sampai dilimpahkan di pengadilan ditangguhkan penahanannya, atau dialihkan dalam bentuk penahanan lain seperti tahanan kota atau tahanan rumah.
"Dalam praktiknya itu memang dibolehkan. Secara ketentuan KUHAP dibolehkan. Setiap instansi yang menahan mempunyai kewenangan untuk menahan baik tahanan rutan, rumah atau tahanan kota," jelasnya.
Permintaan penahanan terdakwa, kata Juliantoro, berkaca dari pengalaman setiap putusan yang sudah berkekuatan hukum (inkrah) baik di tingkat banding atau kasasi. Pihak JPU sebagai eksekutor terkadang mengalami hambatan atau kesulitan untuk mengambil terpidana.
Pasalnya, banyak ditemukan kasus bahwa terpidana tidak berada lagi di Kota Pontianak, atau tidak berada lagi di domisili semula.
"Ini menjadi beban kita untuk melakukan pencarian bahkan sampai menetapkan status Daptar Pencarian Orang (DPO). Jadi, itu yang melatarbelakagi kenapa kami mengajukan tuntutan supaya dilakukan penahanan terhadap Hamka Siregar. Sekarang terdakwa tidak dalam status tahanan apapun," tandasnya.
