Liputan Khusus
Miris! Ternyata 332 Ribu Warga Kalbar Buta Huruf, Datanya Tak Terbantahkan
Jika diranking berdasarkan kabupaten/kota, tingkat buta huruf tertinggi berada di Kabupaten Kayong Utara mencapai 9,42 persen.
Selain Sambas, jumlah penyandang buta aksara juga terbilang banyak di Kabupaten Sanggau. Jumlah warga buta huruf di sanggau mencapai 31.489 jiwa atau 6,88 persen dari total penduduk Sanggau yang mencapai 457.701 jiwa.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Sanggau Sudarsono memastikan Pemkab Sanggau komitmen mengetas buta huruf dengan membentuk PKBM. "PKBM di bawah naungan Dikbud dan hampir di setiap kecamatan di Kabupaten Sanggau ada PKBM. Sama dengan pendidikan non formal," katanya.
PKBM, jelasnya, merupakan lembaga yang mengelola kegiatan pendidikan di luar sekolah, dari Paket A, C dan buta huruf. Dikabupaten Sanggau, lanjutnya, masih ada warga yang buta huruf. Berdasarkan data pada 2016, ada 4.000 warga yang buta huruf.
"Tentunya secara bertahap pasti akan turun angkanya, karena ada PKBM tadi yang menangganinya. Namun untuk 2017 saya tidak bawa datanya. Selasa (30/1) saja ke kantor untuk data lengkapnya," tuturnya.
Ia menegaskan, Dikbud Sanggau tetap berupaya semaksimal mungkin untuk menanggani warga yang buta huruf. Hal itu ditunjukan dengan hampir setiap dusun di kabupaten Sanggau sudah memiliki sekolah tingkat SD.
"Untuk setiap desa pasti ada sekolah, bahkan bisa lebih dari satu, cuman belum bisa semua dusun ada sekolah. Kategori buta huruf, baca tulis tidak tahu tapi untuk mengetahui nilai uang biasanya tahu, " ujarnya.
BPS juga mencatat ada 16.174 warga buta aksara di Kabupaten Kapuas Hulu. Jumlah ini mencapai 6,35 persen dari total penduduk Kapuas Hulu yang mencapai 254.712 jiwa.
Sekretaris Dinas Pendidikan dan Budaya (Disdikbud) Kabupaten Kapuas Hulu Jumran menyatakan, Pemkab berupaya menangani kasus buta huruf di Kapuas Hulu.
"Terkait berapa jumlah masyarakat yang buta huruf, saya tidak tahu pasti berapa karena ada di kantor. Pastinya tidak di semua kecamatan terdapat masyarakat buta huruf," ujarnya kepada Tribun, Sabtu (27/1).
Jumran menuturkan, pembinaan selalu dilakukan di setiap kecamatan yang ada warganya buta huruf. "Paling tidak mereka yang buta huruf, bisa menggenali huruf dan lambang," ucapnya.
Pihaknya juga berharap dukungan dari masyarakat untuk melaporkan jika ada warga yang buta huruf di sekitar mereka.
"Kita tidak mau ada warga Kapuas Hulu yang tak bisa membaca," pungkasnya.
Dari data BPS, Kabupaten Ketapang menempati pada posisi kedua terbawah untuk angka buta huruf. BPS mencatat ada 5,34 persen penduduk Ketapang atau sekitar 26.437 jiwa yang berstatus buta huruf dari total penduduk mencapai 495.087 jiwa.
Pemerintah Kabupaten Ketapang khususnya Dinas Pendidikan (Disdik) Ketapang fokus menangani hal ini. "Pada 2018 ini kita ingin mendata secara pasti lagi jumlah buta huruf di masing-masing kecamatan di Ketapang," kata Sekretaris Dinas Pendidikan Ketapang, Ucup Supriarna kepada Tribun, Kamis (25/1/2018).
Tujuannya, agar pihaknya bisa mengetahui kantong-kantong wilayah yang masih ada buta aksara. Menurutnya, Disdik Ketapang juga memiliki Program Keaksaraan Fungsional. Jika ada masyarakat yang buta huruf pada satu wilayah, pihaknya akan datang melaksanakan program tersebut di wilayah itu.
"Jadi Program Keaksaraan Fungsional sistemnya seperti jemput bola. Kita mendatangi tempat yang masyarakatnya ada buta huruf. Kemudian, kita kumpulkan dan diberi tutor kepada masyarakat buta huruf itu," jelas Usup.
Kepala Bidang Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Non Formal Dinas Pendidikan (Disdik) Ketapang Mukhtar Effendi memaparkan, angka buta huruf atau buta aksara di Ketapang tiap tahun sudah menurun.
Berdasarkan data pihaknya, warga yang belum melek aksara pada 2010 mencapai 8.153 jiwa. Kondisi ini menurun pada 2012 mencapai 6.455, dan berkurang pada 2012 menjadi 5.905 jiwa. Tren menurun juga terjadi pada 2013 mencapai 5.805 jiwa, pada 2015 mencapai 3.497, 2016 mencapai 2.932 jiwa dan pada 2017 tersisa 2.182 orang.
"Pada 2014 data kita memang tak ada karena memang tak ada program pengentasan buta aksara di Ketapang," kata Mukhtar.
Ia menambahkan, berdasarkan data 2017 bahwa di antara 20 kecamatan se Ketapang, wilayah yang ada warganya buta huruf sebanyak 11 kecamatan. Kecamatan itu yakni Kendawangan ada 400, Manis Mata ada 100 dan Air Upas ada 218.
Kemudian Kecamatan Tumbang Titi ada 205, Nanga Tayap ada 314, Sandai ada 110, Hulu Sungai ada 105, Sungai Laur ada 150.
Serta Kecamtan Simpang Hulu ada 121, Simpang Dua ada 170 dan Kecamatan Sei Melayu Rayak ada 289 jiwa.
Sedangkan sembilan kecamatan lain yakni Marau, Singkup, Jelai Hulu, Matan Hilir Selatan dan Matan Hilir Utara.
Kemudian Kecamatan Benua Kayong, Delta Pawan, Muara Pawan dan Pemahan tak ada warganya yang buta huruf.
"Namun data yang ada ini biasanya masih ada warga lain yang buta huruf tapi belum terdata. termasuk di kecamatan yang kosong itu kemungkinan masih ada yang buta huruf," jelasnya.
Kabupaten Sekadau menjadi daerah dengan pesentase buta huruf terkecil menurut data BPS yakni 4,86 persen atau sekitar 9.607 jiwa dari total penduduk 197.683 jiwa.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sekadau Djemain Burhan menyatakan, angka buta huruf di Kabupaten Sekadau semakin menurun setiap tahunnya. Saat ini, kata dia, tinggal 1.9 persen dari usia 15 tahun ke atas.
"Tinggal 1.9 persen dari usia 15 tahun ke atas. Pada 2010 masih diatas 5 persen di bawah 10 persen. Jadi tingkat buta huruf di Sekadau semakin menurun," ujarnya.
Menurutnya, satu di antara faktor yang membuat angka buta aksara di Sekadau menurun adalah kebutuhan dan kemajuan teknologi. Selain itu, tambah dia, sekolah sudah ada dan tersebar di seluruh wilayah di Kabupaten Sekadau.
Pihaknya juga melakukan upaya pemberantasan buta aksara bekerjasama dengan Universitas Tanjungpura.
"Selain itu, melalui PKBM untuk menuntaskan buta aksara, dan ini sudah banyak sekali menurun," sambungnya.
Djemain mengatakan, para penyandang buta aksara yang ada di Sekadau tersebar di berbagai wilayah, baik di pesisir maupun pedalaman.
Namun, lanjutnya, para penyandang aksara ini dimungkinkan pada mereka yang putus sekolah, seperti hanya mampu sekolah pada kelas dua sekolah dasar.
"Kalau anak yang buta aksara mungkin karena pada saat kelas 2 SD sudah berhenti. Kalau sudah mencapai kelas 3 keatas sudah pasti bisa membaca. Usia muda saya kira sudah tidak ada lagi yang buta aksara, apalagi saat ini sekolah sudah tersebar di Sekadau," tegasnya. (kla/oni/dan/hid/doi/rul/ram/hen/bnd/gam)