Ombudsman Sebut Kalbar Merugi Triliunan Rupiah, Ini Sebabnya
Berapa triliun kerugian yang disebabkan akibat tak beroperasinya tera dan tera ulang ini karena tak ada komitmen Pemprov Kalbar.
Penulis: Syahroni | Editor: Rizky Zulham
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Syahroni
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Ombudsman Perwakilan Kalimantan Barat menggelar focus group discussion (FGD) bersama pihak Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, Pemerintah Kota Pontianak, Pemerintah Provinsi Kalbar dan stake holder yang berkaitan dengan kebutuhan tera dan tera ulang lainnya.
FGD kali ini dilakukan berkaitan dengan kajian stagnasi pelayanan tera dan tera ulang di Kota Pontianak akibat tak adanya komitmen Pemerintah Provinsi Kalbar dalam menyelesesikan pengalihan personil, pendanaan, sarana dan prasana serta dokumen (P3D) pada Pemkot Pontianak.
Baca: Ombudsman Nilai Pemprov Kalbar Tak Komitmen Jalankan UU Nomor 23 Tahun 2014
Tak adanya komitmen Pemprov Kalbar dalam menyerahkan secara utuh Unit Kemetrologian ini menurut, Kepala Ombudsman Perwakilan Kalbar, Agus Priyadi menunjuk Pemkot tak menerapkan amanah UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah.
Akibat tak berkomitmennya Pemprov ini menyebabkan kerugian triliun rupiah bagi Kalbar dan Pontianak, dan pelayanan tera dan tera ulang tak berjalan sejak 2 Oktober 2016 lalu hingga kini.
"Berapa triliun kerugian yang disebabkan akibat tak beroperasinya tera dan tera ulang ini karena tak ada komitmen Pemprov Kalbar menyerahkan pada Pemkot Pontianak," ujarnya Agus Priyadi saat FGD di Aula Restoran Cita Rasa, Jalan Sultan Syarif Abdurrahman, Senin (2/4/2018).
Baca: Perguruan PSHT FKIP Unka Sintang Gelar Kejuaraan Silat se Kalbar, Ini Hasilnya
Ia mensimulasikan kerugian yang dialami akibat tak berkomitmen Pemerintahan Provinsi Kalbar menyerahkan tera dan tera ulang ini studi kasus di pasar Kota Pontianak saja untuk kerugian sekitar Rp876 miliar.
Dari hasil survey kementerian perdagangan 2016 lalu di Kota Pontianak terdapat 17 pasar dengan jumlah pedagang mencapai 5.126 orang dan 602 PKL dengan asumsi pemilik timbangan ukur dipasar hanya 80 persen dan satu pedagang hanya memiliki satu timbangan saja berarti ada 4.582 timbangan.
Jika setiap timbangan karena tak dilakukan tera ulang salah penunjukannya pada setiap Kg sebanyak 100 gram , setiap pedagang melayani rata-rata 10 konsumen setiap harinya dan setiap pembeli membeli 5 Kg rata-rata untuk sembako dan setiap Kg harga rata-ratanya Rp10 ribu maka estimasi kerugian masyarakat Kota Pontianak sejak 30 Oktober 2016 lalu sampai Maret 2018 maka didapatkan hasil Rp876 miliar hanya untuk pasar di Kota Pontianak.
Baca: SMK Santa Maria Pontianak Sukses Gelar UNBK Hari Pertama
"Itu baru pasar saja, dalam rinciannya untuk pasar di Kota Pontianak saja lebih dari Rp876 miliar kerugian, belum lagi SPBU, perusahaan seperti Wilmar dan sebagainya berapa triliun kalau kalau kita hitung semuanya," ucap Agus berapi-api dan menuntut Pemprov menjalankan amanah UU Nomor 23 tahun 2014 dan menyerahkan Unit Kemetrologian pada Pemkot Pontianak.
Masyarakat sangat dirugikan misalnya, belanja satu kilo kurang satu on, kemudian beli bensin tapi takarannya tak pas dan itu dibebankan pada konsumen. Memang tak nampak tapi banyangkan berapa banyak orang bertransaksi dan berapa banyak kerugiannya.
Agus menegaskan ini kalau dibiarkan tak betul, sekarang bagi dunia usaha itu, alat timbangan wajib diukur ada kalibrasi dan sekarang tidak di Pontianak dan diharuskan ke Banjar Baru, Kalimantan Selatan. Berapa banyak lagi biaya yang dikeluarkan.