Berita Viral

Siswa SMP Jual Teman Demi Rp100 Ribu, Transaksi Capai 500 Ribu Sekali Pesan

Kasus siswa SMP jual teman di Kupang 2025 ungkap praktik prostitusi antar-anak dan kekerasan seksual digital. Simak fakta lengkapnya.

|
YouTube Pos Kupang
SISWA JUAL TEMAN - Foto ilustrasi hasil olah YouTube Pos Kupang, Kamis 9 Oktober 2025, memperlihatkan kasus siswa SMP jual teman di Kupang 2025 ungkap praktik prostitusi antar-anak dan kekerasan seksual digital. Simak fakta lengkapnya dan cara pencegahan di sini. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Kasus siswa SMP jual teman demi keuntungan Rp100 ribu di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), mengejutkan publik dan membuka tabir kelam tentang prostitusi antar-anak di era digital. 

Peristiwa ini bukan sekadar pelanggaran moral, tetapi juga bentuk kekerasan seksual berbasis elektronik yang mencerminkan betapa rapuhnya pengawasan terhadap anak di dunia maya.

Insiden bermula dari perilaku aneh seorang siswa yang memperlihatkan tubuhnya kepada teman perempuan saat berganti pakaian jelang pelajaran olahraga. 

Laporan itu membawa petugas pada temuan mencengangkan, jaringan percakapan daring berisi ratusan siswa SMP yang terlibat dalam konten dan aktivitas berbau pornografi.

Dalam penyelidikan, terungkap adanya grup besar bernama “Grup SMP Se-Kota Kupang”, tempat anak-anak berbagi gambar tak pantas dan bahasa vulgar seolah tanpa rasa bersalah. 

Dari grup besar ini, terbentuk kelompok-kelompok kecil yang kemudian mengarah pada eksploitasi seksual antar-anak.

Salah satu pelaku berinisial M, bertindak sebagai perantara dan menjual teman-temannya sendiri dengan imbalan Rp50–100 ribu. 

Dari praktik gelap itu, transaksi bisa mencapai Rp500 ribu sekali “pesan”. 

Kasus ini pun berujung pada vonis berat: M dijatuhi hukuman 10 tahun penjara.

Viral Siswa SMP Dikeroyok di Palopo 2025, Orang Tua Laporkan ke Polisi

[Cek Berita dan informasi berita viral KLIK DISINI]

Gelombang Kekerasan Seksual Digital di Sekolah

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Kupang, dr. Marciana Halek, menyebut bahwa kasus ini hanyalah puncak dari fenomena gunung es.

“Delapan SMP di Kota Kupang sudah terpapar kekerasan seksual berbasis elektronik,” ungkap Marciana.

Menurutnya, perilaku anak-anak ini menunjukkan pola baru dalam kekerasan seksual digital, di mana batas antara dunia nyata dan maya makin kabur. 

Percakapan daring yang awalnya dianggap “candaan” berkembang menjadi tindakan nyata yang merugikan fisik dan psikologis anak.

Anak-anak di Balik Layar: Tanpa Rasa Bersalah

Marciana menuturkan bahwa banyak siswa tidak merasa bersalah. 

Mereka menganggap obrolan, foto, dan video vulgar sebagai hal biasa.

“Mereka belum punya filter moral yang matang, dan sayangnya, banyak orang tua juga tidak menyadari aktivitas anak di ponselnya,” jelasnya.

Fenomena ini menunjukkan pentingnya pendampingan digital parenting, terutama di era di mana anak-anak bisa mengakses konten tanpa batas hanya dari genggaman tangan.

Lebih dari Sekadar Uang: Luka Psikologis Anak

Yang menarik, para korban dan pelaku tidak semuanya berasal dari keluarga miskin. 

Banyak di antara mereka justru berasal dari keluarga mapan secara ekonomi, namun miskin kasih sayang.

“Dorongan mereka bukan karena uang, tapi karena keinginan untuk diterima, merasa dicintai, dan punya tempat di lingkungan sosial,” ujar Marciana.

Sebagian besar dari anak-anak ini mengalami fatherless syndrome, tumbuh tanpa figur ayah, atau berasal dari keluarga yang retak. 

Rumah yang seharusnya jadi tempat aman, justru kehilangan fungsinya sebagai ruang kehangatan.

Akibatnya, mereka mencari pengganti rasa diterima itu di dunia maya, tempat di mana perhatian bisa didapatkan sekejap, meski berujung petaka.

Pemulihan Panjang di Rumah Perlindungan

Sebanyak 25 anak kini mendapat pendampingan intensif, dengan 15 di antaranya ditempatkan di rumah perlindungan anak

Mereka menjalani sesi terapi bersama psikolog dan rohaniwan untuk memulihkan luka batin.

Proses rehabilitasi berlangsung minimal dua bulan sebelum mereka bisa kembali ke rumah dan sekolah. 

Namun, tidak semua bisa langsung pulih. 

Beberapa anak masih trauma berat dan berjuang menghapus memori kelam yang seharusnya tak pernah mereka alami di usia belasan.

Upaya Pemerintah dan Sekolah Hadapi Fenomena Gunung Es

DP3A Kupang bekerja sama dengan satgas di tingkat kelurahan, sekolah, dan lembaga perlindungan anak

Langkah awal yang dilakukan adalah menghapus seluruh grup WhatsApp yang terindikasi berisi kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE).

Admin grup dan para siswa yang terlibat dikumpulkan, dibina, dan diberi pendampingan bersama orang tua.

Namun, Marciana menegaskan, langkah ini baru permulaan.

“Kita baru memadamkan api di permukaan. Di bawahnya masih banyak bara yang belum terlihat,” ujarnya tegas.

Viral Grup Facebook Gay Solo, 15 Pelajar Positif  HIV Terindikasi Kelompok Lelaki Seks Lelaki

Data Kasus Kekerasan Seksual di Kupang

Menurut data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA):

Tahun 2024 tercatat 185 kasus kekerasan terhadap perempuan dan 174 kasus terhadap anak di Kupang.

Hingga Oktober 2025, sudah ada 51 kasus kekerasan seksual baru.

Angka tersebut diyakini masih jauh dari kenyataan di lapangan, sebab banyak kasus tidak dilaporkan karena rasa malu, takut, atau kurangnya pemahaman masyarakat.

Membangun Kesadaran: Orang Tua Harus Hadir

Kasus siswa SMP jual teman di Kupang menjadi alarm keras bagi seluruh orang tua, guru, dan masyarakat. 

Dunia digital tidak lagi sekadar hiburan, melainkan bisa menjadi labirin berbahaya bagi anak-anak yang dibiarkan tanpa pendampingan.

“Orangtua harus hadir. Jangan biarkan gawai menggantikan pelukan,” pesan Marciana Halek menutup wawancara.

Kehadiran orang tua secara emosional menjadi benteng pertama bagi anak agar tidak terseret arus negatif dunia maya. 

Pengawasan digital harus berjalan beriringan dengan komunikasi yang hangat dan terbuka.

Langkah Pencegahan yang Bisa Dilakukan:

  1. Awasi aktivitas digital anak — pantau grup percakapan dan aplikasi yang digunakan.
  2. Bangun komunikasi dua arah — anak harus merasa aman bercerita, bukan takut dihakimi.
  3. Edukasi tentang seksualitas sehat — berikan pemahaman sesuai usia agar anak tidak belajar dari sumber keliru.
  4. Laporkan segera jika menemukan indikasi kekerasan seksual digital ke UPTD PPA atau aparat terkait.
  5. Gunakan aplikasi pelaporan online — Pemkot Kupang tengah menyiapkan platform khusus agar masyarakat bisa melapor lebih cepat.

Dari Layar ke Luka

Kasus siswa SMP jual teman demi Rp100 ribu bukan sekadar berita kriminal, tetapi potret kompleks tentang kehilangan arah generasi muda di tengah gempuran digital.

Ketika ruang keluarga kehilangan kehangatan, dan sekolah kewalahan menghadapi arus informasi tanpa batas, anak-anak pun mencari makna di tempat yang salah.

Kini, tugas semua pihak bukan hanya menghukum, tetapi memulihkan dan mencegah. 

Karena di balik setiap angka kasus, ada anak-anak yang kehilangan masa kecilnya dan masyarakat yang punya tanggung jawab untuk mengembalikannya.

(*)

Artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul Siswa SMP Nekat Jual Teman Demi Untung Rp 100 Ribu, Kasus Terkuak Jelang Pelajaran Olahraga

* Baca Berita Terbaru Lainnya di GOOGLE NEWS
* Dapatkan Berita Viral Via Saluran WhatsApp
!!!Membaca Bagi Pikiran Seperti Olahraga Bagi Tubuh!!!

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved