UNISMA, UPGRI dan Disdikbud Singkawang Gaungkan Moderasi Beragama Lewat Dunia Pendidikan

Sementara itu, Prof. Dr. Imam Suprayogo menekankan pentingnya peran pendidikan dalam menanamkan nilai-nilai moderasi sejak dini.

Penulis: Anggita Putri | Editor: Try Juliansyah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/Istimewa
FOTO BERSAMA - Seminar Nasional bertema “Internalisasi Nilai Moderasi Beragama dalam Dunia Pendidikan” di Aula Disdikbud Singkawang, Selasa 21 Oktober 2025. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SINGKAWANG – Upaya memperkuat nilai-nilai moderasi beragama kembali digaungkan di Kota Singkawang. Melalui kerja sama antara Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Singkawang, Universitas PGRI Pontianak, dan Universitas Islam Malang (UNISMA), digelar Seminar Nasional bertema “Internalisasi Nilai Moderasi Beragama dalam Dunia Pendidikan” di Aula Disdikbud Singkawang, Selasa 21 Oktober 2025.

Kegiatan dibuka secara resmi oleh Sekretaris Disdikbud Kota Singkawang Safari Hamzah yang mewakili Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam sambutannya, Safari menekankan pentingnya menghormati guru sebagai wujud penghormatan terhadap ilmu.

"Hormati guru berarti menghormati ilmu, agar ilmu yang didapat barokah dan menjadi penyelamat di hari kelak,” ujarnya dalam sambutan pembukaan.

Seminar ini menghadirkan sejumlah tokoh nasional dan akademisi terkemuka, di antaranya Prof. Dr. Nur Syam dan Prof. Dr. Imam Suprayogo yang dikenal sebagai penggerak pemikiran moderasi beragama di Indonesia.

Dalam pemaparannya, Prof. Nur Syam menegaskan bahwa moderasi beragama harus dimaknai secara utuh, tidak berhenti pada tataran wacana, melainkan menjadi praktik sosial yang membentuk karakter bangsa.

Ia menyampaikan tiga pesan utama yakni junjung tinggi agama dan budaya, dan keduanya harus diserasikan. Bangun toleransi dalam kehidupan sosial. Wujudkan kesejahteraan sebagai buah dari keberagamaan yang damai.

Lebih lanjut, Nur Syam menjelaskan dua konsep utama toleransi yang perlu ditanamkan, yakni toleransi teologis dan toleransi sosiologis.

"Nilai yang berbeda jangan disamakan, dan yang sama jangan dibedakan. Semua agama baik bagi pengikutnya. Jangan sampai merasa paling benar lalu memaksakan kebenaran mutlak kepada orang lain,” tegasnya.

Baca juga: UNISMA, UPGRI Pontianak dan Pemkot Singkawang Galang Kolaborasi Moderasi Beragama di Singkawang

Ia juga menekankan bahwa dalam kehidupan sosial, umat beragama perlu membuka diri dalam pergaulan berkawan, berbelanja, dan bekerja sama dengan siapa pun, tanpa memandang perbedaan keyakinan.

Masih dalam semangat moderasi, Nur Syam juga mengajak peserta menanamkan lima nilai budaya moderasi beragama, yaitu mencintai tanah air dan tidak menjunjung langit bangsa lain. Menanamkan nilai perbedaan sebagai kekuatan Bhinneka Tunggal Ika. Menjunjung tinggi budaya lokal, menolak kekerasan dalam bentuk apa pun. Hidup berdampingan secara rukun dan damai.

Ia menyebut, moderasi beragama sejatinya berakar pada “Beragama Berbasis Cinta”, nilai terdalam yang membentuk keikhlasan dan kemanusiaan. Konsep ini diwujudkan melalui Panca Cinta, yaitu cinta pada Allah dan para utusannya, cinta pada ilmu, cinta pada lingkungan, cinta pada diri dan kemanusiaan, serta cinta pada Tanah Air.

Sementara itu, Prof. Dr. Imam Suprayogo menekankan pentingnya peran pendidikan dalam menanamkan nilai-nilai moderasi sejak dini.

"Dekatkan anak-anak dengan kitab suci, dekatkan mereka dengan tempat ibadah, dan dekatkan mereka dengan tokoh agama,” pesannya.

Menurut Imam, pelaku moderasi beragama bukan hanya para tokoh agama atau guru, melainkan semua orang. Setiap individu memiliki tanggung jawab untuk menciptakan harmoni sosial.

"Katakan kepada semuanya, berbeda itu indah. Bermusuhan itu menyakitkan,” ujarnya menutup dengan penuh makna.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved