Berita Viral
TOK! Alasan MK Putuskan Pemilu Nasional dan Daerah Resmi Dipisah, Potensi hingga Dampak Politik
Berikut alasan Mahkamah Konstitusi (MK) resmu memutuskan untuk memisahkan jadwal pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah mulai 2029.
Ia mencontohkan bagaimana pemilu serentak pada 2019 dan 2024 membawa beban kerja berat bagi petugas di lapangan dan menyulitkan partai dalam menjaring kader untuk berbagai tingkatan kontestasi.
Aditya menambahkan, perubahan sistem yang memisahkan pemilu nasional dan pilkada bisa menjadi opsi yang rasional, mengingat tantangan besar dalam penyelenggaraan pemilu serentak sebelumnya.
“Tidak masalah bila kembali ke skema terpisah antara pemilu pusat dan daerah, karena sistem pemilu seharusnya bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan dinamika politik yang ada,” katanya.
Risiko masa jeda dua tahun
Dari sisi politik dan hukum, pemisahan antara pemilu nasional dan pemilu daerah dengan jeda waktu hingga dua tahun menimbulkan kekhawatiran tersendiri.
Salah satunya adalah potensi dominasi kekuasaan pusat terhadap dinamika politik lokal, terutama jika partai pemenang pemilu nasional juga menguasai pengambilan keputusan di daerah.
"Nah ini yang jadi problem, dasar hukumnya itu kan tetap harus kuat. Makanya undang-undang ini harus ada, itu direvisi meskipun masih jeda," jelas Aditya.
Pasalnya, jeda waktu yang panjang itu (dua tahun) membuka ruang intervensi politik, terutama dalam penunjukan penjabat (Pj) kepala daerah oleh pemerintah pusat.
Hal ini dinilai rawan kepentingan, terlebih jika belum ada revisi menyeluruh terhadap Undang-Undang Pemilu yang menjadi dasar hukum pelaksanaan skema pemilu yang baru.
"Hitung-hitungan secara politik pasti ada. Tentu akan melihat konstelasinya tergantung dari hasil pemilu presiden 2029 misalnya," ujarnya.
Potensi pembentukan poros politik baru
Aditya juga menilai, situasi politik di Indonesia yang dinamis juga menjadi faktor untuk memperkuat potensi perubahan arah kekuasaan di tingkat lokal.
Menurutnya, dalam masa jeda dua tahun itu, partai-partai politik cenderung fleksibel dan bisa berpindah haluan mengikuti kekuatan yang dominan.
"Misalnya, jika pak Prabowo terpilih kembali pada 2029, maka potensi arah politik akan berubah signifikan setelah masa jabatannya berakhir. Jadi ada peluang terbentuknya poros-poros baru," tandasnya.
• RESMI Aturan Tilang Kendaraan Terbaru 1 Juli 2025 Kini Tanpa Razia Jalanan, Lengkap Sanksi dan Denda
Kekosongan jabatan harus dipikirkan
Kasus Nurjanah Sukabumi, 15 Tahun Terkurung di Kamar 2x2 Kini Berharap Hidup Baru di Tahun 2025 |
![]() |
---|
Ojol Tewas Dilindas Rantis Brimob di Jakarta, Pasha Ungu hingga Fiersa Besari Suarakan Duka |
![]() |
---|
Pria Tipu Asuransi dengan 4 Kecelakaan Mobil, Polisi Bongkar Skema 2025 |
![]() |
---|
7 Fakta Ojol Tewas Dilindas Mobil Brimob di Jakarta 2025, Martir Rakyat Kecil |
![]() |
---|
UNGKAP Identitas Asli Salsa Erwina Hutagalung yang Viral Tantang Debat Ahmad Sahroni Soal Kata Tolol |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.