Berita Viral

BEDA Awal Puasa Ramadan 2025 Pemerintah Mulai 2 Maret 2025 Versi BRIN, BMKG dan Muhammadiyah

Beda awal Puasa Ramadhan 2025 pemerintah berpotensi mulai 2 Maret 2025 versi BRIN, BMKG hingga Muhammadiyah.

Editor: Rizky Zulham
Dok. Kompas.com
MARHABAN YA RAMADHAN - Sebentar lagi umat Islam menyambut datangnya bulan suci Ramadhan 2025. Penentuan awal Ramadhan 2025 berpotensi berbeda. Hal tersebut karena, Hal tersebut karena, ada dua dasar metode penentuan awal awal ramadhan 2025, yaitu rukyat dan hisab. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Beda awal Puasa Ramadhan 2025 pemerintah berpotensi mulai 2 Maret 2025 versi BRIN, BMKG hingga Muhammadiyah.

Penentuan awal Ramadhan 2025 berpotensi berbeda.

Hal tersebut karena, Hal tersebut karena, ada dua dasar metode penentuan awal awal ramadhan 2025, yaitu rukyat dan hisab.

Dilansir dari laman Kemenag, rukyat adalah yang dilakukan dengan pengamatan hilal secara langsung, sedangkan hisab yang berbasis perhitungan astronomi.

Kementerian Agama (Kemenag) RI akan menggelar Sidang Isbat untuk menetapkan awal Ramadhan 1446 Hijriah pada 28 Februari 2025.

RESMI Libur 7 Hari Sambut Puasa Ramadan 2025, Catat Tanggalnya Disini

Sidang yang dijadwalkan dipimpin oleh Menteri Agama RI Nasaruddin Umar ini akan menentukan tanggal pasti dimulainya bulan puasa bagi umat Muslim di Indonesia. Berikut ini alasan perbedaan penentuan awal ramadhan 2025.

BRIN Sebut Potensi Beda Penentuan Awal Ramadhan 2025

Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Thomas Djamaluddin, mengungkapkan bahwa awal Ramadhan 2025 berpotensi mengalami perbedaan.

Berdasarkan hasil rukyat, awal Ramadhan 2025 diperkirakan jatuh pada 2 Maret 2025.

Sementara itu, Muhammadiyah telah menetapkan bahwa 1 Ramadhan 1446 Hijriah jatuh pada 1 Maret 2025 berdasarkan metode hisab. "Ada potensi perbedaan penetapan awal Ramadhan tahun ini," ujar Thomas, Senin (24/2/2025).

Posisi Hilal dan Kriteria MABIMS

Menurut Thomas, posisi Bulan pada 28 Februari 2025 malam diperkirakan berada pada ketinggian 4,5 derajat dengan elongasi 6,4 derajat di Banda Aceh.

Posisi ini sedikit di atas kriteria yang ditetapkan oleh Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS), yang menetapkan bahwa hilal dianggap terlihat jika ketinggiannya minimal 3 derajat dengan elongasi 6,4 derajat.

Namun, di Surabaya, posisi Bulan hanya mencapai ketinggian 3,7 derajat dengan elongasi 5,8 derajat, yang masih berada di bawah batas kriteria MABIMS.

"Posisi Bulan yang terlalu dekat dengan Matahari dan ketinggiannya masih cukup rendah menunjukkan bahwa hilal sulit diamati," jelas Thomas. Dengan kondisi tersebut, Thomas menduga kemungkinan besar akan terjadi gagal rukyat dalam Sidang Isbat Kemenag.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved