Pemanfaatan Nanoteknologi Pertanian Sebagai Strategi Pembelajaran Interdisipliner Kurikulum Merdeka

Kurikulum Merdeka, sebagai inisiatif terbaru dalam sistem pendidikan Indonesia, menawarkan fleksibilitas bagi sekolah dan guru untuk mengintegrasikan.

|
Editor: Dhita Mutiasari
Istimewa
Prof. Dr. Fitria Rahmawati, S.Si, M.Si, Sony Yunior Erlangga, M.Pd, Rindah Permatasari M. Pd, dan Ella Izatin Nada, M.Pd penulis artikel Pemanfaatan Nanoteknologi dalam Pertanian Sebagai Strategi Pembelajaran Interdisipliner untuk Kurikulum Merdeka. Mempelajari nanoteknologi membuka peluang bagi siswa, guru, sekolah untuk berkolaborasi dengan universitas dan industri. 

Dalam pertanian, aplikasi nano-biodegrading dapat membantu membersihkan residu pestisida berbahaya, memperbaiki kualitas tanah, serta menjaga ekosistem pertanian tetap sehat dan berkelanjutan. Nanopartikel dengan kemampuan katalitik tinggi, seperti oksida logam atau nano-katalis, digunakan untuk mempercepat reaksi kimia yang menguraikan polutan menjadi bentuk yang lebih aman dan mudah diurai oleh mikroorganisme tanah (Singh et al., 2016).

Strategi Pembelajaran Nanoteknologi : Interdisipliner untuk Kurikulum Merdeka

Pentingnya pembelajaran berbasis teknologi, khususnya nanoteknologi, menjadi semakin relevan dalam pendidikan abad 21. Pendekatan interdisipliner, yang menggabungkan berbagai bidang ilmu seperti fisika, kimia, biologi, dan teknologi, sangat efektif dalam meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep sains yang kompleks.

Seperti yang diungkapkan oleh Piaget (1973), pembelajaran yang melibatkan koneksi lintas disiplin memungkinkan siswa untuk mengembangkan pemikiran kritis, kemampuan pemecahan masalah, dan keterampilan kolaboratif—kemampuan yang sangat dibutuhkan di dunia kerja modern.

Kurikulum Merdeka, sebagai inisiatif terbaru dalam sistem pendidikan Indonesia, menawarkan fleksibilitas bagi sekolah dan guru untuk mengintegrasikan pembelajaran berbasis proyek dan interdisipliner, sesuai dengan kebutuhan siswa (Kemdikbud, 2021). 

Pembelajaran ini tidak hanya memberikan pengetahuan teoritis kepada siswa, tetapi juga mendorong siswa untuk menerapkan ilmu pengetahuan dalam menciptakan solusi nyata untuk tantangan global seperti ketahanan pangan dan keberlanjutan lingkungan (Dewey, 1938).

Salah satu model pembelajaran efektif dalam mengajarkan nanoteknologi adalah pembelajaran berbasis proyek (PBL). 

Melalui PBL, siswa dapat bekerja dalam tim untuk mengembangkan solusi bagi masalah-masalah nyata, seperti menciptakan nanopestisida ramah lingkungan atau sensor berbasis nano untuk mendeteksi kualitas air. Studi kasus di Amerika Serikat menunjukkan bahwa proyek seperti "Nano Water Purification" memungkinkan siswa belajar membuat prototipe pemurni air berbasis nanopartikel, yang juga memberikan pengalaman langsung tentang manfaat sains dan teknologi (Cohen & Morrison, 2020).

Mempelajari nanoteknologi membuka peluang bagi siswa, guru, sekolah untuk berkolaborasi dengan universitas dan industri. 

Melalui program-program kerja sama, siswa dapat mengakses fasilitas penelitian canggih dan belajar langsung dari para pakar di bidangnya (Bhattacharyya et al., 2009; Markham et al., 2019). Hal ini sangat relevan dengan semangat Kurikulum Merdeka yang mendorong kreativitas, kemandirian, dan kesiapan siswa untuk menghadapi revolusi industri 4.0 (Rotherham & Willingham, 2010). 

Selain itu, pendidikan yang menekankan nanoteknologi juga dapat mendorong jiwa kewirausahaan siswa, dengan mengembangkan produk berbasis nano seperti kemasan biodegradable dan pupuk organik yang dapat dijadikan bisnis potensial di masa depan (Brossard & Scheufele, 2013; Markham et al., 2019).

- Baca Berita Terbaru Lainnya di GOOGLE NEWS
- Dapatkan Berita Viral Via Saluran WhatsApp

!!!Membaca Bagi Pikiran Seperti Olahraga Bagi Tubuh!!!

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved