Pemanfaatan Nanoteknologi Pertanian Sebagai Strategi Pembelajaran Interdisipliner Kurikulum Merdeka
Kurikulum Merdeka, sebagai inisiatif terbaru dalam sistem pendidikan Indonesia, menawarkan fleksibilitas bagi sekolah dan guru untuk mengintegrasikan.
Oleh:
Prof. Dr. Fitria Rahmawati, S.Si, M.Si
Sony Yunior Erlangga, M.Pd
Rindah Permatasari, M.Pd
Ella Izatin Nada, M.Pd
Dr. Meti Indrowati S.Si, M.Si
Universitas Sebelas Maret
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Indonesia memasuki era tantangan global yang semakin kompleks, baik dari segi lingkungan, sosial, maupun ekonomi.
Perubahan iklim, dampak pandemi, degradasi lahan, serta keterbatasan teknologi menjadi faktor utama yang menghambat produktivitas dan keberlanjutan pertanian.
Menurut laporan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), tantangan utama yang dihadapi pertanian saat ini meliputi peningkatan kebutuhan pangan, keterbatasan lahan subur, dan perubahan iklim yang semakin tidak menentu (FAO, 2020).
Maraknya ekspansi industri dan pemukiman di wilayah pedesaan telah menyebabkan penurunan lahan pertanian produktif. Di samping itu, praktik pertanian yang tidak berkelanjutan, seperti penggunaan pupuk kimia dan pestisida secara berlebihan, menyebabkan degradasi tanah dan penurunan kesuburan tanah (FAO, 2020).
Hal ini memperburuk kualitas lahan, sehingga menurunkan kemampuan petani untuk mempertahankan hasil pertanian yang optimal.
Pemanfaatan nanoteknologi dalam bidang pertanian
Di era globalisasi dan revolusi industri 4.0, kebutuhan akan inovasi dalam berbagai sektor, termasuk pertanian, semakin meningkat. Nanoteknologi, sebuah disiplin ilmu yang berfokus pada manipulasi material berskala nano (1-100 nanometer), telah membuka peluang baru dalam bidang pertanian, dikenal sebagai nano-agriculture.
Teknologi ini memungkinkan pengembangan solusi yang lebih efisien dalam meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan pertanian, misalnya melalui penggunaan nanopartikel untuk pupuk yang lebih efektif, sensor untuk memantau kesehatan tanaman, dan sistem irigasi pintar (Prasad et al., 2017).
Nanoteknologi menawarkan berbagai pendekatan inovatif untuk meningkatkan efisiensi pertanian, seperti memperbaiki distribusi dan penyerapan nutrisi pada tanaman, meningkatkan perlindungan tanaman dari hama, dan mengurangi penggunaan bahan kimia yang berbahaya bagi lingkungan (Nair et al., 2010).
Dengan potensi yang dimiliki nanoteknologi, sektor pertanian dapat lebih mudah beradaptasi dengan perubahan lingkungan serta kebutuhan pasar yang terus berkembang.
Nanoteknologi menawarkan berbagai aplikasi dalam pertanian untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan keberlanjutan.
• Pentingnya Edupreneurship, Bangun Minat dan Kreativitas Pelajar dalam Berwirausaha
Beberapa aplikasi utama nanoteknologi yang semakin populer di sektor pertanian meliputi nanofertilizer, nanopestisida, nanosensor, dan teknologi nano-biodegrading.
1. Nanofertilizer (Pupuk Nano)
Nanofertilizer adalah pupuk yang diformulasikan menggunakan partikel berskala nano. Teknologi ini memungkinkan pengiriman nutrisi yang lebih efisien kepada tanaman, mengurangi kehilangan nutrisi akibat penguapan atau pencucian, dan meningkatkan penyerapan nutrisi oleh akar tanaman. Nanofertilizer juga memiliki kemampuan melepaskan nutrisi secara lambat dan terkontrol sesuai dengan kebutuhan tanaman, sehingga meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk dan mengurangi dampak lingkungan yang negatif (DeRosa et al., 2010).
Nanopartikel dalam pupuk ini, seperti nano-seng, nano-besi, dan nano-silikon, dapat membantu memperbaiki pertumbuhan tanaman, meningkatkan hasil panen, dan memperbaiki kesuburan tanah (Prasad et al., 2017). Selain itu, nanofertilizer juga dapat dipadukan dengan nutrisi mikro dan makro, memberikan peningkatan kualitas tanaman dengan dosis yang lebih rendah dibandingkan pupuk konvensional.
2. Nanopestisida (Pestisida Nano)
Nanopestisida adalah pestisida yang dirancang menggunakan bahan-bahan berukuran nano untuk memberikan perlindungan lebih efisien terhadap hama dan penyakit tanaman. Pestisida konvensional sering kali memiliki tingkat efisiensi yang rendah karena terbuang ke lingkungan, namun nanopestisida dapat diformulasikan untuk memberikan efek jangka panjang dengan pelepasan bertahap dan penargetan spesifik pada organisme sasaran (Ghormade et al., 2011).
Selain meningkatkan efisiensi, nanopestisida juga dapat mengurangi jumlah residu bahan kimia berbahaya yang terakumulasi di lingkungan, terutama pada tanah dan air. Nanopartikel seperti nano-perak dan nano-tembaga telah terbukti efektif dalam mengendalikan patogen tanaman serta memberikan perlindungan tambahan terhadap serangan hama (Pérez-de-Luque & Rubiales, 2009).
3. Nanosensor
Nanosensor dalam pertanian adalah alat berbasis nanoteknologi yang digunakan untuk mendeteksi perubahan di lingkungan atau kondisi spesifik tanaman, seperti kadar kelembaban, tingkat nutrisi, atau keberadaan patogen. Nanosensor dapat digunakan untuk memantau kesehatan tanaman secara real-time dan menyediakan data yang memungkinkan petani mengambil tindakan korektif lebih cepat dan lebih akurat (Kumar et al., 2017).
Salah satu aplikasi utama nanosensor adalah dalam manajemen air dan nutrisi. Dengan menggunakan nanosensor yang ditempatkan di sekitar tanaman atau di dalam tanah, petani dapat memantau kebutuhan air tanaman dengan lebih presisi, mengoptimalkan penggunaan air, dan mengurangi pemborosan (Chen & Yada, 2011). Nanosensor juga dapat mendeteksi kontaminan atau zat berbahaya dalam lingkungan pertanian, membantu dalam pengendalian kualitas tanah dan air.
4. Nano Biodegradation (Nano-Biodegrading)
Teknologi nano-biodegrading menggunakan nanopartikel untuk membantu proses penguraian bahan organik atau polutan di lingkungan pertanian, seperti pestisida atau pupuk kimia yang berlebihan. Teknologi ini bertujuan untuk mempercepat proses biodegradasi dan mengurangi kontaminasi tanah atau air akibat bahan kimia pertanian (Mukhopadhyay, 2014).
Dalam pertanian, aplikasi nano-biodegrading dapat membantu membersihkan residu pestisida berbahaya, memperbaiki kualitas tanah, serta menjaga ekosistem pertanian tetap sehat dan berkelanjutan. Nanopartikel dengan kemampuan katalitik tinggi, seperti oksida logam atau nano-katalis, digunakan untuk mempercepat reaksi kimia yang menguraikan polutan menjadi bentuk yang lebih aman dan mudah diurai oleh mikroorganisme tanah (Singh et al., 2016).
Strategi Pembelajaran Nanoteknologi : Interdisipliner untuk Kurikulum Merdeka
Pentingnya pembelajaran berbasis teknologi, khususnya nanoteknologi, menjadi semakin relevan dalam pendidikan abad 21. Pendekatan interdisipliner, yang menggabungkan berbagai bidang ilmu seperti fisika, kimia, biologi, dan teknologi, sangat efektif dalam meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep sains yang kompleks.
Seperti yang diungkapkan oleh Piaget (1973), pembelajaran yang melibatkan koneksi lintas disiplin memungkinkan siswa untuk mengembangkan pemikiran kritis, kemampuan pemecahan masalah, dan keterampilan kolaboratif—kemampuan yang sangat dibutuhkan di dunia kerja modern.
Kurikulum Merdeka, sebagai inisiatif terbaru dalam sistem pendidikan Indonesia, menawarkan fleksibilitas bagi sekolah dan guru untuk mengintegrasikan pembelajaran berbasis proyek dan interdisipliner, sesuai dengan kebutuhan siswa (Kemdikbud, 2021).
Pembelajaran ini tidak hanya memberikan pengetahuan teoritis kepada siswa, tetapi juga mendorong siswa untuk menerapkan ilmu pengetahuan dalam menciptakan solusi nyata untuk tantangan global seperti ketahanan pangan dan keberlanjutan lingkungan (Dewey, 1938).
Salah satu model pembelajaran efektif dalam mengajarkan nanoteknologi adalah pembelajaran berbasis proyek (PBL).
Melalui PBL, siswa dapat bekerja dalam tim untuk mengembangkan solusi bagi masalah-masalah nyata, seperti menciptakan nanopestisida ramah lingkungan atau sensor berbasis nano untuk mendeteksi kualitas air. Studi kasus di Amerika Serikat menunjukkan bahwa proyek seperti "Nano Water Purification" memungkinkan siswa belajar membuat prototipe pemurni air berbasis nanopartikel, yang juga memberikan pengalaman langsung tentang manfaat sains dan teknologi (Cohen & Morrison, 2020).
Mempelajari nanoteknologi membuka peluang bagi siswa, guru, sekolah untuk berkolaborasi dengan universitas dan industri.
Melalui program-program kerja sama, siswa dapat mengakses fasilitas penelitian canggih dan belajar langsung dari para pakar di bidangnya (Bhattacharyya et al., 2009; Markham et al., 2019). Hal ini sangat relevan dengan semangat Kurikulum Merdeka yang mendorong kreativitas, kemandirian, dan kesiapan siswa untuk menghadapi revolusi industri 4.0 (Rotherham & Willingham, 2010).
Selain itu, pendidikan yang menekankan nanoteknologi juga dapat mendorong jiwa kewirausahaan siswa, dengan mengembangkan produk berbasis nano seperti kemasan biodegradable dan pupuk organik yang dapat dijadikan bisnis potensial di masa depan (Brossard & Scheufele, 2013; Markham et al., 2019).
- Baca Berita Terbaru Lainnya di GOOGLE NEWS
- Dapatkan Berita Viral Via Saluran WhatsApp
!!!Membaca Bagi Pikiran Seperti Olahraga Bagi Tubuh!!!
Pemanfaatan Nanoteknologi Pertanian
Kurikulum Merdeka
Pembelajaran Interdisipliner
Strategi Pembelajaran
pembelajaran
Nanoteknologi
pertanian
Nanofertilizer
45 TOP Soal Bahasa Inggris Kelas 3 Kurikulum Merdeka dan Kunci Jawaban |
![]() |
---|
45 Soal Essay Prakarya Kerajinan Kelas 8 Semester 1 Kurikulum Merdeka 2025 dan Kunci Ujian Jawaban |
![]() |
---|
45 Soal Pilihan Ganda Prakarya Kerajinan Kelas 8 Semester 1 Kurikulum Merdeka 2025 dan Kunci Ujian |
![]() |
---|
45 Soal dan Jawaban PTS Informatika Kelas 9 SMP Semester 1 Kurikulum Merdeka 2025 |
![]() |
---|
50 TOP Soal IPA Kelas 6 SD Terbaru Lengkap dengan Kunci Jawaban K Merdeka |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.