Sutarmidji Jadi Narasumber Seminar Nasional Apvokasi, Beberkan Pengembangan Pendidikan Vokasi

Midji juga sebelumnya menjadi salah satu gubernur yang menantang keras, wacana lamanya sekolah di SMK yang akan ditambah menjadi empat tahun.

Penulis: Anggita Putri | Editor: Try Juliansyah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/Istimewa
Foto bersama usai Seminar Nasional Apvokasi bertajuk Arah Kebijakan Pendidikan Vokasi di Masa Pemerintahan Mendatang yang digelar di Balai Petitih, Kantor Gubernur, Kamis (26/9).  

 "Masa mereka sudah lulus (dengan ilmu) mengarah ke sana (pelayaran), malah diminta paket c, itu tidak beres," tegasnya. 

Aturan-aturan yang demikian, menurutnya yang menghambat daerah dalam pengembangan pendidikan vokasi.

"Belum lagi praktik (SMK Pelayaran) saya maunya supaya anak itu disiplin praktik di Kapal Angkatan Laut (AL), tidak boleh, harus kapal niaga. Kapal niaga di Pontianak waktu itu tidak ada yang besar-besar, tidak memenuhi syarat lagi, tidak memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Akhirnya itu (jadi) masalah, sampai hari ini masih, dan ini harus kita selesaikan," paparnya. 

Contoh lainnya soal kebijakan yang tidak sinkron, juga ia temukan dari keberadaan Balai Latihan Kerja (BLK) yang berada di bawah naungan Kementerian Ketenagakerjaan.

Dibanding membangun fasilitas sendiri untuk BLK, Midji menilai, justru lebih baik jika kementerian membantu melengkapi sarana, prasarana di SMK yang sudah ada. Seperti membangun workshop, dan pengadaan alat-alat praktik yang mutakhir. 

Keberadaan SMK yang representatif, justru akan memiliki dampak yang lebih besar.

Selain meningkatkan kemampuan para pelajar di SMK tersebut, fasilitas yang ada juga bisa dimanfaatkan untuk pendidikan non formal.

Seperti pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan di luar jam pelajaran sekolah. 

"Makanya saya maunya BLK itu dihilangkan, dijadikan pusat sertifikasi keahlian, di situlah mereka disertifikasi. Ada pusat sertifikasi daerah yang sertifikatnya berlaku untuk pekerjaan di dalam negeri, lalu ada pusat sertifikasi nasional, nantinya yang untuk berkerja di luar negeri," sarannya. 

Midji juga sebelumnya menjadi salah satu gubernur yang menantang keras, wacana lamanya sekolah di SMK yang akan ditambah menjadi empat tahun.

Menurut pemikirannya, waktu belajar di SMK justru harus dipersingkat. Semisal haya dua tahun, dengan satu tahun teori, lalu tahun berikutnya paraktik, dan magang.

Atau paling maksimal tiga tahun, dua tahun teori, dan satu tahun praktik. Tempat praktik, atau magannya juga harus langsung di dunia kerja, seperti ke pemerintahan, atau perusahaan-perusahaan. 

"Magang tapi harus dibayar, paksa itu perusahaan-perusahaan, jangan tidak dipaksa, apalagi di kantor-kantor pemerintahan itu kasihan anak-anak magang. Bahkan seharusnya dia magang di sini (pemerintahan) dia dibayar, ini minum pun kadang susah, kenapa? Kita (pemerintah) mau bayar tapi aturannya tidak ada, kalau kita bayar nanti BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) periksa suruh kembalikan. Coba dilindungi, pemerintah (pusat) buat aturan, anak magang harus dibayar sesuai UMR, ini kan tidak ada aturannya," paparnya.

Ia juga mendorong dilakukan revitalisasi program-program studi di SMK, yang disesuaikan dengan kebutuhan di daerah masing-masing.

Sehingga lulusan SMK harus bisa menjawab kebutuhan tenaga kerja, minimal di daerah tempat SMK tersebut berada.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved