Maraknya Kasus Pernikahan Dini, Psikolog Tegaskan Pentingnya Tanamkan Nilai Religius Sejak Dini

Ada tiga hal penting dalam menyikapi hal tersebut. Pertama, memiliki, mengetahui dan meyakini konsep-konsep agama dan nilai-nilai religius.

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/Istimewa
Dosen psikologi IAIN Pontianak, Agus Handini, M.Psi., Psikolog mengatakan pentingnya menginternalisasikan konsep Tuhan dalam diri setiap remaja dalam menyikapi maraknya kasus pernikahan dini pada anak. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Adanya kasus pernikahan dini yang marak terjadi hingga kasus hamil diluar nikah sudah pasti menimbulkan perasaan kecewa, sedih dan khawatir bagi para orang tua.

Hal ini juga dirasakan oleh seorang dosen psikologi IAIN Pontianak, Agus Handini, M.Psi., Psikolog. Ia katakan, pasti ada muncul rasa khawatir, namun muncul pula perasaan optimis bahwa karena adanya kasus tersebut, ia harus berbuat sesuatu untuk meminimalisir bahkan menghilangkan persoalan tersebut.

Selain itu, ia sampaikan pentingnya menginternalisasikan konsep Tuhan dalam diri setiap remaja. Sesuai dengan Pembelajaran Hati yang ia miliki sebagai wadah terapi, ia berusaha memaksimalkan untuk mengajak anak muda melibatkan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari.

"Artinya, Tuhan sebagai temapt pertolongan, sebagai pengendali yang mengontrol perilaku kita," ujarnya saat dihubungi Tribun Pontianak, Minggu, 30 April 2023.

Dirinya mengungkapkan, konsep mencintai diri sendiri merupakan hal yang penting. Ia menyampaikan konsep tersebut kepada anak-anak muda bahkan klien nya agar mereka dapat memposisikan diri mereka bagaimana menghargai dan menempatkan diri mereka terhadap orang lain.

Baca juga: Dampak Pernikahan Dini Bisa Melahirkan Bayi Prematur dan Pendarahan Persalinan

Pernikahan dini dari sisi psikologi, apabila terjadi dibawah umur 20 tahun, maka bagaimanapun keadaan fisik tidak siap.

Kemungkinan besar nantinya akan mengganggu pada organ reproduksi dan akan mengakibatkan kelahiran pada ibu dan anak menjadi tidak sehat hingga kematian.

"Hal ini tentunya akan membuat mereka yang mengalami menjadi stress, jika stress tidak ditangani dengan benar, maka akan memunculkan depresi sehingga nantinya akan menimbulkan perilaku abnormal, sampai pada perilaku bunuh diri," ungkapnya.

"Sebenarnya mereka itu, yang pasti dalam suatu pergaulan tidak ada niatan untuk hamil atau menikah dini, mereka hanya lost control dari diri mereka sendiri tentang bagaimana sebenarnya berinteraksi dengan lawan jenis," lanjutnya.

Menurutnya, dalam menyiapkan anak untuk dapat berinteraksi dengan lawan jenis, harus dipikirkan dengan perkembangan bersosialisasinya.

Ada tiga hal penting dalam menyikapi hal tersebut. Pertama, memiliki, mengetahui dan meyakini konsep-konsep agama dan nilai-nilai religius.

"Kita harus pahamkan dulu mengenai nilai agama, terkait hal-hal yang dianggap dosa, marahnya Tuhan terhadap umatnya yang tidak patuh, hidup di dunia akan terasa sulit apabila Tuhan tidak mencintai kita," ucapnya.

"Makanya biasanya saya sampaikan kepada generasi penerus, hidup ini untuk mencari cinta nya Tuhan, kalau Tuhan cinta kepada kita, apapun yang kita mau atas kehendak Tuhan, semuanya akan dimudahkan dan diwujudkan," imbuhnya.

Yang kedua, menumbuhkan kecintaan terhadap diri sendiri, menghargai diri sendiri sehingga mereka mampu memperlakukan dirinya berharga dan terhormat khususnya dihadapan lawan jenis. Bagaimana kita berperilaku, berpakaian, bertuturkata pada lawan jenis hingga bagaimana bersosialisasi dengan tepat dengan lawan jenis.

"Dalam interaksi dengan lawan jenis, anak dibekali rasa mencintai dirinya sendiri, jangan harap dapat mencintai orang lain kalau belum mampu mencintai diri kita sendiri," tegasnya.

Kemudian yang ketiga, sangat penting untuk memiliki ilmu pengetahuan mengenai kesehatan fisik terhadap diri mereka masing-masing. Ketidaksiapan fisik dalam menghadapi pernikahan dini akan mengakibatkan hal-hal yah berbahaya bagi tubuh.

Contohnya, dapat berpotensi terkena penyakit kanker serviks atau hal-hal yang berhubungan dengan organ reproduksi.

"Mereka kebanyakan yang melakukan pernikahan dini, tidak awas terhadap kesehatan mereka, banyak yang tidak peduli dengan bahayanya penyakit yang akan menyerang sistem reproduksi, yang paling fatal adalah di usia berikutnya merea tidak dapat mendapatkan keturunan kembali, itukan hal yang merugikan mereka sendiri," ujarnya.

"Selain itu, kesiapan diri dalam memiliki anak, kesiapan ekonomi, kesiapan psikologi, kesiapan mental menjadi hal yang penting sehingga untuk lebih cerdas memiliki nilai religius dan mencintai diri sendiri itu adalah hal yang kita terus berikan kepada remaja pada saat ini agar mereka bisa lebih dapat menempatkan bagaimana dirinya dalam berinteraksi dan bersosial kepada lawan jenis," sambungnya.

Lebih lanjut ia sampaikan, dari sisi psikologis anak tentu akan terganggu karena pernikahan dini yang diakibatkan hamil diluar nikah. Banyak dari mereka tidak siap menghadapi hal tersebut.

"Diantara mereka banyak yang masih ingin bersenang-senang dengan teman, banyak yang masih aktif kuliah, mencari pengalaman, sementara mereka harus dibebani oleh tanggung jawab yang belum pada waktunya, itu sudah pasti akan mengganggu mental, kesehatan, dan keseharian mereka. Sebenarnya, idealnya usia pernikahan untuk remaja perempuan berusia 20 tahun keatas karena secara medis, organ reproduksi nya sudah matang, sedangkan untuk laki-laki pada umumnya juga setelah usia 20 tahun keatas, diharapkan sudah memiliki pekerjaan karena sebagai simbol tanggung jawab seorang suami," pungkasnya. (*)

Polda Kalbar Terima 167 Permohonan SKCK untuk Daftar Caleg

Ikuti Terus Berita Terupdate Seputar Kalbar Hari Ini Di sini

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved