Breaking News

Ini 12 Tuntutan KSBSI Kalbar, Sebut Pemerintah dan DPR Belum Puas Merongrong Hak-hak Dasar Buruh

"Bahkan Pemerintah tanpa hati nurani mengurangi upah buruh yang bekerja pada industri padat karya tertentu sebesar 25 persen dalam Permenaker Nomor 5

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/MUHAMMAD FIRDAUS
Ketua Koordinator Wilayah Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Kalbar, Suherman. Warkop Asiang, Jl A Yani, Pontianak Selatan. Senin, 1 Mei 2023. Ia mengatakan sampai saat ini pemerintah dan DPR belum puas merongrong hak-hak dasar buruh dan serikat buruh. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Bertepatan dengan may day peringatan hari buruh 2023, Ketua Koordinator Wilayah Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Kalbar, Suherman mengatakan pemerintah dan DPR sampai saat ini belum puas merongrong hak-hak dasar buruh dan serikat buruh.

Hal tersebut ia utarakan pada kesempatan dialog dalam rangka peringatan hari buruh 2023 bersama Walikota Pontianak Edi Kamtono. Bertempat di Warkop Asiang, Jl A Yani, Pontianak Selatan. Senin, 1 Mei 2023.

"Setelah uang pesangon dipangkas, upah minimum sektoral dihapus, outsourcing dibebaskan, PKWT seumur hidup, PHK dipermudah, TKA dibebaskan, dan eksistensi serikat buruh dilumpuhkan dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang tidak konstitusional itu, yang kemudian diperbaiki melalui jalan pintas Perppu Nomor 2 Tahun 2022 dan disahkan melalui UU Nomor 6 Tahun 2023," ujar Suherman.

Ia menjelaskan, pemerintah dan DPR masih terus melanjutkan nafsunya merongrong dan mendegradasi hak-hak dasar buruh berupa Jaminan Hari Tua (JHT) dan Program Pensiun dalam UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yang dibuat dengan metode omnibus law.

"Bahkan Pemerintah tanpa hati nurani mengurangi upah buruh yang bekerja pada industri padat karya tertentu sebesar 25 persen dalam Permenaker Nomor 5 Tahun 2023," tegasnya.

Kalender 2023 Tanggal 1 Mei Hari Buruh Sedunia dan 18 Mei Kenaikan Isa Almasih, Apakah Ada Libur?

"Dan melalui Permenaker Nomor 14 Tahun 2022 Pemerintah mempersulit aktivis buruh menjadi calon Hakim Ad-Hoc Pengadilan Hubungan Industrial," sambungnya.

Tidak cukup disitu, kata Suherman, ternyata DPR dan pemerintah masih akan melanjutkan kebijakan publiknya yang buruk untuk mendegradasi manfaat jaminan sosial buruh yang telah baik dalam UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Undang-undang itu akan direvisi dalam RUU Kesehatan dengan metode omnisbus law. Pada lain sisi DPR dan pemerintah mengobral narasi palsu untuk memberi cuti melahirkan selama 6 bulan yang tertuang dalam RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak.

Namun, Konvensi ILO No. 183 tentang Perlindungan Maternitas (perempuan sebelum hamil, melahirkan, sampai merawat bayi) tidak kunjung diratifikasi (disahkan menjadi undang-undang nasional).

Pemerintah dan DPR berkata, semua pemangkasan regulasi itu bertujuan untuk meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan rakyat.

"Buruh dan serikat buruh menjawab, itu narasi palsu, itu bohong. Bagaimana logika sehatnya jika uang pesangon dipangkas, upah minimum sektoral dihapus, outsourcing dibebaskan, PKWT seumur hidup, PHK dipermudah, TKA dibebaskan, dan eksistensi serikat buruh dilumpuhkan disebut meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan buruh dan keluarganya? Bukankah ini mendegradasi? Bukankah ini mengurangi?" tuturnya.

"Mengapa pemerintah dan DPR membebani buruh untuk mengundang investor? Padahal serikat buruh telah menawarkan jalan keluar dengan cara pemerintah dengan dukungan DPR memberantas korupsi yang merajalela dan menciptakan birokratisasi yang cepat, murah, dan ramah," sambungnya.

Lebih lanjut, kata Suherman, pemerintah justru tidak berdaya untuk melakukan 2 usulan serikat buruh itu. Pemerintah dan DPR lebih mengambil jalan mudah dengan mendegradasi hak-hak buruh.

Buruh dan serikat buruh telah bersikap untuk menolak semua regulasi itu dengan jalan konstitusional.

"Buruh dan serikat buruh telah melakukan demontrasi di semua wilayah Indonesia, telah melakukan negosiasi, telah melakukan loby, dan telah membawa regulasi itu kepada Mahkamah Konstitusi untuk diadili, namun sampai hari ini belum berhasil," pungkas Suherman.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved