Green Leader Forum Kalbar, Upaya Kolektif Pengentasan Masalah Lingkungan di Kalbar
Kita ini berbicara tentang instrumen keuangan yang mengalokasikan biaya untuk insentif desa berkinerja baik untuk mendorong upaya perlindungan hidup
Penulis: Ferryanto | Editor: Try Juliansyah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Dalam upaya melestarikan dan menjaga hutan Kalimantan Barat dari semakin parahnya kerusakan lingkungan, JARI Indonesia Borneo Barat, Lembaga Bela Banua Talino ( LBBT ), Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO), dan IBC didukung oleh The Asia Foundation berkolaborasi dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat menggelar Green Leader Forum Provinsi Kalimantan Barat.
Bertemakan hutan terjaga rakyat Kalbar sejahtera, kegiatan yang dilaksanakan di Hotel Orchardz Gajahmada Pontianak, green leader forum ini dihadiri langsung oleh sejumlah pejabat dilingkungan Provinsi Kalimantan Barat dan Bupati dari sejumlah daerah, rabu 26 Oktober 2022.
Direktur JARI Indonesia Borneo Barat Firdaus menjelaskan bahwa masalah lingkungan hidup tidak dapat diselesaikan hanya dengan satu kabupaten sendiri atau perdaerah, oleh sebab itu pihaknya berusaha membantu gerakan bersama secara kolektif untuk bersama - sama merumuskan gagasan untuk menerapkan dan mempromosikan kebijakan transfer fiskal berbasis ekologi di Indonesia.
"Kita ini berbicara tentang instrumen keuangan yang mengalokasikan biaya untuk insentif desa berkinerja baik untuk mendorong upaya perlindungan hidup," ungkapnya.
Baca juga: Capaian Kepesertaan JKN-KIS BPJS Kesehatan di 14 Kabupaten, Kayong Utara Tertinggi
Tujuan utama forum ini adalah mendorong pembangunan hijau yang adil dan berkelanjutan melalui penerapan kebijakan transfer fiskal berbasis ekologi, perhutanan sosial serta pengakuan dan pengesahan Masyarakat Hukum Adat dan Hutan Adat.
Dalam mendorong kebijakan transfer fiskal berbasis ekologi, saat ini JARI Indonesia Borneo Barat bersama bersama Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Barat juga sedang mendorong adanya Tranfer Anggaran Provinsi Berbasis Ekologis (TAPE). Skema ini sebagai bagian dari Ekological Fiscal Transfer (EFT) atau transfer fiskal berbasis ekologi yang dikembangkan untuk memberikan reward terhadap kabupaten dan kota yang memiliki praktik baik terhadap upaya perbaikan dan perlindungan lingkungan hidup serta menimbang kebutuhan pembiayaan yang cukup besar dalam upaya tersebut.
Pada Green Leader ini ia mengatakan gagasan tersebut akan dibangun melalui Kepala Daerah dan stakeholder pemangku kebijakan lainnya untuk merespon upaya ini menjadi gerakan yang mengutamakan keberlangsungan lingkungan.
Dari analisis pihaknya indeks kualitas tutupan lahan terus menurun dan indeks kualitas lingkungan hidup juga menurun, hal tersebut juga terjadi pada indeks kualitas udara dan air.
"Indikator tersebut yang kemudian menjadi upaya perlindungan hidup itu harus berjalan, tidak heran kita saat ini melihat banjir di berbagai daerah karena indeks lingkungan hidup dan tutupan lahan rendah sekali saat ini,"ungkapnya.
Oleh sebab itu pihaknya berusaha membangun sinergi bersama atau kolektif dengan berbagai Pemerintah Daerah untuk merespons tersebut.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kalbar Adi Yani dalam sambutannya mengapresiasi Seminar Green Leader Forum (GLF) di Provinsi Kalimatan Barat Untuk Pembangunan Hijau Yang Adil dan Berkelanjutan.
Kegiatan ini dikatakannya merupakan upaya kolaborasi dan gerakan bersama untuk merespon persoalan kondisi lingkungan hidup di Provinsi Kalimantan Barat, seperti kebakaran hutan dan lahan, banjir, illegal logging yang kemudian berdampak terhadap Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH).
Ia mengatakan Saat ini di Kalbar dengan luasan 14 juta hektar, ada 996 ribu hektar yang merupakan lahan kritis, dan lahan kritis ini ada di daerah Kabupaten/kota.
Kondisi ini juga memberi dampak terhadap kelompok masyarakat rentan dan miskin di desa terutama pada kelompok perempuan yang mengalami beban ganda dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup
"Berangkat dari hal tersebut, maka dibutuhkan gerakan bersama. Bukan hanya pemerintah, namun juga seluruh pihak untuk menyelesaikan pekerjaan rumah ini,"ungkapnya.
Saat ini, ia menjelaskan dalam upaya pengentasan kemiskinan sebagai bagian dari kebijakan pemerataan ekonomi, pemerintah telah memberikan akses kelola kepada masyarakat di sekitar kawasan hutan dengan 5 (lima) Skema.
Pertama Perhutanan Sosial yaitu Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Adat (HA) dan Kemitraan Kehutanan (KK).
Dari 5 Skema Perhutanan Sosial tersebut sudah ada 221 Persetujuan Perhutanan Sosial dengan luas 564.060 Ha di Kalimantan Barat (data per September 2022).
Untuk skema Hutan Adat, berdasarkan data Koalisi Hutan Adat untuk Kesejahteraan Kalbar sampai dengan 30 September 2022 sudah terbit 8 Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (PPMHA) di 8 Kabupaten, yakni: Kabupaten Landak, Sanggau, Sekadau, Melawi, Sintang, Kapuas Hulu, Bengkayang dan Ketapang.
Ada 33 Surat Keputusan (SK) Bupati khusus tentang PPMHA di 7 Kabupaten, yakni: Kabupaten Landak, Sanggau, Sekadau, Melawi, Sintang, Kapuas Hulu dan Ketapang dengan total luas wilayah adatnya 541.913,88 ha.
Kabupaten Bengkayang sudah memiliki Perda PPMHA namun belum memiliki surat keputusan bupati yang khusus mengakui dan melindungi Masyarakat Hukum Adat (MHA) dan wilayah adatnya. Dari total luasan wilayah adat tersebut potensi hutan. (*)
Cek Berita dan Artikel Mudah Diakses di Google News