Daging Sapi Lokal Mahal dan Langka, Ini Komentar Pengusaha Rumah Makan
Ia mengatakan sejak naiknya harga dan kelangkaan daging sapi lokal di Kota Pontianak ini terjadi, rumah makannya mengalami kesulitan untuk memenuhi
Penulis: Muhammad Firdaus | Editor: Hamdan Darsani
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Kenaikan harga dan kelangkaan daging sapi segar atau lokal di Kota Pontianak turut menuai komentar dari para pelaku usaha rumah makan di Kota Pontianak.
Salah satunya Devi, pimpinan Rumah Makan Sederhana yang beralamat di Jalan Ahmad Yani Pontianak, tepatnya di depan Kantor DPRD Prov Kalbar.
Ia mengatakan sejak naiknya harga dan kelangkaan daging sapi lokal di Kota Pontianak ini terjadi, rumah makannya mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan daging dan jeroannya.
• Munsif Sebut Masyarakat Bisa Pilih Konsumsi Daging Impor dari India, Australia dan New Zealand
"Bukan daging aja yang naik sekarang ini semuanya naik gitukan, jadi karena daging lokal itu naik apalagi dia susah itu barangnya, semuanya di sapi itu ya ntah dagingnya, ntah kikilnya, hati, limpa, susah semua," ucapnya. Rabu, 21 September 2022.
Namun demikian ia mengaku pihaknya belum berani untuk menaikkan harga pada menu andalannya, yaitu daging rendang, atau pada menu lainnya yang menggunakan jeroan pada sapi.
"Kalau rendang tentang harganya kami belum bisa menaikkan, karena semua sekarang mahal, itupun daya beli orang sudah jauh berkurang, kalau kami tambah naikkan lagi tentu tambah sepi jadinya, jadi belum, otomatis margin ke kami aja yang berkurang jadinya," ucapnya.
Ia menjelaskan pihaknya belum menaikkan harga, sebab takut nantinya para pelanggan tidak lagi berkunjung ke Rumah Makan Sederhana ini. Oleh karenanya harga daging rendang disini masih tertahan di angka Rp 22.000.
"Sementara memang makanan utama kami itukan daging rendang, yang paling laku itu, makanya kami ndak bisa juga naikin, takut pelanggan itu kecewa, lari, karena Rp 22.000 itu sudah cukup mahal," ucapnya.
Untuk mensiasati mahal dan langkanya daging sapi lokal ini, ia mengaku pihaknya terpaksa harus mencampur daging sapi lokal dengan daging sapi kotak/impor yang stoknya lebih terjaga dengan harga relatif lebih murah.
"Jadi kami terpaksa mensiasati dengan daging kotakan, dicampur. Misalnya kita sekali ngerendangkan 20/30 Kg, paling dapat di pasar itu 15/20 Kg itu susah, jadi kita campur dengan daging beku itu sekitar 10/15 Kg untuk mensiasati," ucapnya.
Meski demikian, ia mengatakan bahwa memang kualitas daging sapi lokal ini jauh di atas daging impor, perbandingan aroma dan rasanya sangat berbeda.
"Kalau kualitas bagusan daging segar, pasti jauh, terutama dari aroma dan rasanya beda," ucapnya.
Ia mengatakan bahwa sejak kondisi ini terjadi, rumah makannya mengalami penurunan omset sangat jauh bahkan hingga 40 persen.
"Pokok sejak minyak naik ini jauh banget, hampir 40 persen berkurang, mungkin karena konsumen kita masih kaget, masih menyesuaikan gitukan, jadi semuanya kita juga mengurangi belanja segala macam, sangat mempengaruhi," ucapnya.
Ia pun berharap kepada pemerintah terkait, untuk dapat menjaga ketersediaan daging sapi segar/lokal ini. Meskipun dengan harga yang cukup tinggi ia mengaku tidak terlalu mempermasalahkannya asal dagingnya tersedia.