Kisah dan Cerita Pengrajin Tenun Lunggi, Kain Songket Khas Kabupaten Sambas
Berawal dari menenun untuk mendapat upah harian, hingga sekarang dapat menenun menggunakan alat sendiri.
Penulis: Imam Maksum | Editor: Hamdan Darsani
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SAMBAS - Kain tenun lunggi atau kain tenun songket Sambas dinobatkan sebagai warisan UNESCO. Kain lunggi sudah ada sejak masa Kesultanan Sambas dipimpin Sultan Muhammad Tajudin, sultan Sambas ke-2 yang memerintah tahun 1668-1708.
Hingga saat ini, kain lunggi terus dilestarikan dan semakin berkembang. Beriringan dengan falsafah yang terkandung dalam corak yang menjadi nilai. Pengrajin tenun lunggi di Kabupaten Sambas satu diantaranya adalah Budiana, yang tak mau tergerus oleh zaman.
Sore itu Budiana baru selesai menidurkan cucunya, Selasa 15 Maret 2022. Seperti hari hari biasa, Budiana mengasuh dua cucunya di sela-sela aktivitas sebagai penenun.
• Kadiskes Sambas Ungkap Angka Terkini Kasus Positif Covid-19 di Sambas
Warga Dusun Keranji Desa Tanjung Mekar, Kecamatan Sambas ini sudah 30 tahun lebih menjadi pengrajin tenun. Berawal dari menenun untuk mendapat upah harian, hingga sekarang dapat menenun menggunakan alat sendiri.
“Sudah 30 tahun lebih saya menenun, awalnya mengambil upahan, sambil belajar, kemudian pada 1993 baru bisa beli alat sendiri hingga sekarang,” ucapnya.
Usai menidurkan cucunya, Budiana kembali melanjutkan tenunannya. Ia memiliki ruang khusus di lantai dua, tempatnya biasa menenun. Di ruang itu, terdapat alat tenun terbuat dari kayu dengan panjang sekira 2 meter.
“Ini tenunan yang akan kita proses dari awal, ini kain cual, atau kain tenun ikat yang biasa terbuat dari bahan katun atau sutra, prosesnya biasa memakan waktu yang cukup lama,” ucapnya.
Budiana mengatakan proses membuat tenun ikat dimulai dari mengikat kemudian dilanjutkan dengan mewarnai. Kemudian bisa dilanjutkan, dengan perlu kehati-hatian dan keuletan.
“Nah dari proses awal hingga mewarnai kemudian proses menghubungkan benang, bisa sampai seperti ini, kemudian bisa dilanjutkan seterusnya,” ucapnya.
Tangan Budiana cekatan memasukan benang di celah celah benang yang teranyam. Proses tersebut menggunakan alat dari kayu dan peralon, panjangnya sekira 30 cm.
“Kita memasukan benang pakan, dengan alat ini, kemudian dia akan teranyam dengat alat tenun ini, benang ini dimasukan secara bergantian agar bisa teranyam,” jelasnya.
Setelah memasukan benang, kedua kakinya meninjak pijakan untuk menggerakan alat anyaman. Proses itulah yang naik turun dipijak kaki Budiana.
Sembari memijak alat itu, alat kayu lainnya yang berada di depannya ditarik dan didorong untuk mengayam benang. Bunyi kletukan kayu akan mendendang di telinga.
Budiana mengatakan, pembuatan kain tenun selalu diawali dengan proses menghubungan benang. Proses menghubung ini memerlukan waktu 4 hingga 5 hari.
“Jadi proses ini adalah menyambung benang yang lama dengan benang yang baru setelah ini terus menyongket motif atau menenun saja. Tergantung keinginan dan pesanan,” katanya.