Fransiskus Ason Pertanyakan Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan Kementrian LHK di Sanggau

Adapun dua perusahaa itu adalah PT. Multi Prima Entakai (MPE) I di Kecamatan Kapuas, Kabupaten Sanggau-Sekadau dan PT. Sumatera Jaya Agrolestari (SJA)

Penulis: Anggita Putri | Editor: Hamdan Darsani
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/Istimewa
Anggota DPRD Provinsi Kalbar, Fransiskus Ason.//IST 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Anggota DPRD Provinsi Kalbar Dapil Sanggau Sekadau, Fransiskus Ason mempertanyakan pencabutan izin konsesi kawasan hutan oleh Kementrian LHK yang berdampak pada dua perusahaan sawit di daerah terkait.

Adapun dua perusahaa itu adalah PT. Multi Prima Entakai (MPE) I di Kecamatan Kapuas, Kabupaten Sanggau-Sekadau dan PT. Sumatera Jaya Agrolestari (SJA) yang berada di Kecamatan Meliau Kabupaten Sanggau.

Diketahui, Keputusan Mentri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia bernomor 01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022 Tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan.

Perusahaan MPE dicabut dengan SK 47/KPTS-II/1989 memiliki luasan areal 2.550,00 hektare, sementara SJA dengan SK 262/MENHUT-II/2011 memiliki luasan lahan 10,935,40 hektare. 

BPBD Harap Emisi Gas Rumah Kaca di Kota Pontianak Bisa Berkurang

Kini, kedua perusahaan tersebut terancam tidak bertuan, dikembalikan ke negara dan berpolemik lebih besar di tingkat masyarakat bawah. 

"Aneh, padahal di sana sudah ada tanamannya. Pabrik pengolahan, perkantoran, dan tentunya kebun inti-plasma yang sudah berbuah dan dipanen berkali-kali. Kenapa dicabut lewat SK Mentri LH dan Kehutanan baru-baru ini, yang diumumkan oleh Presiden Jokowi, kemarin," ujar Fransiskus Ason, Rabu 12 Januari 2022.

[Update Informasi Seputar Kota Pontianak]

Menurutnya pencabutan izin konsensi kawasan hutan terhadap dua perusahaan tersebut, sepertinya tidak tepat.  Alasannya, PT.MPE adalah konsensi lahan sawit yang sudah ada sejak tahun 1987 silam. 

Polanya waktu itu, Piltrans dengan sistem inti plasma, rinciannya 20 persen untuk perusahaan sementara 80 persen berpihak kepada petani. 

"Pemilik lahan 80 persen tersebut terdiri dari penduduk asal, daerah asal dan masyarakat luar Kalbar yang datang sebagai transmigrasi," kata dia.

Sementara, lanjutnya, PT.SJA justru kebalikannya, berdasarkan UU perkebunan terbaru, polanya juga sama, lewat sistem inti plasma, kebun inti milik perusahaan 80 persen. Untuk plasma para petani sekitar 20 persen.

Namun anehnya, kata Ketua DPD Golkar Kabupaten Sanggau ini, tanpa dasar jelas Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Siti Nurbaya mengeluarkan SK pencabutan konsensi lahan sawit. 

Padahal Dinas LH dan Perkebunan Kalbar termasuk Kabupaten Sanggau, justru tidak tahu menahu. 

"Kebunnya sudah ditanam semua. Banyak sudah panen, ditanam kembali bahkan diproses jual beli. Tetapi Presiden Jokowi sudah membacakan dicabut. Jujur, kita kasihan kalau datanya justru tidak valid," ucapnya.

Bang Ason, sapaan akrabnya, mempertanyakan Kementrian LH dan Kehutanan RI memperoleh data tersebut dari mana. 

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved