Terjerat Kasus Hukum Eksploitasi Anak Dibawah Umur, Dadang Musisi Lokal Divonis 5 Tahun Penjara
Fitri Alya menyatakan, bahwa kliennya di posisi orang yang tidak mengenal dan mengetahui bahwa korban masih berstatus anak.
Penulis: Ferryanto | Editor: Try Juliansyah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Pontianak menjatuhkan hukuman pidana penjara lima tahun kepada Dadang nekad musisi lokal terdakwa perkara eksploitasi anak yang sempat menggegerkan Pontianak beberapa waktu lalu.
Bahkan, terhadap kasus ini, Seto Mulyadi atau yang biasa dikenal masyarakat Indonesia Kak Seto, ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia ikut memberikan atensi dengan menyaksikan langsung jalannya persidangan.
Sidang putusan yang berlangsung pada Rabu 13 Oktober 2021 membuktikan jika Dadang terbukti melanggar pasal 88 Undang undang nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak.
Kuasa hukum Dadang Nekad Fitri Alya, mengatakan, terhadap putusan tersebut, pihaknya akan melakukan upaya hukum lain, demi mencari keadilan bagi terdakwa.
• Bertemu Gubernur Kalbar, Kak Seto Ingin Perkuat Sinergi dalam Tangani Kasus Anak di Kalbar
"Kami akan ajukan banding," kata Fitri Alya, Kamis 14 Oktober 2021.
Fitri Alya menyatakan, kliennya merupakan korban karena sama sekali tidak mengenal korban dan tidak mengetahui jika korban masih berusia di bawah umur.
Fitri Alya menuturkan, perkara eksploitasi anak itu, berawal ketika terdakwa sedang berada di hotel Avara. Ia galau lalu minta ditemani seorang wanita bernama Mita (terdakwa lainnya).
"Berhubung Mita tidak bisa menemani terdakwa lebih lama, ia meminta Mita mencarikan wanita yang bisa menemaninya dengan bayaran sebesar Rp3 juta," ucap Fitri Alya.
Kemudian sekitar pukul 02.00, lanjut Fitri, korban datang bersama temannya untuk tujuan menemani terdakwa.
Sehingga jelas dari rangkaian cerita itu, tidak ada bujuk rayu apalagi pemaksaan ancaman atau kekerasan terhadap korban sebagaimana berita yang beredar selama ini.
"Selama ini beredar berita bahwa klien saya memperkosa anak. Tetapi jelas korban datang sendiri ke hotel. Ini bukan pendapat saya, tapi itu fakta persidangan," tegas Fitri Alya.
Fitri Alya menyatakan, bahwa kliennya di posisi orang yang tidak mengenal dan mengetahui bahwa korban masih berstatus anak. Begitu juga terdakwa lainnya yang tidak mengentahui status anak pada diri korban.
Fitri Alya menegaskan, pihaknya sepakat bahwa kliennya memang salah dan layak di hukum berdasarkan pasal 88 Undang undang perlindungan anak tentang ekploitasi anak. Tetapi kliennya bukan terdakwa pasal 81 apalagi pasal 82.
Karena essensi pasal tersebut harus ada tipu muslihat, rangkaian kebohongan serta bujuk rayu.
Sedangkan pasal 82, lanjut dia, unsur essensinya harus ada kekerasan, atau ancaman kekerasan dan paksakan.
Tetapi faktanya berbeda. Korban datang ke hotel dan tujuannya juga jelas untuk apa?
"Menghukum itu harus proporsional sesuai kadar kesalahan. Pada perkara ini jelas bukan suatu yg dilakukan karena kesengajaan, melainkan karena ketidaktahuan kliennya mengenai status korban," jelas Fitri Alya.
Menurut Fitri, untuk itu maka menghukum dan menjatuhkan vonis bagi terdakwa seharusnya bukan menjadi ajang balas dendam. Karena hukum itu harus proporsional sesuai kadar kesalahan.
Menjatuhkan vonis pun jangan karena ada intervensi sehingga putusan yang di lahirkan menjadi tidak murni, yang berimbas pada ketidakadilan bagi terdakwa.
Karena berbicara tentang anak sebagai korban dan karena permasalahan ini anak-anak terdakwa juga menjadi korban.
Disisi lain, Kak Seto menilai bahwa putusan pidana penjara 5 tahun terhadap Dadang Nekad belum cukup adil.
"Terus terang sepintas saya merasa itu belum cukup adil, tetapi saya masih belum mempelajari hal ini lebih lanjut, tetapi setelah ini saya akan berdiskusi dengan teman - teman di Kalbar terkait hal ini mudah - mudahan ada pendapat yang lebih obyektif lagi,"tuturnya, Kamis 14 Oktober 2021. (*)
(Simak berita terbaru dari Pontianak)