Siapa Saja yang Disebut Musafir dan Apa Arti dari Musafir ? Berikut Keringanan Ibadah Bagi Musafir

Menurut mazhab Syafi’i, safar adalah keluarnya seseorang dari tempat tinggalnya dengan maksud melakukan perjalanan minimal selama dua hari

Penulis: Madrosid | Editor: Madrosid
Kolase / Tribunpontianak.co.id/network tribunnews
Musafir - Musafir yang sedang melaksanakan perjalanan 

"...Barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu."

Keringanan itu dalam istilah fikih disebut dengan rukhsah, yaitu keringanan dalam beribadah yang diakibatkan oleh kondisi tertentu.

Artinya, jika seseorang merasa tak kuat untuk melanjutkan puasa, maka ia diperkenankan untuk berbuka atau tidak puasa.

Sebaliknya, jika ia mampu melanjutkan puasa meski dalam perjalanan, ia pun diperbolehkan untuk berpuasa.

Meluruskan Niat Ibadah, Sheila Marcia Hapus Tato di Tubuhnya

Namun, apakah keringanan seorang musafir itu berluka untuk semua tanpa ada ketentuan khusus?

Dikutip dari kompas.com Guru Besar Bidang Ilmu Filsafat Pendidikan Islam IAIN Surakarta Prof Toto Suharto mengatakan, keringanan seorang musafir untuk membatalkan puasa harus memenuhi beberapa ketentuan.

Ketentuan pertama adalah berdasarkan jenis perjalanan. Menurutnya, jika perjalanan tersebut bukan untuk melakukan maksiat.

"Perjalanannya itu perjalanan yang diperbolehkan, bukan untuk maksiat, contohnya seperti niaga," kata Toto saat dihubungi Kompas.com, Minggu (3/5/2020).

Sebab, pada zaman Rasulullah SAW ketentuan jarak ini diukur berdasarkan waktu. Namun, saat ini ulama tolak ukurnya berdasarkan jarak, yaitu sekitar 80 kilometer.

"Kalau sekarang, ulama fikih khususnya menurut madzab Syafii itu menentukannya memakai jarak, yaitu sekitar 80 kilometer," jelas dia.

Artinya kalau perjalanannya di atas 80 kilometer, maka ia diperbolehkan untuk berbuka.

Ketentuan terakhir adalah perjalanannya dilakukan sebelum terbit fajar atau dari waktu malam.

"Kalau menurut madzab Syafii, sudah subuh atau pagi hari, meskipun jaraknya jauh sebaiknya tidak berbuka puasa," tuturnya.

Toto menegaskan bahwa ketentuan rukhsah tersebut bergantung pada orang yang melakukannya, apakah ia mampu dan kuat untuk menjalani puasa atau tidak.

Meski musafir mendapatkan keringanan dalam beribadah yang disebut rukhshah, namun tetap akan mendaatkan pahala seperti orang biasa.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved