Dua Ilmuwan Indonesia Berada di Balik Proses Terciptanya Vaksin Astrazeneca Merk Vaksin Asal Inggris

Vaksin AstraZeneca ditemukan oleh Universitas Oxford dan perusahaan spin-outnya, Vaccitech, memberikan perlindungan dengan efikasi hingga 92 persen.

Editor: Jimmi Abraham
Shutterstock/Dimitris Barletis
Ilustrasi vaksin AstraZeneca, vaksin Covid-19 asal Inggris. 

Sarah Gilbert mengenyam pendidikan sampai jenjang doktoral di University of Hull Inggris, kemudian mempelajari manipulasi ragi pembuatan bir, lalu beralih kerja ke bisang kesehatan manusia.

Mengutip Kompas.com dari BBC, Gilbert tidak pernah berniat terjun ke dunia spesialis vaksin.

Ia tidak sana berkecimpung di bidang tersebut setelah pertengahan 1990-an bekerja di Universitas Oxford meneliti genetik malaria, dan berlanjut mengerjakan vaksin penyakit tersebut.

Sarah Gilbert tidak sendirian menciptakan vaksin AstraZeneca.

Ia bekerja dengan para ilmuwan lain termasuk koleganya di Oxford, Catherine Green.

Mereka berbagi tugas. Sarah Gilbert memimpin tim pengembangan awal, sedangkan Catherine Green mengurusi produksi batch pertama untuk uji klinis.

Duet Gilbert-Green juga menelurkan buku berjudul Vaxxers yang mengisahkan lika-liku pembuatan vaksin Covid-19 Oxford-AstraZeneca.

Ilustrasi vaksin AstraZeneca, vaksin Covid-19 asal Inggris.
Ilustrasi vaksin AstraZeneca, vaksin Covid-19 asal Inggris. (Shutterstock/Dimitris Barletis)

Dua Ilmuwan Vaksin AstraZeneca asal Indonesia

Tidak hanya Gilbert, dua nama ilmuwan berasal Indonesia ini juga sebagai orang dibalik terciptanya Vaksin AstraZeneca.

1. Indra Rudiansyah

Salah satunya bernama Indra Rudiansyah (29) Mahasiswa Universitas Oxford, yang bergabung bersama tim Jenner Institute pimpinan Profesor Sarah Gilbert.

Sejak 20 Januari 2020, tim Jenner Institute dan Oxford Vaccine Group bekerja sama menguji coba vaksin virus corona di Pusat Vaksin Oxford.

"Saya tentunya sangat bangga bisa tergabung dalam tim untuk uji klinis vaksin Covid-19 ini, meskipun ini bukan penelitian utama untuk thesis saya," ujar Indra Rudiansyah kepada ANTARA London, 23 Juli 2020.

Mahasiswa S3 Clinical Medicine di Universitas Oxford itu mengungkapkan, penelitian utamanya untuk thesis sebenarnya adalah vaksin malaria.

Namun, keikutsertaannya di tim Jenner Institute merupakan real case dari penelitian vaksin untuk menyelamatkan banyak orang.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved