Kekayaan Hayati Bukit Tiong Kandang Sanggau Diharapkan Dapat Terus Terjaga
Menurut legenda, bukit Tiong Kandang berasal dari seekor burung tiong yang berada dalam kandang (sangkar) dan tersangkut di atas tunggul kayu.
Penulis: Chris Hamonangan Pery Pardede | Editor: Rivaldi Ade Musliadi
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Satu diantara Senator Kalbar, Christiandy Sanjaya berharap agar keasrian dan kekayaan hayati Bukit Tiong Kandang di Kabupaten Sanggau dapat terus terjaga.
Hal ini dikatakan Wagub Kalbar dua periode saat melakukan dialog bersama komunitas hutan adat Rombong Ria Gandi Ria Kundur (RRGRK) Desa Tae, Kecamatan Batang Tarang, Sanggau, Kalbar, Sabtu 1 Mei 2021 secara daring.
Bukit Tiong Kandang merupakan satu diantara objek wisata alam yang terletak di Dusun Mangkit dan Dusun Mak Ijing dengan jarak kira-kira 83 kilometer dari kota Sanggau.
Menurut legenda, bukit Tiong Kandang berasal dari seekor burung tiong yang berada dalam kandang (sangkar) dan tersangkut di atas tunggul kayu.
Burung Tiong ini mengumpulkan sampah-sampah dari berbagai jenis sampah yang berada di sekitarnya.
Lama kelamaan, tumpukan sampah tersebut menjadi tinggi dan membesar hingga membentuk sebuah bukit. Akhirnya, bukit tersebut di beri nama bukit Tiong Kandang.
Bukit Tiong Kandang di kelilingi beberapa desa baik yang ada di Kabupaten Sanggau, Desa Tae, Padi Kaye, Temiang Mali, Makawing, Semoncol, Kebadu, Hilir, Balai Peluntan dan Desa di Kabupaten Landak Sesa Dara Itam, dan Kecamatan Jelimpo.
Baca juga: Ubur-ubur Tingkatkan Perkonomian Masyarakat Desa Sebubus, Kades Minta Dibangunkan Pelabuhan Khusus
Tujuan dialog Christiandy Sanjaya bersama pengurus Komunitas Hutan Adat Rombong Ria Gandi Ria Kundur, Desa Tae, Kabupaten Sanggau adalah dalam rangka pengawasan dan pelaksanaan UU Nomor 5 Tahun 1990 prihal Konservasi Sumber daya alam Hayati dan Ekosistemnya.
Hadir dalam dialog Kades Tae, Melki, Yopos Ketua Komunitas dan, Sekretaris Napis dan lainnya.
Dalam dialog, Christiandy berterima kasih atas kesempatan dialog secara langsung. Ia pun memberikan kesempatan kepada pengurus Rombong Ria Gandi Ria Kundur menjelaskan keberadaan, tantangan dan kegiatan ke depan dari komunitas tersebut.
Nama Rombong Ria Gandi Ria Kundur di ambil dari nama dua orang bersaudara. Mereka diyakini sebagai penunggu Bukit Tiong Kandang.
RRGRK meliputi beberapa desa, dengan cakupan hutan lindung seluas 2.894 hektar.
Bukit ini dikeramatkan, karena ada tempat keramat dan termasuk hutan adat terluas di Kalbar bahkan salah satu terluas di Indonesia.
Bukit Tiong Kandang juga memiliki kekayaan hayati terkenal akan pohon duriannya termasuk yang terbaik.
Bukit Tiong Kandang juga memiliki kekayaan hayati lainnya seperti tumbuhan obat-obat tradisional, kayu meranti yang digunakan untuk membangun rumah.
Baca juga: Pastikan Aspirasi Para Damkar Telah Disampaikan, Christiandy : Perlu Bersama-sama Atasi Bencana
Satwa seperti Hewan Kelempiau, Rusa, Trenggiling, dan Orang hutan. Meski diakui jenis satwa ini semakin langka karena terdesak dan sering dikonsumsi dan dijual karena alasan ekonomi.
Apalagi jenis trenggiling memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Satwa masih banyak dijumpai di bukit Tiong Kandang adalah monyet.
Sangat menarik, karena Desa Adat Tae pernah mendapat sertifikat sebagai Desa Adat langsung dari Presiden Jokowi.
Adalah Melki Kades yang diundang langsung ke Istana Negara di Jakarta. Desa adat juga pernah dikunjungi oleh pengunjung dari Luar negeri.
Ada empat program kegiatan yang akan dilakukan ke depan menghidupkan kebersamaan komunitas Desa Adat Tae dan bukit Tiong Kandang pada khususnya.
Empat Program yang diharapkan mendapat perhatian pemerintah dan wakil rakyat ialah membangun Rumah Betang, rumah adat Dayak Mali.
Suku Dayak Mali, adalah sebutan untuk salah satu suku dayak yang bermukim di kecamatan Balai-Batang Tarang.
Selain itu diharapkan membangun Depot Air, dimana sumber airnya berasal dari Bukit Tiong Kandang, juga membangun wisata alam.
Termasuk pembangunan jalan 15 Km dari kota kecamatan perkampungan Desa Adat Tae dan ke arah puncak bukit Tiong Kandang yang memiliki kekayaan hayati utamanya hutan durian yang diwarisi turun temurun tetap terjaga.
Tantangan saat ini, yakni satwa yang disebutkan di atas semakin langka selain untuk dikonsumsi juga untuk alasan ekonomi.
Sementara itu pemeliharaan atau perlindungan secara langsung seperti penangkaran tidak dimiliki.
Oleh sebab itu untuk keberlangsungan kekayaan hayati, Christiandy menyarankan agar modal kekayaan hayati berbagai hewan dan tanaman utamanya tanaman durian yang sangat terkenal di Kalbar bahkan manca Negara tetap dipertahankan dan berkelanjutan.
Selain itu, agar even-even budaya bisa terus digalakkan ke depan. Artinya eco tourism dipadukan dengan even budaya bisa jadi salah satu pilihan bagi masyarakat.
Dukungan pemerintah terhadap komunitas pertama dengan penetapan Desa Tae sebagai Desa Adat.
Pemda pernah membantu beberapa tanaman bibit Mangga untuk pekarangan rumah.
Baca juga: Sistem Wick Anti Gagal, Pdt Jandoko Diapresiasi Christiandy Sanjaya
Sementara Pemerintah pusat juga mendukung Desa Tae sehingga mendapatkan penghargaan dan pemberian sertifikat sebagai Hutan Adat.
Juga ada aliran listirk ke arah kampung Bangkan. Dukungan dari pihak swasta berasal dari Institut Dayakologi berupa pelatihan-pelatihan.
Kemudian dari Bank Pesona bantuan dana sebesar Rp. 50 juta untuk memberikan penamaan berbagai tanaman di Tiong Kandang.
Desa Adat Tae sebagai salah satu heritage peninggalan kearifan para leluhur Dayak Mali perlu menjadi perhatian pemerintah secara terencana, tentu dengan pelibatan komunitas adat tanpa melupakan perlunya swadaya.
Sebagaimana diketahui tantangan keberlangsungan keragaman hayati sekitar Bukit, gunung dan hutan sangat bergantung pada komunitas di sekitar Bukit Tiong Kandang.
Mereka utamanya masyarakat dapat mengambil manfaat atas kekayaan hayati di dalam bukit Tiong Kandang dengan tetap melindungi keberlangsungannya, itulah hakekat SDG’s (sustainable development Goals).
Sebaliknya bila tidak ada perhatian terhadap kehidupan ekonomi masyarakat sekitar Bukit Tiong Kandang ditambah kurang kesadaran masyarakat yang bersangkutan, maka kerusakan keragaman hayati mungkin akan terus terjadi.
Demikian halnya kerinduan komunitas Desa Tae untuk memiliki rumah adat di Desa Adat mereka seyogyanya mendapatkan perhatian pemerintah.
Hal ini sebagai bentuk dukungan pemerintah kepada Desa Adat yang semakin langka keberadaannya. (*)