Jadi Korban TPPO, Inilah Kisah Wanita Asal Pontianak Diborgol dan Disiksa Mertua di Tiongkok
Di sana Bela mengaku hanya dianggap tugasnya cukup melahirkan keturunan bagi sang mertua.
Saat itu akhirnya KBRI kembali menghubungi Bela, dan Bela memutuskan kembali ke Indonesia.
Perdagangan Orang
Ketua Serikat Buruh Migran Pontianak Martin Lip Ho menegaskan, kasus Bela merupakan tindak pidana perdagangan orang. Sebab, sejak awal proses yang dilalui merupakan pelanggaran hukum.
“Setelah kami menerima laporan, dan melakukan pengecekan, kasus ini memang merupakan TPPO. Karena, sejak awal dokumen ini juga ada pemalsuan, usia bela yang saat itu baru 16 tahun, diubah menjadi 21 tahun,’’ ujar Martin Lip Ho kepada Tribun, Rabu 7 April 2021.
Setelah melalui proses yang cukup panjang sejak 2020, Martin mengaku sangat bersyukur Bela dapat kembali ke Indonesia dengan selamat di tahun 2021 ini.
“Januari 2020 sudah mulai mengurus kepulangan Bela. Namun memang sempat tersendat karena Pandemi Covid 19, tetapi saat itu kasus Bela tetap kita kejar terus dan direspon baik oleh KBRI di Guangzou,’’tuturnya.
Atas kepulangan Bela, Martin mewakili SBMI berterima kasih kepada pihak KBRI di Guangzou, BP2Mi yang membantu bela kembali ke tanah air dengan sehat dan selamat.
Atas kasus ini, Martin menyesalkan atas kinerja intansi terkait yang mengeluarkan dokumen saat hendak keluar negeri, dengan merubah usia.
Ia menilai hal ini telah masuk dalam unsur pemalsuan dokumen. oleh sebab itu ia berharap intansi terkait dapat lebih teliti dalam proses pembuatan dokumen seseorang.
“Ke depan kita berharap tidak ada lagi dokumen-dokumen yang palsu, dokumen yang tidak sesuai. Harapan kita juga, apabila ada pemohon yang hendak menikah dengan warga Tiongkok, Cina, agar pejabat setempat, instansi yang mengeluarkan surat agar lebih teliti, sehingga kasus pengantin pesanan ini dapat dicegah,” tegasnya.
Anggota Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Nathalia berpesan kepada setiap warga negara Indonesia yang ada di luar negeri dan merasa menjadi korban TPPO untuk bersikap berani.
“Pertama bila merasa menjadi korban TPPO, jangan takut untuk melapor ke polisi setempat di negara itu. Polisi pastinya akan bertanya, kamu dari negara mana, kamu kenapa. Ceritakan saja jika kalian menjadi korban TPPO,” ujar Nathalia.
Jika hilang kontak dengan keluarga di Indonesia atau tidak bisa berbahasa negara setempat, jelas Nathalia, pastinya polisi akan mencari penterjemah.
“Setelah itu, kepolisian setempat pasti akan melaporkan hal itu ke KBRI setempat, bahwa mereka mengamankan seorang warga Indonesia atas kasus TPPO. Petugas KBRI yang mendapat laporan itu pasti akan datang. Saya berharap, kepada seluruh warga Indonesia yang merasa menjadi korban TPPO di luar negeri, lawanlah. Lapor, jangan takut,” pesannya.