Jadi Korban TPPO, Inilah Kisah Wanita Asal Pontianak Diborgol dan Disiksa Mertua di Tiongkok
Di sana Bela mengaku hanya dianggap tugasnya cukup melahirkan keturunan bagi sang mertua.
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Bela (21), korban dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) tak henti-hentinya ucapkan syukur saat tiba di Kota Pontianak.
Sebab, selama lima tahun ini berada di Tiongkok, Bela kerap menerima siksaan dari ibu mertua dan suaminya.
Berkat bantuan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Bela akhirnya selamat dari penyiksaan dan bisa pulang ke Pontianak. Proses pengurusan kepulangan Bela berjalan panjang sejak Januari 2020.
Akhirnya pada 6 April 2021, Bela yang menjadi pengantin pesanan dari Tiongkok ini, tiba di Pontianak difasilitasi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Guangzou dan BP2MI. Ia sempat menjalani karantina beberapa hari di Jakarta.
Ditemui dirumahnya, Rabu 7 April 2021, wajah Bela terlihat sumringah. Ayah dan ibunya tampak sangat bahagia atas kepulangan putri pertama dari enam bersaudara ini.
Selama lima tahun ini Bela berpisah dengan ayah, ibu dan adik-adiknya. Komunikasi dengan Bela agak terhambat lantaran ia tak begitu fasih merangkai kalimat dalam bahasa Indonesia.
Bela menceritakan, ia berangkat ke Tiongkok pada 2015. Saat itu usianya baru 16 tahun. Ia ke sana karena harus ikut bersama Rao Yu Bao, pria warga negara Tiongkok yang baru saja dinikahinya atas prakarsa mak comblang asal Indonesia dan Tiongkok.
Baca juga: KISAH PILU Bela Kawin Kontrak 5 Tahun di Cina hingga Dua Kali Melahirkan! Bagaimana Nasib 2 Anaknya?
Saat itu, Bela dijanjikan kehidupan nyaman dan layak. Ia juga dijanjikan akan mendapat uang untuk membantu perekonomian orangtuanya.
Saat itu. Bela merasa memiliki tanggung jawab besar untuk membantu kehidupan keluarganya. Kondisi ini yang membuatnya nekat menikah dengan pria Tiongkok dan berangkat ke negeri orang.
Saat itu, Bela dan keluarga diberikan mahar Rp 12 juta. Bela akhirnya ikut bersama Rao Yu Bao. Keduanya tak menikah secara negara.
Segala proses administrasi diurus oleh mak comblang dari Indonesia yang akrab disapa Aphin. Usia Bela yang masih 16 tahun diubah menjadi 21 tahun. Bela hanya tinggal menuju Bandara dan berangkat ke Tiongkok.
Berharap mendapat kehidupan layak demi membantu orangtuanya, nasib Bela justru tragis. Sikap baik suami dan ibu mertuanya saat di Indonesia berubah drastis ketika tiba di Kota Jiangxi, Tiongkok.
Selama lima tahun menikah Bela mengaku mendapat berbagai perlakuan buruk dari suami dan ibu mertuanya. Sejak tahun pertama, Bela mengaku sudah tak bisa berkomunikasi dengan orangtuanya di Indonesia, karena ponsel miliknya dihancurkan oleh sang mertua.
Ditampar, diusir hingga diborgol pernah ia rasan. Bahkan suatu ketika ia pun pernah mengalami pendarahan hebat ditangan akibat jari tangannya digigit oleh sang mertua.
Sejak tiba, Bela pun ternyata langsung disuruh bekerja membuat berbagai kerajinan. Namun setiap kali ia menerima gaji, sang suami yang ternyata pengangguran mengambil gajinya.
Kendati sudah melahirkan dua anak, Bela mengaku tak pernah mendapat perlakuan baik. Bahkan selama lima tahun, ia dilarang mengurus dan memberikan kasih sayang seorang ibu kepada putranya yang berusia 4 tahun dan putrinya yang berusia 2 tahun.
Di sana Bela mengaku hanya dianggap tugasnya cukup melahirkan keturunan bagi sang mertua.
Puncaknya, Januari 2020 Bela yang sudah dirundung frustasi akibat penderitaan berkepanjangan berontak dan melawan perlakuan buruk sang ibu mertua.
Akibat hal itu, sang ibu mertua yang bertambah murka melaporkannya ke polisi setempat dengan tuduhan penganiayaan.
Belapun ditangkap dan ditahan selama dua minggu di kantor polisi tersebut. Saat dikeluarkan dari tahanan dan mencoba kembali ke rumah mertua menemui suami dan dua buah hatinya, ibu mertua mengusirnya tanpa memberinya apapun. Hanya dua helai baju di badan yang ia bawa.
Tanpa uang, dokumen apapun, hanya bermodalkan pakaian yang menempel ditubuh, Bela yang bertahan selama itu hanya untuk melihat dua buah hatinya tumbuh.
Ia hanya bisa pasrah menerima nasib dan berjalan kaki tanpa tujuan, sembari berdoa kepada Tuhan agar ada sebuah keajaiban yang membuatnya dapat kembali ke tanah kelahirannya Pontianak, Indonesia.
Beberapa jam berjalan tanpa tujuan, seorang wanita paruh baya menghampirinya dan mengaku iba.
Baca juga: AGP-PAS Berkontribusi dengan Memberikan Bantuan Speed Boat Ambulance kepada Pemkab Kayong Utara
Wanita itu menawarinya untuk tinggal di rumahnya. Tak punya pilihan dan tanpa berpikir apapun, Bela memutuskan untuk ikut sembari terus berharap nasib baik berpihak padanya.
Wanita itu kemudian memberikan Bela pekerjaan. Sembari bekerja dan berhasil mendapat penghasilan, ia yang masih ingat dengan nomor ponsel sang adik dan media sosial berhasil menghubungi adiknya dan memberitahukan kondisinya yang telah berpindah tempat karena diusir oleh sang mertua.
Adik Bela yang mendapat kabar buruk nasib sang kakak, kemudian melaporkan hal itu ke SBMI. Berdasarkan laporan tersebut, SBMI langsung membuat laporan ke berbagai pihak untuk proses pemulangan dari Bela.
Saat itu, pihak KBRI yang mendapat laporan dari SBMI telah berhasil melacak Bela. Namun, Bela masih memutuskan untuk bertahan sementara waktu karena kedua buah hatinya masih berada di tangan sang mertua.
Saat Bela bekerja bersama wanita lansia itu sembari berusaha menemui para buah hatinya,sang wanita itupun sempat menawari Bela untuk menjadi pasangan anaknya untuk memberinya keturunan, namun Bela menolak.
Lantas lansia yang semula memberinya pekerjaan itu ternyata hendak menjual Bela ke pihak lain.
Bela yang mengetahui hal itu lantas ke kantor polisi setempat dan melaporkan hal itu. Saat petugas kepolisian setempat melakukan pemeriksaan dan mengetahui bahwa Bela merupakan warga Indonesia, kepolisian setempat langsung menghubungi KBRI.
Saat itu akhirnya KBRI kembali menghubungi Bela, dan Bela memutuskan kembali ke Indonesia.
Perdagangan Orang
Ketua Serikat Buruh Migran Pontianak Martin Lip Ho menegaskan, kasus Bela merupakan tindak pidana perdagangan orang. Sebab, sejak awal proses yang dilalui merupakan pelanggaran hukum.
“Setelah kami menerima laporan, dan melakukan pengecekan, kasus ini memang merupakan TPPO. Karena, sejak awal dokumen ini juga ada pemalsuan, usia bela yang saat itu baru 16 tahun, diubah menjadi 21 tahun,’’ ujar Martin Lip Ho kepada Tribun, Rabu 7 April 2021.
Setelah melalui proses yang cukup panjang sejak 2020, Martin mengaku sangat bersyukur Bela dapat kembali ke Indonesia dengan selamat di tahun 2021 ini.
“Januari 2020 sudah mulai mengurus kepulangan Bela. Namun memang sempat tersendat karena Pandemi Covid 19, tetapi saat itu kasus Bela tetap kita kejar terus dan direspon baik oleh KBRI di Guangzou,’’tuturnya.
Atas kepulangan Bela, Martin mewakili SBMI berterima kasih kepada pihak KBRI di Guangzou, BP2Mi yang membantu bela kembali ke tanah air dengan sehat dan selamat.
Atas kasus ini, Martin menyesalkan atas kinerja intansi terkait yang mengeluarkan dokumen saat hendak keluar negeri, dengan merubah usia.
Ia menilai hal ini telah masuk dalam unsur pemalsuan dokumen. oleh sebab itu ia berharap intansi terkait dapat lebih teliti dalam proses pembuatan dokumen seseorang.
“Ke depan kita berharap tidak ada lagi dokumen-dokumen yang palsu, dokumen yang tidak sesuai. Harapan kita juga, apabila ada pemohon yang hendak menikah dengan warga Tiongkok, Cina, agar pejabat setempat, instansi yang mengeluarkan surat agar lebih teliti, sehingga kasus pengantin pesanan ini dapat dicegah,” tegasnya.
Anggota Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Nathalia berpesan kepada setiap warga negara Indonesia yang ada di luar negeri dan merasa menjadi korban TPPO untuk bersikap berani.
“Pertama bila merasa menjadi korban TPPO, jangan takut untuk melapor ke polisi setempat di negara itu. Polisi pastinya akan bertanya, kamu dari negara mana, kamu kenapa. Ceritakan saja jika kalian menjadi korban TPPO,” ujar Nathalia.
Jika hilang kontak dengan keluarga di Indonesia atau tidak bisa berbahasa negara setempat, jelas Nathalia, pastinya polisi akan mencari penterjemah.
“Setelah itu, kepolisian setempat pasti akan melaporkan hal itu ke KBRI setempat, bahwa mereka mengamankan seorang warga Indonesia atas kasus TPPO. Petugas KBRI yang mendapat laporan itu pasti akan datang. Saya berharap, kepada seluruh warga Indonesia yang merasa menjadi korban TPPO di luar negeri, lawanlah. Lapor, jangan takut,” pesannya.