Andriani, Ahli Biologi Molukuler yang Terjun Langsung Memeriksa Sampel Swab di Laboratorium Untan

Ahli Biologi Molukuler Kalimantan Barat yang bertugas di Lab Untan tersebut adalah dr. Andriani yang juga merupakan Dosen di Fakultas Kedokteran Untan

Penulis: Anggita Putri | Editor: Rivaldi Ade Musliadi
TRIBUNPONTIANAK/ISTIMEWA
Ahli Biologi Molukuler Kalimantan Barat, dr. Andriani yang juga merupakan Dosen di Fakultas Kedokteran Untan dan betugas di Lab Untan. 

Ia mengatakan karena banyak tenaga Laboratorium Untan dinyatakan positif, kerana itu kapasitas pemeriksaan sampel saat ini turun menjadi 350 sehari. Selain itu saat ini ada 3 mesin PCR yang beroperasi di Lab Untan yakni dari FK, Kemendikbud, dan pinjaman dari Diskes Provinsi.

“Pada saat awal kami bekerja tanpa waktu bahkan sampai subuh karena menungg hasil swab keluar dan bisa dilaporkan. Saya pernah melakukan pemeriksaan dari pukul 08.00 pagi sampai 03.00 subuh karena ada sampel yang perlu di ulang,” ungkapnya kepada Tribun Pontianak.

Ia juga berbagi pengamalan berkesannya ketika mendapat kepercayaan bertugas menangani pemeriksaan virus COVID-19 di Kalba yang tentunya membuat dirinya banyak dikenal banyak orang . Namun akuinya semakin dikenal banyak orang ada tentu ada sisi tidak yang membuannya nyaman.

“Kadang ada yang support kita yang bahkan ada yang sampai ngantarin makan malam dari Dari hal sepele bahkan pasien yang sudah sembuh pernah nganterin kita kayak makanan ,dan susu ke Laboraotirum,”ungkapnya.

Namun sisi tidak enaknya ketika dipertanyakan hasil misalkan ada yang membandingkan dengan hasil di Lab lain. Dikatakannya tidak ada yang perlu dibandingkan karena metode yang digunakan bisa saja berbeda, belum lagi kit/reagen yang dipakai memiliki limit deteksi yg berbeda2 dan alat yang dipakai juga beda.

Ia menceritakan pada awal pemeriksaan virus pada bulan April dirinya sempat berpisah selama dua bulan dengan anak-anaknya karena harus menjalankan tugas yang berkutat pada pemeriksaan virus. Jadi supaya anak-anaknya aman dititipkan ke rumah keluarga.

“Selama hampir dari April sampai pertengangahn Juni. Saya tidak serumah dengan anak-anak dan dititipkan ke tempat keluarga, kalau mau ketemu jaga jarak 3 meter tanpa bisa memeluk dan mencium,” ujarnya.

Namun setelah new normal barulah dirinya bisa berkumpul bersama keluarga dan anak-anaknya.

“Karena new normal pada bulan Juni kemarin kita serunah lagi. Tapi ketika saya sudah pulang walaupun sudah bersih-bersih ternyata saya sudah terinfeksi tetap menulari ke anak-anak. Tapi mereka tidak ada gejala,” jelasnya.

Selama bekerja dari April sampai saat ini. dr Andriani juga pernah terpapar virus COVID-19 dari teman Laboratorium lainya yang juga sempat terpapar virus. Namun saat ini dirinya sudah sembuh dan sudah bekerja seperti biasa. Dirinya sempat terpapar di pertengahan Oktober 2020 bersamaan dengan 21 tenaga kerja lainnya yang bertugas di Lab juga sempat terpapar virus COVID-19.

“Saya waktu itu ada gejala demam, ngilu, badan lemah, pusing, nyeri tenggorkan, bibir kering, diare yang paling tidak enak 4 hari tapi setelah minum obat Avigan 2 hari setelahnya sudah enak. Bahkan saya sempat kehilangan penciuman selama 5 hari. Anak-anak saya juga sempat positif 3 orang. Tapi sudah sembuh,” ungkapnya.

Sebelumnya dr Andriani belum pernah memeriksa virus secara langsung, tapi hanya mengajar dan melakukan penelitian tentang DNA, RNA dan teknik PCR terhadap bahan2 non infeksius. Akan tetapi sudah akrab dengan hal tersebut, tapi baru ini bekerja memeriksa virus. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved