Tren Kasus Kekerasan pada Perempuan Meningkat, LBH PIK: Butuh Sinergi Bersama
kekerasan revenge porn yang kerap terjadi saat perpisahan. Setelah hubungan berakhir pihak pria dalam beberapa kasus mengancam mantan pasangan
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak semakin meningkat. Hal tersebut berdasarkan rujukan dari Catatan Tahunan (Catahu) 2020 yang dikeluarkan oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.
Dibutuhkan semua instrumen yang saling bersinergi untuk meminimalisasinya. Mulai dari pemerintah, masyarakat, media dan lembaga-lembaga terkait.
• BREAKING NEWS - Heboh Video Mesum Tersebar, Polisi Kalbar Ciduk Anak Bawah Umur dan Seorang Wanita
• Streaming Drakor The World of The Married Eps 12 Sub Indo, Tayang Sabtu (2/5) Malam Ini
• Pembelajaran Jarak Jauh Mestinya Latih Kecakapan Siswa
Di Kalbar, Partisipasi Publik Untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (Puspa) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK aktif dalam melakukan sosialisasi dan pendampingan terhadap perempuan korban kekerasan.
Citradaya Nita (CN) 2019 yang merupakan bagian dari program Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) bersama Jurnalis Perempuan Khatulistiwa (JPK) menggelar diskusi "Stop Kekerasan Perempuan" bersama para aktivis jurnalis beberapa media di Pontianak.
Mengangkat tema Stop Kekerasan Perempuan, diskusi keempat ini dilaksanakan secara daring dikarenakan kondisi Covid-19 yang belum stabil di Pontianak. Bersama Ketua LBH APIK, Tuti Suprihatin dan Ketua Puspa Kalbar, Reni Hidjazie, diskusi berjalan selama tiga jam.
Tuti Suprihatin menjelaskan tren peningkatan kekerasan terhadap perempuan di dunia siber. Salah satu bentuknya, dendam akibat sakit hati pada perempuan dengan menyebarkan konten pornografi di dunia maya.
“Korban merasakan malu untuk melapor. Padahal ini harus ditindak. Dan korban juga mesti didampingi,” ungkap Tuti.
Jenis kekerasan revenge porn yang kerap terjadi saat perpisahan pasangan. Setelah hubungan berakhir, kata dia, pihak pria dalam beberapa kasus mengancam mantan kekasihnya dengan menyebar foto telanjang atau video seks ke internet. Tujuannya, memaksa kembali mantan kekasihnya kembali. Ada juga yang tujuannya untuk pemerasan.
Kekerasan terhadap perempuan meninggalkan trauma dan luka berkepanjangan. Jika tidak dilakukan proses penyembuhan maka akan berdampak lebih jauh pada kejiwaan dan akan berpengaruh pada sosialnya.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Puspa Kalbar, Reni Hidjazie.
“Pernah dalam tahap pendampingan, kami bersama dengan ibu-ibu korban kekerasan, hanya duduk diam saja lalu tiba-tiba mereka langsung menangis terisak, ada pula yang langsung meluapkan kekesalannya. Trauma berkepanjangan itu terus dirasakan jika tidak dilakukan proses penyembuhan. Beda dengan anak-anak yang bisa melakukan aktivitas sehari-hari mereka dengan bermain untuk menghilangkan trauma,” ujar Reni.
• Universitas Panca Bhakti (UPB) Pontianak Bebaskan Biaya Pendaftaran dan Hapus Seleksi Masuk
• Ketua Dekranasda Pontianak Bagikan 1000 Paket Berisi Masker, Vitamin dan Handsanitiser
• Sopir Bus Travel Kena Sanksi Tilang Karena Angkut Pemudik Yang Gagal Berangkat
Lanjut Reni, sejatinya yang dilakukan Puspa Kalbar sejauh ini adalah mensosialisasikan dan mengampanyekan tentang bentuk kerasan pada perempuan, membentuk Puspa lainnya di kabupaten karena belum semua wilayah punya forum Puspa.
Proses correct data menjadi tantangan Puspa Kalbar karena data yang menjadi pijakan untuk menindaklanjuti kasus-kasus yang ada.
Butuh sinergi untuk memberikan pertolongan kepada korban. Hal tersebut diutarakan oleh Tuti Suprihatin, selaku Ketua LBH APIK. Anggaran menjadi salah satu kendala dalam prosesnya. Tidak ada anggaran khusus dari dinas-dinas terkait jika mereka membawa kasus tersebut.
“Penganan satu kasus saja banyak anggaran. Apalagi ada kasus hukum dan butuh waktu lama. Anggran satu kasus bukan satu atau dua bulan butuh paling sedikit tiga bulan apalagi kalau sidang keluar daerah. Pernah kami melakukan pendampingan di Bengkayang, pendampingan dari proses di kelurahan, BAP kepolisian, sampai ke tahanan dan harus bolak balik delapan kali,” jelas Tuti.